
Yield Obligasi AS Turun dan Intervensi BI, Rupiah Menguat
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 April 2018 08:43

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah masih melanjutkan penguatannya. Sepertinya tren penguatan greenback sudah terhenti, dan berganti rupiah yang terapresiasi.
Pada Jumat (28/4/2018), US$ 1 pada pembukaan pasar spot berada di Rp 13.870. Rupiah menguat 0,11% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
Penguatan rupiah menyebabkan sebagian bank sudah tidak lagi menjual dolar AS di level Rp 14.000. Berikut perkembangan kurs dolar AS di sejumlah bank nasional:
Di regional Asia, keperkasaan dolar AS sebenarnya masih terasa. Sebagian besar mata uang Asia melemah di hadapan greenback, walau tipis saja. Berikut perkembangan nilai sejumlah mata uang Asia terhadap dolar AS:
Terhadap mata uang utama, dolar AS pun masih cukup kuat meski apresiasinya semakin terbatas. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama, masih menguat meski hanya 0,01%.
Dolar AS memang masih cenderung menguat, tetapi gaungnya semakin lirih. Ini tidak lepas dari imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun yang mulai bergerak turun setelah sempat mencapai 3 %.
Saat ini, yield instrumen tersebut ada di 2,9753%. Yield sempat mencapai 3,024% pada 25 April, tertinggi sejak Juli 2011.
Investor yang awalnya wait and see untuk masuk ke pasar obligasi, kini perlahan mulai merealisasikan langkahnya. Dolar AS yang sudah ditimbun pun dikeluarkan secara perlahan untuk membeli obligasi.
Ini menyebabkan harga obligasi pemerintah AS naik dan yield-nya pun turun. Sebaliknya dolar AS bergerak terbatas karena ada peralihan dana ke pasar obligasi.
Yield obligasi turun karena rilis data terakhir seakan mengonfirmasi bahwa The Federal Reserve/The Fed kemungkinan besar masih tetap pada rencana awal, yaitu menaikkan suku bunga acuan tiga kali sepanjang 2018. Kementerian Perdagangan AS melaporkan pembelian barang modal buatan AS turun 0,1% pada Maret. Data Februari juga direvisi dari awalnya tumbuh 1,4% menjadi hanya 0,9%.
Bulan lalu, pemesanan mesin juga turun 1,7%, penurunan terbesar sejak April 2016. Padahal pada Februari, pemesanan mesin masih bisa tumbuh 0,3%.
Data ini menggambarkan bahwa pemulihan ekonomi AS tidak sekencang yang diperkirakan. Pemulihan belum terjadi di seluruh sendi perekonomian sehingga sepertinya belum ada kebutuhan untuk terlalu mengerem laju pertumbuhan melalui pengetatan moneter ekstra.
Selain itu, rupiah juga mendapat pengawalan ketat dari Bank Indonesia (BI). Dengan komitmen Bank Indonesia (BI) untuk menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil sesuai dengan fundamentalnya, diharapkan rupiah bisa melanjutkan apresiasi hari ini. Apalagi Gubernur BI Agus DW Martowardojo menegaskan nilai tukar rupiah saat ini masih terlalu murah alias undervalued.
Ditambah lagi Agus menegaskan bahwa bank sentral tidak ragu untuk menyesuaikan suku bunga acuan bila pelemahan kurs dinilai sudah mengganggu pencapaian target inflasi dan membahayakan stabilitas sistem keuangan. Kenaikan suku bunga, walau baru sebatas kemungkinan, bisa menjadi sentimen positif bagi rupiah.
Kejelasan sikap dari BI akan membuat pasar lebih tenang. Investor bisa beraktivitas tanpa kekhawatiran karena sudah mengetahui arah kebijakan BI.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Jumat (28/4/2018), US$ 1 pada pembukaan pasar spot berada di Rp 13.870. Rupiah menguat 0,11% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
![]() |
Bank | Harga Beli | Harga Jual |
Bank Mandiri | Rp 13.905,00 | Rp 13.945,00 |
Bank BNI | Rp 13.810,00 | Rp 13.990,00 |
Bank BRI | Rp 13.855,00 | Rp 13.955,00 |
Bank BTN | Rp 13.855,00 | Rp 14.055,00 |
Bank BCA | Rp 13.864,00 | Rp 13.876,00 |
Di regional Asia, keperkasaan dolar AS sebenarnya masih terasa. Sebagian besar mata uang Asia melemah di hadapan greenback, walau tipis saja. Berikut perkembangan nilai sejumlah mata uang Asia terhadap dolar AS:
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 109,27 | +0,01 |
Yuan China | 6,33 | -0,16 |
Won Korsel | 1.075,49 | +0,10 |
Dolar Taiwan | 29,67 | -0,15 |
Dolar Singapura | 1,33 | -0,02 |
Ringgit Malaysia | 3,92 | -0,08 |
Peso Filipina | 51,97 | -0,08 |
Baht Thailand | 31,61 | -0,15 |
Terhadap mata uang utama, dolar AS pun masih cukup kuat meski apresiasinya semakin terbatas. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama, masih menguat meski hanya 0,01%.
![]() |
Saat ini, yield instrumen tersebut ada di 2,9753%. Yield sempat mencapai 3,024% pada 25 April, tertinggi sejak Juli 2011.
![]() |
Ini menyebabkan harga obligasi pemerintah AS naik dan yield-nya pun turun. Sebaliknya dolar AS bergerak terbatas karena ada peralihan dana ke pasar obligasi.
Yield obligasi turun karena rilis data terakhir seakan mengonfirmasi bahwa The Federal Reserve/The Fed kemungkinan besar masih tetap pada rencana awal, yaitu menaikkan suku bunga acuan tiga kali sepanjang 2018. Kementerian Perdagangan AS melaporkan pembelian barang modal buatan AS turun 0,1% pada Maret. Data Februari juga direvisi dari awalnya tumbuh 1,4% menjadi hanya 0,9%.
Bulan lalu, pemesanan mesin juga turun 1,7%, penurunan terbesar sejak April 2016. Padahal pada Februari, pemesanan mesin masih bisa tumbuh 0,3%.
Data ini menggambarkan bahwa pemulihan ekonomi AS tidak sekencang yang diperkirakan. Pemulihan belum terjadi di seluruh sendi perekonomian sehingga sepertinya belum ada kebutuhan untuk terlalu mengerem laju pertumbuhan melalui pengetatan moneter ekstra.
Selain itu, rupiah juga mendapat pengawalan ketat dari Bank Indonesia (BI). Dengan komitmen Bank Indonesia (BI) untuk menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil sesuai dengan fundamentalnya, diharapkan rupiah bisa melanjutkan apresiasi hari ini. Apalagi Gubernur BI Agus DW Martowardojo menegaskan nilai tukar rupiah saat ini masih terlalu murah alias undervalued.
Ditambah lagi Agus menegaskan bahwa bank sentral tidak ragu untuk menyesuaikan suku bunga acuan bila pelemahan kurs dinilai sudah mengganggu pencapaian target inflasi dan membahayakan stabilitas sistem keuangan. Kenaikan suku bunga, walau baru sebatas kemungkinan, bisa menjadi sentimen positif bagi rupiah.
Kejelasan sikap dari BI akan membuat pasar lebih tenang. Investor bisa beraktivitas tanpa kekhawatiran karena sudah mengetahui arah kebijakan BI.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Most Popular