Dolar AS Tembus Rp 14.000, Rupiah Jadi yang Terlemah di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 May 2018 11:16
Dolar AS Tembus Rp 14.000, Rupiah Jadi yang Terlemah di Asia
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah hari ini. Bahkan rupiah mencatatkan pelemahan terdalam dibandingkan mata uang kawasan. 

Pada Selasa (8/5/50281) pukul 10:18 WIB, US$ 1 di pasar spot diperdagangkan di Rp 14.037. Rupiah melemah 0,3% dibandingkan penutupan hari sebelumnya. 

Foto: Reuters
 
Sementara mata uang Asia bergerak variatif terhadap dolar AS. Namun, pelemahan rupiah menjadi yang paling dalam di antara mata uang utama Asia. 

Mata UangBid TerakhirPerubahan (%)
Yen Jepang108,97+0,11
Yuan China6,360,00
Won Korsel1.078,60+0,43
Dolar Taiwan29,77+0,04
Dolar Singapura1,340,00
Ringgit Malaysia3,95-0,01
Peso Filipina51,91+0,02
Baht Thailand31,90-0,05
 
Rupiah tertekan luar-dalam. Dari sisi eksternal, memang ada tren kenaikan dolar AS merepons kenaikan suku bunga acuan yang semakin nyata pada bulan depan. Probabilitas The Federal Reserve/The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 1,75-2% pada rapat 13 Juni mencapai 100%, menurut CME Federal Funds Futures. Hampir mustahil Federal Funds Rate tidak naik. 

Ini membuat dolar AS menjadi buruan utama investor, karena kenaikan suku bunga akan menaikkan nilai mata uang ini. Akibatnya, dolar AS cenderung menguat terhadap mata uang dunia.
Sementara di sisi domestik, investor sepertinya mulai merespons data pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 yang meleset dari ekspektasi pasar. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan realisasi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,06%. Agak jauh di bawah konsensus pasar yang mencapai 5,18%. 

Perkembangan ini menjadi sentimen negatif karena bisa memunculkan anggapan perekonomian Indonesia belum berlari sesuai potensinya. Pasar kemudian 'menghukum' dengan melepas aset-aset berbasis rupiah. 

Sementara fundamental ekonomi domestik pun masih agak sulit untuk menjadi penopang penguatan rupiah. Transaksi berjalan (current account) Indonesia masih membukukan defisit.  

Pada 2017, defisit transaksi berjalan tercatat sebesar 1,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk tahun ini, defisit transaksi berjalan diperkirakan naik ke sekitar 2,1% PDB, menurut proyeksi Bank Indonesia (BI). 

Transaksi berjalan menggambarkan aliran devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Artinya, transaksi berjalan adalah devisa dari sektor riil. 

Devisa dari sektor riil ini lebih bertahan lama, tidak keluar-masuk seperti halnya dari sektor keuangan. Oleh karena itu, negara dengan transaksi berjalan yang surplus biasanya punya mata uang cenderung stabil stabil karena sokongan devisa yang lebih stabil. 

Oleh karena Indonesia masih mengalami defisit di transaksi berjalan, maka sokongan devisa untuk mendukung kurs lebih mengandalkan pasokan portofolio di sektor keuangan alias hot money. Seperti namanya, dana di portofolio ini sangat mudah datang dan pergi.  

Akibatnya, rupiah pun cenderung melemah karena pasokan valas dari portofolio juga seret. Di pasar saham, nilai jual bersih investor asing sejak awal tahun mencapai Rp 36,67 triliun.  

Sementara di pasar Surat Berharga Negara (SBN), investor asing memang masih membukukan beli bersih Rp 8,28 triliun. Namun jumlah itu tentu tidak bisa menutup dana asing yang kabur dari pasar ekuitas. Situasi ini membuat rupiah tertekan luar-dalam.

Penguatan rupiah praktis hanya mengandalkan dukungan Bank Indonesia (BI) dalam bentuk intervensi. Namun konsekuensinya adalah cadangan devisa yang semakin tergerus. 

Hari ini, akan ada pengumuman angka cadangan devisa per akhir April 2018. Jika diketahui cadangan devisa tergerus signifikan, maka akan menjadi sentimen negatif lagi bagi rupiah karena Indonesia akan dinilai semakin rentan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular