Tarik Ulur Pengaruh pada Minyak, Siapa Lebih Kuat?

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
23 April 2018 09:41
Namun, secara keseluruhan, sentimen bagi harga minyak masih dapat dikatakan positif, didukung oleh faktor fundamental yang kuat.
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak melemah tipis pagi ini didorong oleh menggeliatnya aktivitas pengeboran minyak di Amerika Serikat (AS). Namun, secara keseluruhan, sentimen bagi harga minyak masih dapat dikatakan positif, didukung oleh faktor fundamental yang kuat.

Hingga pukul 08.58 WIB hari ini, harga minyak jenis light sweet untuk kontrak pengiriman Juni 2018 bergerak melemah 0,16% ke US$68,29, sementara brent untuk kontrak pengiriman Juni 2018 juga terkoreksi 0,11% ke US$73,98.

Tarik Ulur Harga Minyak, Siapa Lebih Kuat?Foto: CNBC Indonesia/Raditya Hanung


Pada akhir pekan lalu, Baker Hughes melaporkan bahwa kilang minyak aktif AS bertambah sebanyak 5 menjadi 820 unit selama sepekan hingga tanggal 20 April. Jumlah itu naik drastis dibandingkan 688 unit di periode yang sama tahun lalu, sekaligus memecahkan rekor jumlah kilang tertinggi sejak Maret 2015.

Seperti diketahui, naiknya jumlah kilang aktif pada umumnya menjadi pemberat bagi harga minyak kontrak berjangka, seiring adanya indikasi produksi minyak mentah Negeri Paman Sam yang kuat ke depan. Padahal, saat ini produksi si emas hitam dari negara adidaya ini sudah berada di rekor tertinggi sepanjang sejarah dengan capaian 10,54 juta barel per hari (bph).

Hanya Rusia satu-satunya negara yang mampu mengungguli capaian tersebut, dengan tingkat produksi minyak mentah mencapai 11 juta bph.
Meskipun menunjukkan tanda-tanda pelemahan pagi ini, pasar minyak masih mendapat dukungan dari kuatnya permintaan, khususnya dari Asia.

Selain itu, dari sisi pasokan, Saudi berekspektasi kenaikan harga minyak hingga di atas US$80/barel untuk mendukung pencatatan perdana raksasa perminyakan Saudi Aramco di pasar saham.

Hal itu menjadi indikasi bahwa Negeri Padang Pasir, sebagai pemimpin OPEC, akan mengarahkan kebijakan pemangkasan produksi lebih ketat, meskipun saat ini stok minyak di negara-negara maju mulai terbatas.

Terlebih, kemarin Menteri Energi Arab Saudi Khalid-Al Falih menyatakan tidak terlena pada kenaikan harga minyak beberapa waktu terakhir, dan menyangkal bahwa OPEC sudah mencapai misinya. Hal ini semakin memperkuat masih akan berlanjutnya ikhtiar OPEC untuk mengetatkan produksi hingga akhir 2018.

"Kita harus bersabar. Kita tidak seharusnya bertindak terburu-buru, kita tidak boleh berpuas diri dan mendengarkan suara bahwa misi sudah tercapai,"tegas Al Falih pada CNBC International.

Kritikan keras Trump terhadap OPEC pada akhir pekan pun tergolong sebentar saja mempengaruhi harga minyak global. Seperti diketahui, mantan taipan properti itu tiba-tiba melemparkan kritikan pada Organisasi Negara-negara Penghasil Minyak (OPEC) atas tindakan pengurangan produksi minyak yang membuat harga minyak dunia melonjak tajam.

"Sepertinya OPEC melakukannya lagi. Dengan jumlah produksi minyak yang mencapai rekor di mana-mana, termasuk kapal-kapal penuh minyak di lautan, harga minyak yang sangat tinggi saat ini dibuat-buat! Tidak bagus dan tidak akan bisa diterima," tulis Trump di akun media sosial, Twitter-nya.

Menyusul cuitan Trump tersebut, harga minyak dunia langsung anjlok hingga 1%, di mana pelaku pasar menangkap bahwa hal itu menjadi indikasi bahwa Trump mampu melakukan intervensi pada kebijakan minyak dunia.

Namun, ternyata jatuhnya harga sang emas hitam tak berlangsung lama. Harga brent dan light sweet sama-sama mampu menguat di akhir sesi, dan akhirnya menutup perdagangan akhir pekan dengan tumbuh tipis di kisaran 0,3%.

Selain itu, aksi Trump untuk meninggalkan kesepakatan nuklir Iran, justru membuat orang no. 1 di AS itu serba salah. Sebagai catatan, dengan diterapkannya kembali sanksi terhadap Iran, maka dipastikan harga sang emas hitam akan terkerek naik, menyusul sentimen adanya gangguan pasokan dari Negeri Persia tersebut.

Harga minyak yang stabil menguat dapat menjadi energi positif bagi emiten-emiten dalam negeri, khususnya di sektor pertambangan. Namun, perlu dicatat bahwa bukan berarti risiko pelemahan harga minyak tidak menghantui.

Meski intervensi Trump terhadap kebijakan minyak dunia dinilai cenderung minim oleh para analis, tapi faktanya AS memang punya cadangan minyak melimpah yang bisa dipakai untuk mengguyur pasar kapan saja. Hanya perlu kebijakan frontal dari pemimpin impulsif seperti Trump untuk mengubah keadaan itu.

Selain itu, secara geopolitik, hubungan Saudi dan AS sebenarnya cukup dekat. Peluang Arab Saudi untuk melonggarkan skema pengetatan produksi minyaknya masih terbuka lebar, untuk menjaga hubungan baik dengan Negeri Paman Sam.

OPEC akan mengadakan pertemuan pada akhir Juni, untuk menentukan langkah selanjutnya dari kesepakatan pemangkasan produksi minyak, berdasarkan kondisi pasar global.


TIM RISET CNBC INDONESIA

(hps) Next Article Usai Serangan Iran ke Israel, Harga Minyak Dunia Tergelincir

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular