
Dolar AS Dapat Momentum Penguatan, Rupiah Melemah Tipis
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
29 March 2018 09:02

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan pagi ini dibuka melemah tipis. Greenback mendapat momentum penguatan seiring kembalinya sentimen perang dagang, kenaikan kebutuhan valas korporasi jelang akhir kuartal I, dan rilis data terbaru di AS.
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Kamis (29/3/2018), US$ 1 dibuka pada posisi Rp 13.762. Rupiah melemah tipis 0,01% dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya.
Pelemahan rupiah tidak lepas dari keperkasaan dolar AS. Dollar Index, yang menggambarkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama, dibuka pada posisi 90,06. Menguat tipis 0,01% dibandingkan dengan penutupan sebelumnya.
Penguatan terhadap dolar tidak terelakan setelah potensi perang dagang kembali memanas setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mempertimbangkan untuk membatasi investasi China di perusahaan-perusahaan teknologi Negeri Paman Sam. Walaupun sebenarnya ini bukan merupakan hal baru (sebelumnya, Trump telah memblokir rencana akuisisi Broadcom atas Qualcomm karena khawatir China akan mengalahkan AS dalam produksi semikonduktor), investor telah berhasil dipaksa bermain aman lagi dengan melepas aset-aset beresiko.
Selain itu, jelang akhir kuartal biasanya ada peningkatan kebutuhan valas yang bersifat musiman. Perusahaan-perusahaan asing akan menyetorkan dividen ke prinsipal di negara asalnya, sehingga permintaan valas naik.
Faktor lain yang mendorong apresiasi dolar AS adalah rilis data ekonomi terbaru. Pertumbuhan ekonomi AS kuartal IV-2017 (pembacaan terakhir) tercatat sebesar 2,9% year on year (YoY), naik dari pembacaan sebelumnya yaitu 2,5% YoY. Pencapaian tersebut melampaui konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 2,7% YoY.
Secara tahunan, AS membukukan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,3% YoY pada 2017. Lebih cepat dari capaian 2016 sebesar 1,5% YoY.
Pertumbuhan ekonomi AS disokong oleh pertumbuhan konsumsi (berkontribusi lebih 2/3 dari ekonomi AS) yang direvisi menjadi 4% YoY, dari pembacaan sebelumnya sebesar 3,8% YoY. Capaian tersebut merupakan laju tercepat sejak tahun 2014.
Data ini seakan memberi alarm bahwa The Federal Reserve/The Fed menaikkan suku bunga acuan dengan lebih agresif. Artinya, kartu kenaikan suku bunga acuan empat kali sepanjang 2018 kembali muncul di atas meja.
Kenaikan suku bunga acuan akan berdampak positif bagi mata uang, karena ekspektasi inflasi ke depan bisa terjangkar. Tidak terkecuali dolar AS, yang mendapat suntikan tenaga tiap kali ada kabar soal kenaikan suku bunga, apalagi secara agresif.
Kombinasi antara kekhawatiran perang dagang, peningkatan kebutuhan valas korporasi, plus data pertumbuhan ekonomi AS menyebabkan permintaan greenback meningkat. Maka tidak heran mata uang ini bergerak menguat.
Tidak hanya rupiah, mata uang di kawasan pun cenderung melemah terhadap dolar AS. Mengutip Reuters, berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang Asia di hadapan greenback:
TIM CNBC INDONESIA
![]() |
![]() |
Selain itu, jelang akhir kuartal biasanya ada peningkatan kebutuhan valas yang bersifat musiman. Perusahaan-perusahaan asing akan menyetorkan dividen ke prinsipal di negara asalnya, sehingga permintaan valas naik.
Faktor lain yang mendorong apresiasi dolar AS adalah rilis data ekonomi terbaru. Pertumbuhan ekonomi AS kuartal IV-2017 (pembacaan terakhir) tercatat sebesar 2,9% year on year (YoY), naik dari pembacaan sebelumnya yaitu 2,5% YoY. Pencapaian tersebut melampaui konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 2,7% YoY.
Secara tahunan, AS membukukan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,3% YoY pada 2017. Lebih cepat dari capaian 2016 sebesar 1,5% YoY.
Pertumbuhan ekonomi AS disokong oleh pertumbuhan konsumsi (berkontribusi lebih 2/3 dari ekonomi AS) yang direvisi menjadi 4% YoY, dari pembacaan sebelumnya sebesar 3,8% YoY. Capaian tersebut merupakan laju tercepat sejak tahun 2014.
Data ini seakan memberi alarm bahwa The Federal Reserve/The Fed menaikkan suku bunga acuan dengan lebih agresif. Artinya, kartu kenaikan suku bunga acuan empat kali sepanjang 2018 kembali muncul di atas meja.
Kenaikan suku bunga acuan akan berdampak positif bagi mata uang, karena ekspektasi inflasi ke depan bisa terjangkar. Tidak terkecuali dolar AS, yang mendapat suntikan tenaga tiap kali ada kabar soal kenaikan suku bunga, apalagi secara agresif.
Kombinasi antara kekhawatiran perang dagang, peningkatan kebutuhan valas korporasi, plus data pertumbuhan ekonomi AS menyebabkan permintaan greenback meningkat. Maka tidak heran mata uang ini bergerak menguat.
Tidak hanya rupiah, mata uang di kawasan pun cenderung melemah terhadap dolar AS. Mengutip Reuters, berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang Asia di hadapan greenback:
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 106,68 | +0,15 |
Yuan China | 6,29 | -0,26 |
Won Korsel | 1,066.30 | -0,26 |
Dolar Taiwan | 29,14 | -0,01 |
Rupee India | 65,15 | -0,32 |
Dolar Singapura | 1.31 | -0,05 |
Ringgit Malaysia | 3.86 | -0,08 |
Bath Thailand | 31,24 | +0,10 |
Peso Filipina | 52,27 | +0,02 |
TIM CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular