
Dampak yang Timbul Ketika Dolar AS Tembus Rp 14.000
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
23 April 2018 19:04

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam beberapa hari terakhir nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah hingga nyaris Rp 14.000. Lantas, apa sebenarnya dampak dari adanya pelemahan terhadap rupiah bagi perekonomian Indonesia?
Nilai tukar merupakan salah satu instrumen yang dipakai baik oleh pemerintah maupun swasta untuk mendukung berbagai aktivitas ekonomi di antaranya sumber pendanaan khususnya dari pinjaman, perdagangan lintas negara dan tingkat pariwisata.
Ketika terjadi pelemahan rupiah maka kondisi tersebut bisa memberikan dampak positif maupun negatif bagi perekonomian nasional ditinjau dari berbagai indikator di atas. Berikut jabaran tim riset CNBC Indonesia dalam membahas masalah tersebut:
Tingkat Pinjaman/Utang
Pinjaman merupakan salah satu sumber pendanaan yang dimanfaatkan oleh pemerintah dan swasta untuk menunjang aktivitas ekonomi masing-masing. Ketika kondisi rupiah mengalami pelemahan, maka hal tersebut dapat berdampak meningkatkan jumlah utang yang harus dilunasi sebab mata uang dalam negeri yang jauh lebih rendah harganya dibandingkan dengan dolar AS. Data Bank Indonesia (BI) per April 2018, tingkat utang baik pemerintah dan swasta terus mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir.
Dengan kondisi tingkat utang yang bergerak naik, adanya pelemahan yang terjadi pada rupiah akan membuat beban peminjam juga makin besar. Bagi pemerintah, hal ini tentu akan membebani Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN). Pasalnya pemerintah telah menetapkan asumsi nilai tukar pada APBN 2018 di kisaran Rp 13.400.
Adanya selisih kurs yang terjadi akan membuat pemerintah harus mengeluarkan dana yang lebih besar untuk melunasi pokok dan bunga utang yang sudah jatuh tempo. Di sisi lain hal ini bisa saja menganggu pembangunan ekonomi yang disusun oleh pemerintah. Kondisi tersebut bisa saja terjadi karena dana yang seharusnya diposkan untuk anggaran pembangunan justru terserap untuk membayar kewajiban utang yang dimiliki sehingga anggaran pembangunan yang sudah direncanakan menjadi berkurang.
Sementara dari sisi swasta, dengan adanya pelemahan ini juga akan membebani kondisi finansial mereka sehingga menghambat proses produksi. Dampaknya tentu akan menurunkan tingkat produktivitas dan lebih luas lagi pertumbuhan ekonomi nasional dapat tertahan.
Perdagangan Luar Negeri
Kegiatan perdagangan merupakan sesuatu hal yang tidak bisa dihindarkan pada era globalisasi ini. Indonesia sebagai negara berkembang perlu menjalin kerja sama perdagangan dengan negara-negara lain guna memenuhi permintaan dalam negeri maupun meraih keuntungan/surplus untuk meningkatkan cadangan devisa yang dimiliki.
Dengan kondisi pelemahan rupiah, sebenarnya menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan surplus perdagangan yang mereka raih. Rilis data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2018 memperlihatkan bahwa Indonesia mencatatkan surplus perdagangan mencapai US$ 1 miliar.
Surplus yang diterima dapat lebih besar jika Indonesia dapat menggenjot tingkat ekspor mereka lebih tinggi lagi terutama ke negara-negara mitra dagang utama seperti China, Australia, Malaysia hingga AS. Di antara komoditas ekspor yang dapat dimaksimalkan selain minyak dan gas di antaranya kelapa sawit/CPO. Indonesia bersama Malaysia merupakan pengekspor utama CPO di dunia dengan pangsa pasar hampir 50%.
Indonesia perlu memanfaatkan momentum ini untuk meningkatkan nilai tambah dari produk CPO sehingga mampu meningkatkan jumlah surplus yang diterima ke depannya.
Di samping ekspor, tingkat impor juga perlu diwaspadai Indonesia dengan adanya pelemahan yang terjadi pada rupiah.
Potensi harga barang yang berasal dari impor jauh lebih mahal bisa saja terjadi. Semisal laptop A yang berasal dari China, ketika pada awal tahun harganya sekitar Rp 3 juta, dengan pergerakan rupiah yang bergerak melemah bisa saja mendorong harga barang tersebut membengkak menjadi Rp 4 juta.
Hal yang sama juga bisa saja berlaku kepada barang-barang lain yang berasal dari komoditas impor. Kondisi ini tentu akan membebani pengeluaran masyarakat karena harganya jauh lebih mahal disebabkan pelemahan rupiah tersebut.
Jumlah Wisatawan
Wisatawan merupakan salah satu faktor yang memberikan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia khususnya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah yang memiliki potensi tempat wisata. Dengan adanya wisatawan ikut membantu perkembangan sektor riil di sekitar tempat wisata dan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar dan pemerintah daerah.
Data dari Kementerian Pariwisata per Februari 2018, Jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia per Januari-Februari 2018 mencapai 2,3 juta orang. Angka ini meningkat sebesar 8% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Adanya pelemahan rupiah menjadi momentum Indonesia untuk mendapatkan keuntungan bagi Indonesia dari para wisatawan mancanegara tersebut. Ini karena jumlah uang ditukarkan oleh wisatawan akan jauh lebih besar dan berpotensi meningkatkan tingkat konsumsi para wisatawan.
Kondisi tersebut secara tidak langsung akan mendorong perekonomian di daerah akan lebih maju lagi karena adanya peningkatan pendapatan masyarakat. Peningkatan pendapatan masyarakat artinya pola konsumsi masyarakat dapat bergerak lebih tinggi dan membantu tingkat pertumbuhan ekonomi nasional lebih baik lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dru) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Nilai tukar merupakan salah satu instrumen yang dipakai baik oleh pemerintah maupun swasta untuk mendukung berbagai aktivitas ekonomi di antaranya sumber pendanaan khususnya dari pinjaman, perdagangan lintas negara dan tingkat pariwisata.
Ketika terjadi pelemahan rupiah maka kondisi tersebut bisa memberikan dampak positif maupun negatif bagi perekonomian nasional ditinjau dari berbagai indikator di atas. Berikut jabaran tim riset CNBC Indonesia dalam membahas masalah tersebut:
Pinjaman merupakan salah satu sumber pendanaan yang dimanfaatkan oleh pemerintah dan swasta untuk menunjang aktivitas ekonomi masing-masing. Ketika kondisi rupiah mengalami pelemahan, maka hal tersebut dapat berdampak meningkatkan jumlah utang yang harus dilunasi sebab mata uang dalam negeri yang jauh lebih rendah harganya dibandingkan dengan dolar AS. Data Bank Indonesia (BI) per April 2018, tingkat utang baik pemerintah dan swasta terus mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir.
![]() |
Dengan kondisi tingkat utang yang bergerak naik, adanya pelemahan yang terjadi pada rupiah akan membuat beban peminjam juga makin besar. Bagi pemerintah, hal ini tentu akan membebani Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN). Pasalnya pemerintah telah menetapkan asumsi nilai tukar pada APBN 2018 di kisaran Rp 13.400.
Adanya selisih kurs yang terjadi akan membuat pemerintah harus mengeluarkan dana yang lebih besar untuk melunasi pokok dan bunga utang yang sudah jatuh tempo. Di sisi lain hal ini bisa saja menganggu pembangunan ekonomi yang disusun oleh pemerintah. Kondisi tersebut bisa saja terjadi karena dana yang seharusnya diposkan untuk anggaran pembangunan justru terserap untuk membayar kewajiban utang yang dimiliki sehingga anggaran pembangunan yang sudah direncanakan menjadi berkurang.
Sementara dari sisi swasta, dengan adanya pelemahan ini juga akan membebani kondisi finansial mereka sehingga menghambat proses produksi. Dampaknya tentu akan menurunkan tingkat produktivitas dan lebih luas lagi pertumbuhan ekonomi nasional dapat tertahan.
Perdagangan Luar Negeri
Kegiatan perdagangan merupakan sesuatu hal yang tidak bisa dihindarkan pada era globalisasi ini. Indonesia sebagai negara berkembang perlu menjalin kerja sama perdagangan dengan negara-negara lain guna memenuhi permintaan dalam negeri maupun meraih keuntungan/surplus untuk meningkatkan cadangan devisa yang dimiliki.
Dengan kondisi pelemahan rupiah, sebenarnya menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan surplus perdagangan yang mereka raih. Rilis data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2018 memperlihatkan bahwa Indonesia mencatatkan surplus perdagangan mencapai US$ 1 miliar.
Surplus yang diterima dapat lebih besar jika Indonesia dapat menggenjot tingkat ekspor mereka lebih tinggi lagi terutama ke negara-negara mitra dagang utama seperti China, Australia, Malaysia hingga AS. Di antara komoditas ekspor yang dapat dimaksimalkan selain minyak dan gas di antaranya kelapa sawit/CPO. Indonesia bersama Malaysia merupakan pengekspor utama CPO di dunia dengan pangsa pasar hampir 50%.
Indonesia perlu memanfaatkan momentum ini untuk meningkatkan nilai tambah dari produk CPO sehingga mampu meningkatkan jumlah surplus yang diterima ke depannya.
Di samping ekspor, tingkat impor juga perlu diwaspadai Indonesia dengan adanya pelemahan yang terjadi pada rupiah.
Potensi harga barang yang berasal dari impor jauh lebih mahal bisa saja terjadi. Semisal laptop A yang berasal dari China, ketika pada awal tahun harganya sekitar Rp 3 juta, dengan pergerakan rupiah yang bergerak melemah bisa saja mendorong harga barang tersebut membengkak menjadi Rp 4 juta.
Hal yang sama juga bisa saja berlaku kepada barang-barang lain yang berasal dari komoditas impor. Kondisi ini tentu akan membebani pengeluaran masyarakat karena harganya jauh lebih mahal disebabkan pelemahan rupiah tersebut.
Jumlah Wisatawan
Wisatawan merupakan salah satu faktor yang memberikan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia khususnya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah yang memiliki potensi tempat wisata. Dengan adanya wisatawan ikut membantu perkembangan sektor riil di sekitar tempat wisata dan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar dan pemerintah daerah.
Data dari Kementerian Pariwisata per Februari 2018, Jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia per Januari-Februari 2018 mencapai 2,3 juta orang. Angka ini meningkat sebesar 8% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Adanya pelemahan rupiah menjadi momentum Indonesia untuk mendapatkan keuntungan bagi Indonesia dari para wisatawan mancanegara tersebut. Ini karena jumlah uang ditukarkan oleh wisatawan akan jauh lebih besar dan berpotensi meningkatkan tingkat konsumsi para wisatawan.
Kondisi tersebut secara tidak langsung akan mendorong perekonomian di daerah akan lebih maju lagi karena adanya peningkatan pendapatan masyarakat. Peningkatan pendapatan masyarakat artinya pola konsumsi masyarakat dapat bergerak lebih tinggi dan membantu tingkat pertumbuhan ekonomi nasional lebih baik lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dru) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Most Popular