
Diwarnai Rupiah Anjlok, IHSG Masih Bisa Naik 1% Sepekan Ini
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
21 April 2018 12:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) terkoreksi 0,29% ke level 6.337,7 pada akhir pekan, dipicu oleh pelemahan mata uang Rupiah hingga 0,69% di pasar spot ke level Rp 13.875/dolar AS. Namun, selama sepekan IHSG masih mampu menguat hingga 1,07%.
Kenaikan IHSG dalam sepekan ini sejalan dengan performa bursa regional. Sebagai catatan, mayoritas bursa Asia mampu mencatat kenaikan dalam seminggu terakhir, di antaranya indeks Nikkei (+1,76%), KOSPI (+0,87%), Strait Times (+2,06%), dan KLCI Malaysia (1,03%).
Di sisi lain, indeks Shanghai dan Hang Seng harus ditutup melemah masing-masing sebesar -2,77% dan 1,27% pada pekan ini, utamanya dipicu oleh perkembangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Seperti diketahui, Kementerian Perdagangan AS melarang perusahaan-perusahaan dari negaranya menjual komponen ke ZTE Corp, produsen peralatan telekomunikasi China, selama tujuh tahun.
Pelarangan tersebut merupakan imbas dari kegagalan ZTE dalam mematuhi kesepakatan dengan pemerintahan AS setelah terbukti bersalah tahun lalu karena mengirimkan produknya secara ilegal ke Iran. Kemudian, AS juga diketahui tengah mempertimbangkan sanksi baru bagi China guna membalas kebijakan Negeri Tirai Bambu yang merugikan perusahaan-perusahaan teknologi asal AS yang berinvestasi di sana.
Dari perkembangan terbaru, kemarin Kementerian keuangan AS dikabarkan sedang mempertimbangkan penggunaan undang-undang darurat (emergency law) untuk membatasi investasi asal China pada sektor teknologi yang sensitif di AS.
Sementara itu, berdasarkan penelusuran Tim Riset CNBC Indonesia, ada setidaknya 4 sentimen positif yang mampu menyokong penguatan IHSG dalam sepekan ini.
1. Pertama, pemeringkat (rating agency) Moody's menaikkan peringkat surat utang Indonesia dari Baa3 ke Baa2 di awal pekan.
2. Kedua, rilis perdagangan internasional rilis data perdagangan internasional periode Maret 2018 yang secara mengejutkan mencatatkan surplus senilai US$ 1,09 miliar. Sepanjang bulan lalu, ekspor tercatat tumbuh sebesar 6,14% year-on-year (YoY), jauh lebih tinggi dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yakni pertumbuhan sebesar 0,8% YoY.
3. Ketiga, dalam tiga bulan pertama 2018, penerimaan negara dari perpajakan diumumkanmencapai Rp 262,4 triliun, atau naik 16,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, tanpa memperhitungkan pengampunan pajak atau tax amnesty.
Defisit keseimbangan primer juga mengalami perbaikan. Pada kuartal I-2018, defisit keseimbangan primer APBN adalah Rp 17,3 triliun. Sementara dalam periode yang sama tahun sebelumnya adalah Rp 38,7 triliun. Pada kuartal I-2016 lebih parah lagi, dengan defisit mencapai Rp 90,4 triliun.
4. Keempat, penguatan harga minyak dunia dalam sepekan terakhir memberikan energi positif bagi emiten-emiten di sektor pertambangan. Meroketnya harga minyak dunia dipicu oleh isu terbatasnya pasokan dari negara-negara produsen sang emas hitam utama di dunia.
Kabar buruknya, hantu bagi pergerakan IHSG datang dari pelemahan Rupiah yang mencapai 0,69% di pasar spot ke level Rp 13.875/dolar AS di akhir pekan. Titik ini menjadi yang terlemah sejak Januari 2016 silam. Terkoreksinya rupiah merupakan hasil dari kembali munculnya ketakutan atas kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve yang lebih agresif dari perkiraan
Mengutip Reuters, sebanyak 77% dari perusahaan anggota indeks S&P 500 yang telah mengumumkan kinerja keuangan sampai dengan Kamis pagi waktu setempat (19/4/2018) mencatatkan laba bersih yang lebih tinggi dari ekspektasi.
Lantas, kinerja yang positif dari para emiten ditakutkan akan mendorong inflasi terakselerasi lebih kencang dan memaksa the Federal bank sentral AS untuk menaikkan suku bunga acuan lebih dari 3 kali pada tahun ini.
Di sisi lain, Bank Indonesia ngotot menahan suku bunga acuan di angka 4,25%, di saat negara-negara tetangga seperti Malaysia, China, dan Singapura sudah mengikuti langkah the Fed dengan mengetatkan kebijakan moneternya.
Pelaku pasar lantas dibuat cemas akan terjadi capital outflow yang besar dari Indonesia ke AS ataupun ke negara-negara kawasan Asia yang telah mengetatkan kebijakan moneternya. Benar saja, pada perdagangan akhir pekan, investor asing melakukan jual bersih sebesar Rp 210,96 miliar di pasar saham.
(RHG/roy) Next Article Pasca Libur Lebaran, IHSG Anjlok
Kenaikan IHSG dalam sepekan ini sejalan dengan performa bursa regional. Sebagai catatan, mayoritas bursa Asia mampu mencatat kenaikan dalam seminggu terakhir, di antaranya indeks Nikkei (+1,76%), KOSPI (+0,87%), Strait Times (+2,06%), dan KLCI Malaysia (1,03%).
![]() |
Di sisi lain, indeks Shanghai dan Hang Seng harus ditutup melemah masing-masing sebesar -2,77% dan 1,27% pada pekan ini, utamanya dipicu oleh perkembangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Seperti diketahui, Kementerian Perdagangan AS melarang perusahaan-perusahaan dari negaranya menjual komponen ke ZTE Corp, produsen peralatan telekomunikasi China, selama tujuh tahun.
Dari perkembangan terbaru, kemarin Kementerian keuangan AS dikabarkan sedang mempertimbangkan penggunaan undang-undang darurat (emergency law) untuk membatasi investasi asal China pada sektor teknologi yang sensitif di AS.
Sementara itu, berdasarkan penelusuran Tim Riset CNBC Indonesia, ada setidaknya 4 sentimen positif yang mampu menyokong penguatan IHSG dalam sepekan ini.
1. Pertama, pemeringkat (rating agency) Moody's menaikkan peringkat surat utang Indonesia dari Baa3 ke Baa2 di awal pekan.
2. Kedua, rilis perdagangan internasional rilis data perdagangan internasional periode Maret 2018 yang secara mengejutkan mencatatkan surplus senilai US$ 1,09 miliar. Sepanjang bulan lalu, ekspor tercatat tumbuh sebesar 6,14% year-on-year (YoY), jauh lebih tinggi dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yakni pertumbuhan sebesar 0,8% YoY.
3. Ketiga, dalam tiga bulan pertama 2018, penerimaan negara dari perpajakan diumumkanmencapai Rp 262,4 triliun, atau naik 16,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, tanpa memperhitungkan pengampunan pajak atau tax amnesty.
Defisit keseimbangan primer juga mengalami perbaikan. Pada kuartal I-2018, defisit keseimbangan primer APBN adalah Rp 17,3 triliun. Sementara dalam periode yang sama tahun sebelumnya adalah Rp 38,7 triliun. Pada kuartal I-2016 lebih parah lagi, dengan defisit mencapai Rp 90,4 triliun.
4. Keempat, penguatan harga minyak dunia dalam sepekan terakhir memberikan energi positif bagi emiten-emiten di sektor pertambangan. Meroketnya harga minyak dunia dipicu oleh isu terbatasnya pasokan dari negara-negara produsen sang emas hitam utama di dunia.
Kabar buruknya, hantu bagi pergerakan IHSG datang dari pelemahan Rupiah yang mencapai 0,69% di pasar spot ke level Rp 13.875/dolar AS di akhir pekan. Titik ini menjadi yang terlemah sejak Januari 2016 silam. Terkoreksinya rupiah merupakan hasil dari kembali munculnya ketakutan atas kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve yang lebih agresif dari perkiraan
Mengutip Reuters, sebanyak 77% dari perusahaan anggota indeks S&P 500 yang telah mengumumkan kinerja keuangan sampai dengan Kamis pagi waktu setempat (19/4/2018) mencatatkan laba bersih yang lebih tinggi dari ekspektasi.
Lantas, kinerja yang positif dari para emiten ditakutkan akan mendorong inflasi terakselerasi lebih kencang dan memaksa the Federal bank sentral AS untuk menaikkan suku bunga acuan lebih dari 3 kali pada tahun ini.
Di sisi lain, Bank Indonesia ngotot menahan suku bunga acuan di angka 4,25%, di saat negara-negara tetangga seperti Malaysia, China, dan Singapura sudah mengikuti langkah the Fed dengan mengetatkan kebijakan moneternya.
Pelaku pasar lantas dibuat cemas akan terjadi capital outflow yang besar dari Indonesia ke AS ataupun ke negara-negara kawasan Asia yang telah mengetatkan kebijakan moneternya. Benar saja, pada perdagangan akhir pekan, investor asing melakukan jual bersih sebesar Rp 210,96 miliar di pasar saham.
(RHG/roy) Next Article Pasca Libur Lebaran, IHSG Anjlok
Most Popular