Volatilitas Tinggi, Investor Harus Jeli Manfaatkan Momentum

Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
11 April 2018 11:37
Sepanjang 2018, tim riset CNBC Indonesia mencatat ada 13 kali pergerakan IHSG (naik maupun turun) yang melampaui 1%.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Volatilitas IHSG dapat dikatakan begitu tinggi pada tahun ini. Sepanjang 2018, tim riset CNBC Indonesia mencatat ada 13 kali pergerakan IHSG (naik maupun turun) yang melampaui 1%.

Sepanjang 2017, total hanya mencapai 10 kali. Hal tersebut mengindikasikan betapa 'liarnya' pergerakan bursa saham dalam negeri pada tahun anjing tanah. Suatu waktu IHSG bisa memberikan imbal hasil yang begitu tinggi, tetapi di lain waktu kerugian yang harus ditanggung oleh investor juga tak kalah besar.

Volatilitas IHSG yang tinggi dipicu oleh pergerakan bursa saham Amerika Serikat (AS) alias Wall Street yang sedang bergejolak. Sepanjang 2017, total hanya ada 8 kali pergerakan indeks S&P 500 yang melebihi 1%. Namun, jumlahnya naik hingga lebih dari 3 kali lipat menjadi 28 sepanjang tahun ini.

Sepanjang tahun 2017, indeks S&P 500 secara konstan mencatatkan kenaikan sehingga volatilitasnya tak tinggi, walaupun sentimen sebenarnya tak melulu positif. Sepanjang 2017 pasar saham juga ikut diramaikan oleh berbagai isu geopolitik seperti uji coba senjata nuklir oleh Korea Utara, proses negosiasi Brexit yang berjalan lambat dan alot, serta pengakuan AS terhadap yerusalem sebagai ibu kota dari Israel.

Seluruh isu negatif dapat diimbangi oleh optimisme atas kebijakan pemotongan pajak korporasi (dari 35% menjadi 21%) yang pada akhirnya benar-benar disahkan pada bulan Desember. Bahkan, kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve yang sebanyak 3 kali seolah diabaikan oleh investor.

Memasuki 2018, situasi berubah 180 derajat. Sentimen positif dari pemotongan pajak korporasi telah selesai di price-in sepanjang 2017.

Lantas, investor mulai mencermati langkah normalisasi yang akan dilakukan oleh the Fed. Ketakutan bahwa sang bank sentral akan menaikkan suku bunga acuan secara lebih kencang membuat pelaku pasar begtu grogi. Begitu ada indikasi the Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak 4 kali, aksi jual dilakukan secara besar-besaran. Sebaliknya, begitu indikasi yang beredar adalah kenaikan sebanyak 3 kali, pasar saham ikut naik kencang.

Momentum
Dalam waktu dekat, sepertinya kondisi ini belum akan berubah. Pasalnya, nampak belum akan ada sentimen positif sekuat pemotongan pajak korporasi yang bisa meredam volatilitas pasar saham AS; isu eksternal seperti perkembangan kebijakan dagang China dan AS serta pertemuan Trump dan Kim Jong Un masih akan menjadi fokus utama.

Ditengah kondisi seperti saat ini, memanfaatkan momentum menjadi hal yang sangat penting khususnya bagi investor jangka pendek alias trader. Pasalnya, sekali saja salah mengambil keputusan, kerugian yang ditanggung bisa besar mengingat volatilitas pasar yang tinggi.

Nampaknya, saat ini saham-saham perbankan merupakan pilihan terbaik bagi investor. Pasalnya, indeks sektor jasa keuangan hanya naik tipis sebesar 0,16% sepanjang bulan ini, terendah jika dibandingkan 9 sektor saham lainnya. Dalam dua hari terakhir, terlihat investor mulai melakukan aksi beli pada saham-saham emiten perbankan, terutama yang berada dalam kategori BUKU IV.

Jika sentimen dalam beberapa hari ke depan positif, saham-saham emiten perbankan nampak masih akan menjadi buruan investor, terlebih jika laporan keuangan kuartal 1 yang tidak lama lagi diumumkan ternyata menggembirakan.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank) Next Article Penampakan 'Setan' Tapering Makin Nyata, Wall Street Panik!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular