
Nantikan Negosiasi AS-China, Wall Street Siap Dibuka Melemah
Houtmand P Saragih & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
03 May 2018 17:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Wall Street berpotensi dibuka melemah pada hari ini (3/5/2018). Hal ini terlihat dari kontrak futures tiga indeks saham utama AS: kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan penurunan 21 poin pada saat pembukaan, sementara indeks S&P 500 dan Nasdaq masing-masing diimplikasikan turun sebesar 2 dan 4 poin.
Beberapa sentimen negatif menekan bursa saham Negeri Paman Sam pada hari ini. Pertama, ketakutan atas kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini telah kembali menyeruak.
Penyebabnya adalah pernyataan the Federal Reserve selaku bank sentral AS bahwa bahwa inflasi dan inflasi inti telah bergerak menuju target sebesar 2%. Pernyataan tersebut merupakan sebuah peningkatan dari pernyataan pada bulan Maret lalu, dimana kala itu the Fed mengungkapkan bahwa kedua indikator tersebut masih bertengger di bawah 2%.
Tak sampai disitu, the Fed juga seakan mengindikasikan bahwa inflasi bisa meroket di atas 2%. "Inflasi dalam basis 12 bulan (YoY) diharapkan berada di sekitar target simetris 2% dalam jangka waktu menengah," tulis pernyataan The Fed.
Penggunaan kata simetris inilah yang menimbulkan persepsi bahwa inflasi nantinya bisa melebihi level 2%. Sebagai catatan, inflasi sebesar 2% dianggap the Fed sebagai level inflasi yang sehat dan merupakan kunci dari kebijakan suku bunganya.
Seiring dengan inflasi yang sudah semakin kencang terakselerasi, tak heran jika timbul persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali.
Kedua, terdapat pesimisme bahwa pertemuan delegasi AS dengan pejabat pemerintahan China yang membahas isu perdagangan akan membuahkan hasil yang manis. Hasil yang kemungkinan besar akan muncul dari diskusi tersebut adalah kesepakatan untuk terus berunding.
Para pakar perdagangan mengatakan hal itu dipicu oleh sikap Presiden AS Donald Trump yang tetap kukuh pada ancamannya untuk menerapkan tarif hukuman terhadap barang-barang impor asal China.
Terobosan kesepakatan yang akan secara fundamental mengubah kebijakan ekonomi China dipandang tidak mungkin terjadi, meskipun sepaket kebijakan jangka pendek China bisa menunda keputusan bea impor AS, Reuters melaporkan.
Sebelum pertemuan dimulai, China memang sudah menunjukkan sikap yang keras terhadap AS. Mengutip Bloomberg, seorang pejabat senior dari pemerintahan China mengatakan bahwa Negeri Panda tersebut tak akan mengalah kepada AS.
China disebutnya tak akan menerima berbagai kondisi yang disyaratkan oleh AS guna memulai negosiasi, seperti memaksa China untuk mengabaikan program manufaktur jangka panjang ataupun menipiskan surplus neraca perdagangan hingga US$ 100 miliar.
Pada hari ini, beberapa data ekonomi akan dipantau oleh investor, seperti klaim pengangguran, neraca perdagangan, dan pertumbuhan pemesanan barang-barang tahan lama. Selain itu, rilis laporan keuangan kuartal-I oleh emiten-emiten yang melantai di Wall Street juga berpotensi menentukan arah perdagangan.
Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Beberapa sentimen negatif menekan bursa saham Negeri Paman Sam pada hari ini. Pertama, ketakutan atas kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini telah kembali menyeruak.
Penyebabnya adalah pernyataan the Federal Reserve selaku bank sentral AS bahwa bahwa inflasi dan inflasi inti telah bergerak menuju target sebesar 2%. Pernyataan tersebut merupakan sebuah peningkatan dari pernyataan pada bulan Maret lalu, dimana kala itu the Fed mengungkapkan bahwa kedua indikator tersebut masih bertengger di bawah 2%.
Penggunaan kata simetris inilah yang menimbulkan persepsi bahwa inflasi nantinya bisa melebihi level 2%. Sebagai catatan, inflasi sebesar 2% dianggap the Fed sebagai level inflasi yang sehat dan merupakan kunci dari kebijakan suku bunganya.
Seiring dengan inflasi yang sudah semakin kencang terakselerasi, tak heran jika timbul persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali.
Kedua, terdapat pesimisme bahwa pertemuan delegasi AS dengan pejabat pemerintahan China yang membahas isu perdagangan akan membuahkan hasil yang manis. Hasil yang kemungkinan besar akan muncul dari diskusi tersebut adalah kesepakatan untuk terus berunding.
Para pakar perdagangan mengatakan hal itu dipicu oleh sikap Presiden AS Donald Trump yang tetap kukuh pada ancamannya untuk menerapkan tarif hukuman terhadap barang-barang impor asal China.
Terobosan kesepakatan yang akan secara fundamental mengubah kebijakan ekonomi China dipandang tidak mungkin terjadi, meskipun sepaket kebijakan jangka pendek China bisa menunda keputusan bea impor AS, Reuters melaporkan.
Sebelum pertemuan dimulai, China memang sudah menunjukkan sikap yang keras terhadap AS. Mengutip Bloomberg, seorang pejabat senior dari pemerintahan China mengatakan bahwa Negeri Panda tersebut tak akan mengalah kepada AS.
China disebutnya tak akan menerima berbagai kondisi yang disyaratkan oleh AS guna memulai negosiasi, seperti memaksa China untuk mengabaikan program manufaktur jangka panjang ataupun menipiskan surplus neraca perdagangan hingga US$ 100 miliar.
Pada hari ini, beberapa data ekonomi akan dipantau oleh investor, seperti klaim pengangguran, neraca perdagangan, dan pertumbuhan pemesanan barang-barang tahan lama. Selain itu, rilis laporan keuangan kuartal-I oleh emiten-emiten yang melantai di Wall Street juga berpotensi menentukan arah perdagangan.
Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular