
Kenapa Rupiah Kian Tertekan Terhadap Won? Trump dan K-Pop!
Alfado Agustio & Arif Gunawan, CNBC Indonesia
28 March 2018 11:59

Jakarta, CNBC Indonesia - Tantangan pemerintah untuk mengatasi defisit neraca perdagangan terhadap Korea Selatan (Korsel) tahun ini berpotensi kian sulit, hingga memicu pelemahan nilai tukar rupiah terhadap won.
Secara tahun berjalan (year to date), nilai tukar rupiah terdepresiasi hingga 0,6% terhadap won. Jika dihitung secara tahunan (year on year), besaran depreasiasi itu nyaris mencapai 7%.
Jika ditelisik lebih jauh, setidaknya ada dua faktor fundamental yang berpeluang terus menekan kurs rupiah terhadap won. Pertama, proteksionisme Amerika Serikat (AS) dan kedua, K-Pop.
Meski Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan akan mengecualikan negara-negara sekutunya dari kebijakan tarif impor, tetapi kuota impor baja Korsel dipangkas menjadi hanya 70% dari 3,8 juta ton menjadi 2,7 juta ton.
AS saat ini adalah pasar terbesar ketiga baja dari negeri ginseng. Selain itu, menurut data kementerian Perdagangan Korsel per 2017, AS merupakan mitra dagang terbesar diikuti China, Vietnam, Jepang dan Uni Eropa.
Pemangkasan kuota tersebut akan memaksa Korsel mengalihkan pasar bajanya ke negara lain yang lebih potensial, salah satunya Indonesia. Produk baja saat ini bercokol di lima besar produk Korsel yang diimpor bangsa ini.
Secara umum, Korsel saat ini bercokol di posisi ke-7 dari 10 besar mitra dagang Indonesia per Desember 2017. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan nilai perdagangan kedua negara mencapai US$14 miliar.
Pelemahan rupiah kian memperkuat daya saing produk Korsel, yang bisa memicu kenaikan ekspornya ke Indonesia dan otomatis memperlebar defisit perdagangan Indonesia terhadap negara tersebut, yang saat ini telah menembus US$2 miliar.
Di luar produk baja, ekspansi Korsel di bidang industri kreatif selama ini memicu banjirnya produk Korsel ke pasar dunia, termasuk Indonesia. Berdasarkan data Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD), pertumbuhan ekspor produk budaya negeri ginseng secara global di tahun 2016 meningkat 27% dari tahun sebelumnya.
Sebagai contoh, pada 2017 Indonesia menggelar setidaknya sepuluh konser K-Pop, belum termasuk jumpa fans dengan aktor-aktris Korea lainnya. Mengacu pada honor boyband Wanna One yang mencapai Rp 20 miliar, maka setidaknya ada Rp 200 miliar devisa yang mengalir ke Korsel. Ini belum memasukkan hitungan perniagaan produk industri kreatif Korsel ke Indonesia mulai dari album, film, kosmetik, hingga merchandise.
Saat ini, produk Korsel masuk menyentuh pasar anak muda penggemar K-Pop melalui gerai Lotte Mart, yang porsi produk impornya mencapai 30% dari yang dijajakan di mallnya di Indonesia. Manajemen Lotte baru-baru ini menjanjikan akan ada 100.000 produk Korsel yang bisa diakses lewat e-commerce iLotte di Indonesia.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Sejauh ini, ekspansi produk budaya Indonesia ke Korsel cenderung sepi terlihat dari nyaris tidak adanya ikon produk industri kreatif nasional yang menemukan pasarnya di Korsel. Tidak heran, defisit perdagangan Indonesia terhadap Korsel terus meningkat, terakhir mencapai US$2 miliar pada 2017.
Karenanya, jika ingin rupiah menguat tanpa menyedot devisa negara akibat intervensi besar-besaran Bank Indonesia (BI), solusinya sederhana-jika tak mau dibilang klasik-yakni perkuat daya saing manufaktur, dan perkuat branding industri kreatif ke pasar Korsel seperti jamu, karya seni, dan makanan khas Indonesia.***
(ags/ags) Next Article Terima Kasih Negeri K-Pop, Rupiah Tak Jadi yang Terlemah!
Secara tahun berjalan (year to date), nilai tukar rupiah terdepresiasi hingga 0,6% terhadap won. Jika dihitung secara tahunan (year on year), besaran depreasiasi itu nyaris mencapai 7%.
Jika ditelisik lebih jauh, setidaknya ada dua faktor fundamental yang berpeluang terus menekan kurs rupiah terhadap won. Pertama, proteksionisme Amerika Serikat (AS) dan kedua, K-Pop.
AS saat ini adalah pasar terbesar ketiga baja dari negeri ginseng. Selain itu, menurut data kementerian Perdagangan Korsel per 2017, AS merupakan mitra dagang terbesar diikuti China, Vietnam, Jepang dan Uni Eropa.
![]() |
Secara umum, Korsel saat ini bercokol di posisi ke-7 dari 10 besar mitra dagang Indonesia per Desember 2017. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan nilai perdagangan kedua negara mencapai US$14 miliar.
![]() |
Di luar produk baja, ekspansi Korsel di bidang industri kreatif selama ini memicu banjirnya produk Korsel ke pasar dunia, termasuk Indonesia. Berdasarkan data Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD), pertumbuhan ekspor produk budaya negeri ginseng secara global di tahun 2016 meningkat 27% dari tahun sebelumnya.
Sebagai contoh, pada 2017 Indonesia menggelar setidaknya sepuluh konser K-Pop, belum termasuk jumpa fans dengan aktor-aktris Korea lainnya. Mengacu pada honor boyband Wanna One yang mencapai Rp 20 miliar, maka setidaknya ada Rp 200 miliar devisa yang mengalir ke Korsel. Ini belum memasukkan hitungan perniagaan produk industri kreatif Korsel ke Indonesia mulai dari album, film, kosmetik, hingga merchandise.
Saat ini, produk Korsel masuk menyentuh pasar anak muda penggemar K-Pop melalui gerai Lotte Mart, yang porsi produk impornya mencapai 30% dari yang dijajakan di mallnya di Indonesia. Manajemen Lotte baru-baru ini menjanjikan akan ada 100.000 produk Korsel yang bisa diakses lewat e-commerce iLotte di Indonesia.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Sejauh ini, ekspansi produk budaya Indonesia ke Korsel cenderung sepi terlihat dari nyaris tidak adanya ikon produk industri kreatif nasional yang menemukan pasarnya di Korsel. Tidak heran, defisit perdagangan Indonesia terhadap Korsel terus meningkat, terakhir mencapai US$2 miliar pada 2017.
Karenanya, jika ingin rupiah menguat tanpa menyedot devisa negara akibat intervensi besar-besaran Bank Indonesia (BI), solusinya sederhana-jika tak mau dibilang klasik-yakni perkuat daya saing manufaktur, dan perkuat branding industri kreatif ke pasar Korsel seperti jamu, karya seni, dan makanan khas Indonesia.***
(ags/ags) Next Article Terima Kasih Negeri K-Pop, Rupiah Tak Jadi yang Terlemah!
Most Popular