
Nyaris Rp 14.000, Dolar AS di Posisi Terkuat Sejak Akhir 2015
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 May 2018 09:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih bergerak melemah. Dolar AS pun semakin mendekati level Rp 14.000.
Pada Kamis (3/5/2018), US$ 1 di pasar spot dibuka di Rp 13.950. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi sehari sebelumnya. Hari ini, rupiah mencapai titik terlemah sejak akhir 2015.
Seiring perjalanan pasar, dolar AS menguat hingga ke Rp 13.964 pada pukul 08.50 WIB. Posisi terkuat dolar AS bahkan sempat menyentuh Rp 13.965.
Rupiah adalah sedikit mata uang regional yang melemah. Kebanyakan mata uang Asia justru terapresiasi di hadapan greenback:
Sejatinya dolar AS masih cenderung menguat. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama, masih menguat meski tidak setinggi sebelumnya. Kini penguatan indeks tersebut tinggal 0,06% setelah tadi pagi sempat menyentuh 0,29%.
Penguatan greenback dipicu oleh langkah Bank Sentral AS The Federal Reserve/The Fed yang meski masih menahan suku bunga acuan, tetapi menyebut bahwa inflasi sudah mendekati sasaran. Personal Consumption Expenditure (PCE) yang menjadi indikator The Fed untuk mengukur tingkat inflasi, sudah mencapai target 2%. Untuk core PCE sudah mendekati 2%, tepatnya 1,9%.
Artinya, peluang untuk kenaikan suku bunga acuan pada pertemuan Juni semakin besar, karena ada kebutuhan untuk menjangkar ekspektasi inflasi agar sesuai dengan target. Dalam pertemuan 13 Juni mendatang, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 1,75-2% mencapai 95%, menurut CME Fedderal Funds Futures.
Ketika peluang kenaikan suku bunga acuan masih terbuka lebar, maka ruang apresiasi mata uang pun demikian. Greenback siap kembali menguat dan mengancam mata uang global, termasuk rupiah.
Dengan minimnya sentimen positif yang beredar di pasar, nasib rupiah mungkin saat ini sepenuhnya di tangan Bank Indonesia (BI). Jika BI berharap rupiah tidak melemah lebih dalam, maka intervensi di pasar valas dan obligasi perlu dilanjutkan. Namun bila BI berkenan dengan depresiasi lebih lanjut, misalnya dengan alasan untuk mendorong ekspor, maka niscaya pelemahan rupiah akan lebih dalam karena intervensi akan dikurangi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Kamis (3/5/2018), US$ 1 di pasar spot dibuka di Rp 13.950. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi sehari sebelumnya. Hari ini, rupiah mencapai titik terlemah sejak akhir 2015.
Seiring perjalanan pasar, dolar AS menguat hingga ke Rp 13.964 pada pukul 08.50 WIB. Posisi terkuat dolar AS bahkan sempat menyentuh Rp 13.965.
![]() |
Rupiah adalah sedikit mata uang regional yang melemah. Kebanyakan mata uang Asia justru terapresiasi di hadapan greenback:
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 109,65 | +0,16 |
Yuan China | 6,37 | -0,11 |
Won Korsel | 1.076,90 | +0,18 |
Dolar Taiwan | 29,79 | 0,00 |
Dolar Singapura | 1,33 | +0,11 |
Ringgit Malaysia | 3,94 | -0,11 |
Peso Filipina | 51,92 | +0,02 |
Baht Thailand | 31,71 | +0,16 |
Sejatinya dolar AS masih cenderung menguat. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama, masih menguat meski tidak setinggi sebelumnya. Kini penguatan indeks tersebut tinggal 0,06% setelah tadi pagi sempat menyentuh 0,29%.
![]() |
Artinya, peluang untuk kenaikan suku bunga acuan pada pertemuan Juni semakin besar, karena ada kebutuhan untuk menjangkar ekspektasi inflasi agar sesuai dengan target. Dalam pertemuan 13 Juni mendatang, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 1,75-2% mencapai 95%, menurut CME Fedderal Funds Futures.
Ketika peluang kenaikan suku bunga acuan masih terbuka lebar, maka ruang apresiasi mata uang pun demikian. Greenback siap kembali menguat dan mengancam mata uang global, termasuk rupiah.
Dengan minimnya sentimen positif yang beredar di pasar, nasib rupiah mungkin saat ini sepenuhnya di tangan Bank Indonesia (BI). Jika BI berharap rupiah tidak melemah lebih dalam, maka intervensi di pasar valas dan obligasi perlu dilanjutkan. Namun bila BI berkenan dengan depresiasi lebih lanjut, misalnya dengan alasan untuk mendorong ekspor, maka niscaya pelemahan rupiah akan lebih dalam karena intervensi akan dikurangi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Most Popular