Harga Minyak Naik Dipicu Kenaikan Tensi Politik Timteng

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
11 April 2018 09:52
Sementara itu, light sweet kontrak pengiriman Mei 2018 juga naik 3,29% ke US$65,51/barel.
Foto: REUTERS/Andy Buchanan
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak ditutup menguat signifikan pada perdagangan kemarin, seiring dengan memanasnya tensi di Timur Tengah memberikan sentimen akan terganggunya pasokan minyak global.

Pada penutupan perdagangan hari Selasa (10/4), harga minyak Brent kontrak pengiriman Juni 2018 menguat 3,48% ke US$71,04/barel, capaian tertingginya pada tahun ini. Sementara itu, light sweet kontrak pengiriman Mei 2018 juga naik 3,29% ke US$65,51/barel.

Perkembangan konflik Suriah menjadi faktor psikologis yang mendorong kenaikan harga minyak kemarin. Presiden AS Donald Trump menjanjikan balasan keras atas serangan senjata kimia kepada warga sipil yang disebut-sebut dilakukan oleh rezim Bashar al-Assad.

Perkembangan ini bisa mendorong AS keluar dari kesepakatan nuklir dengan Iran, yang merupakan pendukung pemerintahan al-Assad. Artinya, sanksi terhadap Iran bisa kembali diterapkan sehingga memukul industri minyak di Negeri Persia.

Sentimen positif juga datang dari pidato Presiden China Xi Jinping yang disampaikan dalam Boao Forum kemarin (10/4/2018). Dalam pidatonya, Xi mengungkapkan rencananya untuk semakin membuka perekonomian China kepada dunia.

Untuk mewujudkan hal tersebut, China berencana menurunkan bea impor bagi mobil dan produk-produk lainnya secara signifikan. Lebih lanjut, China juga akan memberikan kepastian hukum terkait dengan kepemilikan kekayaan intelektual dari perusahaan asing yang berinvestasi di negaranya, serta memperbaiki iklim investasi bagi perusahaan asing.

Ketakutan pelaku pasar bahwa Xi akan mengeluarkan pernyataan yang keras terhadap AS seperti yang sudah dilakukan oleh anggota pemerintahannya, nyatanya tak terbukti. Presiden AS Donald Trump bahkan tak segan memuji pidato Xi tersebut.

"Sangat berterima kasih kepada Presiden Xi atas kata-kata yang positif terkait tarif dan halangan-halangan (ekspor) mobil. Juga, pencerahannya atas kekayaan intelektual dan transfer teknologi. Kami akan membuat perkembangan yang baik bersama-sama!" tegas Trump dalam postingannya di media sosial Twitter.

Perkembangan ini merupakan sentimen positif harga minyak, seiring meredanya perang dagang antara Negeri Paman Sam dan Negeri Tirai Bambu. Pasalnya, jika perekonomian dunia menjadi lesu akibat perang dagang, permintaan atas minyak mentah sebagai sumber energi utama dipastikan akan ikut turun.

Namun demikian, dari sisi fundamental, harga minyak sebenarnya masih rawan koreksi. American Petroleum Institute (API) hari ini melaporkan bahwa cadangan minyak AS meningkat sebesar 1,8 juta barel dalam sepekan hingga tanggal 6 April.

Capaian tersebut jauh melampaui ekspektasi analis yang memprediksi penurunan sebesar 189.000 barel. Data resmi dari pemerintah AS dijadwalkan dirilis pada malam ini, pukul 21.30 WIB.

Terlebih, kemarin US Energy Information Administration (EIA) menyatakan bahwa produksi minyak mentah domestik diestimasi meningkat lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya, pada tahun 2019. Hal itu didorong oleh kuatnya produksi shale oil di Negeri Paman Sam.

Kemarin, EIA memprediksikan produksi minyak mentah akan meningkat sebesar 750.000 barel per hari (bph) menjadi 11,44 juta bph pada tahun depan. Padahal bulan lalu, lembaga tersebut hanya memproyeksikan kenaikan produksi sebesar 570.000 bph menjadi 11,27 juta bph, pada 2019.

Hal itu lantas menjadi pemberat penguatan harga minyak pada pagi ini. Hingga pukul 09.15 WIB, harga minyak jenis brent mulai terkoreksi 0,44% ke US$70,73, sementara light sweet melemah 0,24% ke US$65,35/barel.
(hps) Next Article Stok AS Capai Rekor Tertinggi, Harga Minyak Jatuh Lemas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular