
Siap-siap, Wall Street Berpotensi Dibuka Menguat
Houtmand P Saragih & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 April 2018 17:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Wall Street berpotensi melanjutkan penguatan yang sudah dicatatkan kemarin (16/4/2018). Hal ini terlihat dari kontrak futures yang saat ini ditransaksikan menguat.
Kontrak futures indeks Dow Jones naik 170 poin pada saat pembukaan, sementara indeks S&P 500 dan Nasdaq masing-masing diimplikasikan naik sebesar 17 poin dan 62 poin.
Pada hari ini, ada beberapa data ekonomi penting yang akan menjadi perhatian pelaku pasar. Pertama, rilis data pembangunan rumah baru periode Maret. Kedua, rilis data pertumbuhan produksi industri periode Maret.
Rilis data-data tersebut akan menjadi pertimbangan Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) dalam melakukan normalisasi suku bunga acuan.
Kemudian, pelaku pasar akan kembali mencermati rilis laporan keuangan dari perusahaan-perusahaan yang melantai di Wall Street. Kemarin, laporan keuangan dari Netflix berhasil mengangkat kinerja Wall Street.
Pelaku pasar juga akan mencermati perkembangan dari kebijakan dagang antara AS dan China. AS diketahui tengah mempertimbangkan sanksi baru bagi China guna membalas kebijakan mereka yang merugikan perusahaan-perusahaan teknologi asal AS yang berinvestasi disana.
Seperti dikutip dari CNBC, perusahaan cloud-computing seperti Amazon dan Microsoft dipaksa untuk berkolaborasi dengan perusahaan China dan memberikan lisensi atas kekayaan intelektual yang dimiliki kepada mitranya tersebut. Menurut U.S. Trade Representative (USTR), langkah dari China tersebut telah mencegah perusahaan-perusahaan asal AS untuk beroperasi secara independen.
Rencana pengenaan sanksi baru tersebut lantas membuka lembaran baru atas panasnya hubungan kedua negara, pasca AS sebelumnya memberlakukan kebijakan bea masuk atas baja dan aluminium asal china, serta bea masuk atas produk-produk berteknologi tinggi.
Selain itu, perkembangan dari keluhan Presiden AS Donald Trump terhadap China dan Rusia yang dianggapnya sebagai manipulator nilai tukar akan menyita perhatian investor. "Rusia dan China memainkan permainan devaluasi nilai tukar disaat AS terus menaikkan suku bunga (acuan). Tak dapat diterima!", tulis Trump dalam sebuah twit yang diposting hari Senin malam (16/4/2018) waktu Indonesia.
Bukan tak mungkin tuduhan dari Trump ini akan berbuntut kepada kebijakan yang mengerikan. Pasalnya, hal yang sama telah kita lihat kala Trump menarik AS dari negosiasi blok dagang Trans Pacific Partnership (TPP) dan memberlakukan bea masuk bagi produk impor dari negara-negara mitra dagangnya.
Perkembangan geopolitik terkait hubungan antara AS dengan Iran beserta sekutunya yakni Rusia juga bisa menjadi penentuh arah pergerakan Wall Street. Jika kondisi kembali memanas seperti yang terjadi beberapa hari lalu, investor bisa melarikan diri dari instrumen-instrumen beresiko seperti saham dan beralih ke safe haven.
Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Kontrak futures indeks Dow Jones naik 170 poin pada saat pembukaan, sementara indeks S&P 500 dan Nasdaq masing-masing diimplikasikan naik sebesar 17 poin dan 62 poin.
Pada hari ini, ada beberapa data ekonomi penting yang akan menjadi perhatian pelaku pasar. Pertama, rilis data pembangunan rumah baru periode Maret. Kedua, rilis data pertumbuhan produksi industri periode Maret.
Kemudian, pelaku pasar akan kembali mencermati rilis laporan keuangan dari perusahaan-perusahaan yang melantai di Wall Street. Kemarin, laporan keuangan dari Netflix berhasil mengangkat kinerja Wall Street.
Pelaku pasar juga akan mencermati perkembangan dari kebijakan dagang antara AS dan China. AS diketahui tengah mempertimbangkan sanksi baru bagi China guna membalas kebijakan mereka yang merugikan perusahaan-perusahaan teknologi asal AS yang berinvestasi disana.
Seperti dikutip dari CNBC, perusahaan cloud-computing seperti Amazon dan Microsoft dipaksa untuk berkolaborasi dengan perusahaan China dan memberikan lisensi atas kekayaan intelektual yang dimiliki kepada mitranya tersebut. Menurut U.S. Trade Representative (USTR), langkah dari China tersebut telah mencegah perusahaan-perusahaan asal AS untuk beroperasi secara independen.
Rencana pengenaan sanksi baru tersebut lantas membuka lembaran baru atas panasnya hubungan kedua negara, pasca AS sebelumnya memberlakukan kebijakan bea masuk atas baja dan aluminium asal china, serta bea masuk atas produk-produk berteknologi tinggi.
Selain itu, perkembangan dari keluhan Presiden AS Donald Trump terhadap China dan Rusia yang dianggapnya sebagai manipulator nilai tukar akan menyita perhatian investor. "Rusia dan China memainkan permainan devaluasi nilai tukar disaat AS terus menaikkan suku bunga (acuan). Tak dapat diterima!", tulis Trump dalam sebuah twit yang diposting hari Senin malam (16/4/2018) waktu Indonesia.
Bukan tak mungkin tuduhan dari Trump ini akan berbuntut kepada kebijakan yang mengerikan. Pasalnya, hal yang sama telah kita lihat kala Trump menarik AS dari negosiasi blok dagang Trans Pacific Partnership (TPP) dan memberlakukan bea masuk bagi produk impor dari negara-negara mitra dagangnya.
Perkembangan geopolitik terkait hubungan antara AS dengan Iran beserta sekutunya yakni Rusia juga bisa menjadi penentuh arah pergerakan Wall Street. Jika kondisi kembali memanas seperti yang terjadi beberapa hari lalu, investor bisa melarikan diri dari instrumen-instrumen beresiko seperti saham dan beralih ke safe haven.
Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Most Popular