
Dolar AS ke Rp 14.000/US$, BI Klaim Volatilitas Masih Rendah
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
08 May 2018 16:46

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) mengklaim volatilitas nilai tukar rupiah pada tahun ini jauh lebih terkendali dibandingkan periode 2013 maupun 2015 lalu. BI melihat, volatilitas yang membuat dolar menembus level Rp 14.000/US$ hanya bersifat sementara.
Hal tersebut dikemukakan Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara usai rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Selasa (8/5/2018). Mirza menegaskan, terpuruknya rupiah lebih banyak disebabkan oleh faktor perekonomian global.
"Seperti yang sudah dijelaskan berkali-kali, saat ini sedang terjadi kenaikan suku bunga AS. Dan tentu kenaikan suku bunga AS akan membuat adanya pergerakan modal di dunia. Tapi menurut BI, pergerakan modal di dunia, volatilitasnya tidak seperti 2013 maupun di 2015," kata Mirza.
Mirza mengungkapkan, mata uang Garuda bukan menjadi satu-satunya mata uang yang mengalami pelemahan. Mata uang negara-negara berkembang seperti Filipina, India, Turki, bahkan mata uang negara maju seperti Swedia dan Norwegia juga mengalami pelemahan.
Menurut dia, defisit transaksi berjalan yang saat ini masih dialami Indonesia menjadi salah satu alasan nilai tukar rupiah cukup rentan. Namun, BI melihat, defisit transaksi berjalan pada tahun ini masih terkendali, karena di bawah batas maksimal sebesar 3%.
"Tidak usah khawatir, karena defisit kita dalam posisi prudent 2,2% - 2,3%," jelasnya.
BI pun kembali menegaskan, tidak akan segan-segan menaikan tingkat suku bunga acuan apabila data-data ekonomi makro serta perkembangan global mendukung untuk melakukan hal tersebut. Apalagi, bank sentral negara-negara lain saat ini sudah melakukan penyesuaian suku bunga.
(dru) Next Article BI Ramal Suku Bunga Fed Turun di Semester II-2024
Hal tersebut dikemukakan Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara usai rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Selasa (8/5/2018). Mirza menegaskan, terpuruknya rupiah lebih banyak disebabkan oleh faktor perekonomian global.
"Seperti yang sudah dijelaskan berkali-kali, saat ini sedang terjadi kenaikan suku bunga AS. Dan tentu kenaikan suku bunga AS akan membuat adanya pergerakan modal di dunia. Tapi menurut BI, pergerakan modal di dunia, volatilitasnya tidak seperti 2013 maupun di 2015," kata Mirza.
Menurut dia, defisit transaksi berjalan yang saat ini masih dialami Indonesia menjadi salah satu alasan nilai tukar rupiah cukup rentan. Namun, BI melihat, defisit transaksi berjalan pada tahun ini masih terkendali, karena di bawah batas maksimal sebesar 3%.
"Tidak usah khawatir, karena defisit kita dalam posisi prudent 2,2% - 2,3%," jelasnya.
BI pun kembali menegaskan, tidak akan segan-segan menaikan tingkat suku bunga acuan apabila data-data ekonomi makro serta perkembangan global mendukung untuk melakukan hal tersebut. Apalagi, bank sentral negara-negara lain saat ini sudah melakukan penyesuaian suku bunga.
(dru) Next Article BI Ramal Suku Bunga Fed Turun di Semester II-2024
Most Popular