
Harga Minyak Naik Tipis, Saat Batu Bara Anjlok Dalam
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
03 April 2018 11:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak global menguat terbatas pagi ini, seiring potensi pelambatan produksi minyak mentah Negeri Paman Sam dapat mengurangi sentimen negatif yang datang dari Rusia dan Timur Tengah. Hingga pukul 09.43 WIB, harga minyak light sweet kontrak pengiriman Mei 2018 naik 0,27% ke US$63,18/barel, sementara Brent kontrak pengiriman Juni 2018 juga menguat 0,28% ke US$ 67,83/barel.
Pada penutupan perdagangan kemarin harga light sweet ditutup melemah hingga 2,97% ke US$ 63,18/barel, sementara brent malah terkoreksi lebih parah sebesar 3,74% ke US$ 67,64. Beberapa sentimen negatif menjadi pemberat harga minyak kemarin.
Pertama, produksi minyak Rusia, produsen minyak terbesar di dunia, tercatat sebesar 10,97 juta barel per hari (bph). Catatan itu naik dari capaian bulan Februari sebesar 10,95 juta bph, dan merupakan angka tertinggi dalam 11 bulan terakhir.
Kedua, Arab Saudi, sebagai salah satu eksportir minyak terbesar di dunia, berencana untuk memangkas harga untuk seluruh jenis minyak mentah yang dijual di Asia, pada Bulan Mei. Rencana itu mengacu pada turunnya harga minyak mentah Dubai yang menjadi harga acuan di Timur Tengah.
Namun demikian, pergerakan harga minyak pagi ini mendapatkan energi positif dari ekspektasi berkurangnya produksi minyak Amerika Serikat (AS) seiring dengan turunnya aktivitas pengeboran minyak di negara adidaya tersebut. Data cadangan dan produksi minyak mentah AS dijadwalkan diumumkan pada esok hari pukul 21.30 WIB.
Pada akhir pekan lalu, perusahaan jasa energi Baker Hughes melaporkan penurunan jumlah kilang aktif di AS sebanyak 7 unit dalam sepekan hingga tanggal 29 Maret, sehingga total jumlah kilang aktif di Negeri Paman Sam saat ini tercatat sejumlah 797 unit. Penurunan ini merupakan yang pertama kalinya sejak tiga minggu terakhir.
Sementara itu, harga emas bergerak sedikit menurun pada pagi ini setelah menguat cukup signifikan pada perdagangan kemarin. Harga sang logam mulia terkoreksi 0,30% ke US$ 1.342,90/troy ounce hingga pukul 10.20 WIB hari ini, padahal harga emas mampu menguat hingga 1,46% kemarin.
Sentimen positif bagi harga emas sehari lalu masih datang dari resminya China mengenakan bea masuk baru terhadap 128 barang impor dari Amerika Serikat (AS), termasuk daging babi dan buah-buahan, senilai US$3 miliar (Rp 41,2 triliun). Berita itu kembali mengobarkan kekhawatiran akan terjadinya perang dagang, sehingga mendorong investor kembali melirik instrument safe haven seperti emas.
Dari komoditas tambang, harga batu bara ICE Newcastle Futures melemah signifikan hingga 4,30% ke US$ 92,25/ton kemarin, mengikuti anjloknya harga minyak. Nilai itu merupakan harga batu bara terendah di sepanjang tahun ini. Selain akibat memanasnya tensi perang dagang, kontraksi harga batu bara juga dipicu oleh Presiden China Xi Jinping yang memberikan arahan untuk memangkas penggunaan batu bara dan meningkatkan konsumsi energi bersih.
Dari komoditas agrikultur, harga Crude Palm Oil (CPO) untuk kontrak pengiriman Juni 2018 ditutup menguat 1,36% ke MYR 2.458/ton pada perdagangan kemarin. Sayangnya, penguatan harga CPO tak diikuti oleh harga karet, dimana kemarin harga karet melemah 0,91% ke JPY 173,3/kg.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(hps) Next Article Drama Harga Minyak, Bagaimana Nasib RI?
Pada penutupan perdagangan kemarin harga light sweet ditutup melemah hingga 2,97% ke US$ 63,18/barel, sementara brent malah terkoreksi lebih parah sebesar 3,74% ke US$ 67,64. Beberapa sentimen negatif menjadi pemberat harga minyak kemarin.
Pertama, produksi minyak Rusia, produsen minyak terbesar di dunia, tercatat sebesar 10,97 juta barel per hari (bph). Catatan itu naik dari capaian bulan Februari sebesar 10,95 juta bph, dan merupakan angka tertinggi dalam 11 bulan terakhir.
Namun demikian, pergerakan harga minyak pagi ini mendapatkan energi positif dari ekspektasi berkurangnya produksi minyak Amerika Serikat (AS) seiring dengan turunnya aktivitas pengeboran minyak di negara adidaya tersebut. Data cadangan dan produksi minyak mentah AS dijadwalkan diumumkan pada esok hari pukul 21.30 WIB.
Pada akhir pekan lalu, perusahaan jasa energi Baker Hughes melaporkan penurunan jumlah kilang aktif di AS sebanyak 7 unit dalam sepekan hingga tanggal 29 Maret, sehingga total jumlah kilang aktif di Negeri Paman Sam saat ini tercatat sejumlah 797 unit. Penurunan ini merupakan yang pertama kalinya sejak tiga minggu terakhir.
Sementara itu, harga emas bergerak sedikit menurun pada pagi ini setelah menguat cukup signifikan pada perdagangan kemarin. Harga sang logam mulia terkoreksi 0,30% ke US$ 1.342,90/troy ounce hingga pukul 10.20 WIB hari ini, padahal harga emas mampu menguat hingga 1,46% kemarin.
Sentimen positif bagi harga emas sehari lalu masih datang dari resminya China mengenakan bea masuk baru terhadap 128 barang impor dari Amerika Serikat (AS), termasuk daging babi dan buah-buahan, senilai US$3 miliar (Rp 41,2 triliun). Berita itu kembali mengobarkan kekhawatiran akan terjadinya perang dagang, sehingga mendorong investor kembali melirik instrument safe haven seperti emas.
Dari komoditas tambang, harga batu bara ICE Newcastle Futures melemah signifikan hingga 4,30% ke US$ 92,25/ton kemarin, mengikuti anjloknya harga minyak. Nilai itu merupakan harga batu bara terendah di sepanjang tahun ini. Selain akibat memanasnya tensi perang dagang, kontraksi harga batu bara juga dipicu oleh Presiden China Xi Jinping yang memberikan arahan untuk memangkas penggunaan batu bara dan meningkatkan konsumsi energi bersih.
Dari komoditas agrikultur, harga Crude Palm Oil (CPO) untuk kontrak pengiriman Juni 2018 ditutup menguat 1,36% ke MYR 2.458/ton pada perdagangan kemarin. Sayangnya, penguatan harga CPO tak diikuti oleh harga karet, dimana kemarin harga karet melemah 0,91% ke JPY 173,3/kg.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(hps) Next Article Drama Harga Minyak, Bagaimana Nasib RI?
Most Popular