
Dolar AS Perkasa Lagi, Rupiah dan Mata Uang Asia Loyo
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 April 2018 12:31

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah setelah tadi pagi dibuka terapresiasi. Rupiah senasib dengan mata uang regional yang melemah di hadapan greenback.
Pada Rabu (25/4/2018) pukul 12.00 WIB, US$ 1 di pasar spot dihargai Rp 13.893. Rupiah melemah 0,05% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
Rupiah bergerak searah dengan mata uang regional yang melemah terhadap dolar AS. Bahkan pelemahan rupiah lebih landai dibandingkan mata uang lain di Asia.
Setelah sempat melandai, dolar AS kembali menunjukkan keperkasaannya. Dollar Index, yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama, siang ini menguat 0,18%. Dalam sepekan terakhir, indeks ini sudah menguat 1,46%.
Penguatan dolar AS didorong oleh kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. Hari ini, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun tercatat 3,0015%. Tertinggi sejak akhir 2013.
Kenaikan yield menjadi alat prediksi untuk meramal pergerakan inflasi ke depan. Lonjakan yield berarti ekspektasi inflasi sedang meningkat.
Ekspektasi percepatan laju inflasi tidak lepas dari data-data ekonomi AS yang terus membaik. Teranyar, firma konsultan The Conference Board merilis data proyeksi indeks kepercayaan konsumen, yang pada April 2018 diperkirakan sebesar 128,7. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 127.
Kemudian, Kementerian Perdagangan AS merilis penjualan rumah baru meningkat 4% pada Maret 2018 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Cukup jauh di atas konsensus pasar yang dihimpun Reuters, yaitu 1,9%.
Konsumsi masyarakat AS yang semakin solid tentunya memunculkan ekspektasi percepatan laju inflasi. Persepsi ini terwujud dalam bentuk kenaikan yield.
Dalam situasi seperti ini, muncul bayangan di benak pelaku pasar bahwa Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) kemungkinan akan menaikkan suku bunga acuan secara lebih agresif untuk menjangkar ekspektasi inflasi. Kartu kenaikan suku bunga empat kali sepanjang 2018 kembali muncul di atas meja.
Ujungnya, investor pun memilih bermain aman sembari menunggu kejelasan arah ke depan. Instrumen yang dituju kala ada sentimen kenaikan suku bunga, tidak lain dan tidak bukan, adalah dolar AS. ini menyebabkan greenback menguat cukup tajam.
Depresiasi rupiah juga disumbangkan oleh aliran keluar modal asing. Di pasar saham, nilai jual bersih investor asing mencapai Rp 386 miliar pada perdagangan Sesi I.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Rabu (25/4/2018) pukul 12.00 WIB, US$ 1 di pasar spot dihargai Rp 13.893. Rupiah melemah 0,05% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
![]() |
Rupiah bergerak searah dengan mata uang regional yang melemah terhadap dolar AS. Bahkan pelemahan rupiah lebih landai dibandingkan mata uang lain di Asia.
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 109,04 | -0,21 |
Yuan China | 6,30 | -0,02 |
Won Korsel | 1.079,83 | -0,33 |
Dolar Taiwan | 29,68 | -0,23 |
Dolar Singapura | 1,32 | -0,23 |
Ringgit Malaysia | 3,91 | -0,13 |
Peso Filipina | 52,32 | -0,26 |
Baht Thailand | 31,49 | -0,16 |
Setelah sempat melandai, dolar AS kembali menunjukkan keperkasaannya. Dollar Index, yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama, siang ini menguat 0,18%. Dalam sepekan terakhir, indeks ini sudah menguat 1,46%.
![]() |
Kenaikan yield menjadi alat prediksi untuk meramal pergerakan inflasi ke depan. Lonjakan yield berarti ekspektasi inflasi sedang meningkat.
Ekspektasi percepatan laju inflasi tidak lepas dari data-data ekonomi AS yang terus membaik. Teranyar, firma konsultan The Conference Board merilis data proyeksi indeks kepercayaan konsumen, yang pada April 2018 diperkirakan sebesar 128,7. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 127.
Kemudian, Kementerian Perdagangan AS merilis penjualan rumah baru meningkat 4% pada Maret 2018 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Cukup jauh di atas konsensus pasar yang dihimpun Reuters, yaitu 1,9%.
Konsumsi masyarakat AS yang semakin solid tentunya memunculkan ekspektasi percepatan laju inflasi. Persepsi ini terwujud dalam bentuk kenaikan yield.
Dalam situasi seperti ini, muncul bayangan di benak pelaku pasar bahwa Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) kemungkinan akan menaikkan suku bunga acuan secara lebih agresif untuk menjangkar ekspektasi inflasi. Kartu kenaikan suku bunga empat kali sepanjang 2018 kembali muncul di atas meja.
Ujungnya, investor pun memilih bermain aman sembari menunggu kejelasan arah ke depan. Instrumen yang dituju kala ada sentimen kenaikan suku bunga, tidak lain dan tidak bukan, adalah dolar AS. ini menyebabkan greenback menguat cukup tajam.
Depresiasi rupiah juga disumbangkan oleh aliran keluar modal asing. Di pasar saham, nilai jual bersih investor asing mencapai Rp 386 miliar pada perdagangan Sesi I.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Most Popular