Penguatan IHSG Sesi I Tidak Didukung Investor Asing

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
27 March 2018 12:46
Sebanyak sembilan dari 10 sektor yang merupakan komponen IHSG kompak berada di zona hijau, dipimpin oleh sektor barang konsumsi yang naik hingga 1,5%.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - IHSG ditutup menguat 0,55% ke level 6.233,99 poin pada akhir sesi 1. Sebanyak sembilan dari 10 sektor yang merupakan komponen IHSG kompak berada di zona hijau, dipimpin oleh sektor barang konsumsi yang naik hingga 1,5%.

Transaksi berlangsung relatif sepi yaitu senilai Rp 3,77 triliun dengan volume sebanyak 5,6 miliar saham. Frekuensi perdagangan adalah sebanyak 225.265 kali.

Penguatan IHSG senada dengan bursa saham utama di kawasan regional yang juga diperdagangkan menguat: indeks Nikkei naik 2,29%, indeks Shanghai naik 0,97%, indeks Hang Seng naik 0,91%, indeks Strait Times naik 0,53%, indeks Kospi naik 0,56%, indeks SET (Thailand) naik 0,33%, dan indeks KLCI (Malaysia) naik 0,25%.

Sentimen positif bagi IHSG dan bursa saham regional datang dari mencairnya hubungan antara AS dan China. Sebagai upaya untuk mengurangi surplus perdagangannya dengan AS, China dikabarkan menawarkan untuk membeli lebih banyak semikonduktor dari AS dengan cara mengurangi pembelian dari beberapa negara seperti Korea Selatan dan Taiwan.

Memang, deifist perdagangan antara AS dan China merupakan salah satu hal yang sering dikeluhkan oleh Trump, serta melandasi pengenaan bea masuk atas impor baja dan aluminium dari negeri panda tersebut. Etikat baik China itu lantas membuka kemungkinan bahwa China akan mendapat perlakuan yang sama dengan Korea Selatan, yaitu dikecualikan dari kebijakan bea masuk atas impor baja dan aluminium.

Sebelumnya, AS telah membebaskan Korea dari bea masuk baja dan aluminium dengan syarat produsen otomotif AS diperbolehkan mengirim 50.000 kendaraan yang memenuhi standar keamanan AS per produsen setiap tahunnya ke negeri gingseng. Jumlah tersebut meningkat dari sebelumnya 25.000 kendaraan.

Tak sampai disitu, China dikabarkan tengah bekerja sama dengan AS dalam membuka akses yang lebih luas bagi AS terhadap korporasi-korporasi di China. Hal ini kemungkinan ditujukan untuk menjawab kebijakan pengenaan bea masuk atas produk impor berteknologi tinggi asal China senilai US$ 60 miliar atau sekitar Rp 824 triliun.

Kebijakan tersebyt sebelumnya diambil AS dengan maksud 'menghukum' China atas praktik perdagangannya yang disebut oleh pemerintahan Trump mencuri hak kekayaan intelektual perusahaan-perusahaan AS.

Dari dalam negeri, investor gencar memburu saham-saham barang konsumsi lantaran koreksinya yang sudah cukup besar sepanjang tahun. Secara year-to-date (YTD) sampai dengan penutupan perdagangan kemarin (26/3/2018), sektor barang konsumsi telah anjlok hingga 9,61%, ketiga terbesar setelah sektor aneka industri (-10,88%) dan sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi (-10,13%).

Kemudian, kenaikan harga minyak mentah dunia menjadi sentimen positif bagi saham-saham sektor pertambangan (+0,67%). Hingga akhir sesi 1, harga minyak mentah WTI menguat 0,43% ke level US$ 65,83/barel, sementara brent menguat 0,26% ke level US$ 70.3/barel.

Meredanya kekhawatiran terkait perang dagang membuka ruang bagi harga minyak untuk melanjutkan penguatannya. Jika perang dagang terjadi, ekonomi global dipastikan akan lesu dan permintaan atas minyak mentah sebagai sumber energi utama akan berkurang. Kini, investor memiliki ekspektasi bahwa permintaan akan tetap kuat.

Saham-saham yang berkontribusi paling besar terhadap penguatan IHSG diantaranya: PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+1,03), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+1,29), PT Mayora Indah Tbk/MYOR (+4,93%), PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (+3,57%), dan PT Astra International Tbk/ASII (+0,69%).

Investor Asing
Sisi negatifnya, investor asing belum berhenti melepas kepemilikannya atas saham-saham domestik. Sampai dengan akhir sesi 1, jual bersih investor asing mencapai Rp 358,81 miliar. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 124,34 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 105,14 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 55,08 miliar), PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk/HMSP (Rp 54,09 miliar), dan PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 29,92 miliar) merupakan saham-saham yang paling banyak dilepas oleh investor asing.

Terlepas dari ketakutan atas perang dagang yang mulai mereda, investor asing nampak masing sangat berhati-hati dalam mengalokasikan dananya ke dalam aset-aset beresiko. Sebab, berbagai resiko sebenarnya masih menghantui pasar keuangan dunia.

Terkait perang dagang, walaupun pembicaraan antara AS dan China sudah dimulai, namun belum ada kesepakatan yang ditandatangani kedua belah pihak. Jika salah satu pihak merasa tidak puas nantinya dalam proses negosiasi, bukan tak mungkin Donald Trump selaku Presiden AS kembali memasang sikap protektif bagi negaranya.

Kemudian, tensi geopolitik dunia kembali memanas kemarin, pasca lebih dari 100 diplomat asal Rusia diusir oleh AS, Kanada, Ukraina, dan negara-negara Uni Eropa terkait dengan dugaan keterlibatan Rusia dalam pembunuhan mantan mata-matanya di Inggris menggunakan racun.

Di Spanyol, kondisi politik juga masih panas pasca kepolisian wilayah Jerman menahan mantan Presiden Katalunya, Carles Puigdemont. Penangkapan ini datang menyusul surat perintah penangkapan yang dikeluarkan Pengadilan Tinggi Spanyol.

Tak hanya Puidgemont, surat perintah penangkapan juga diterbitkan untuk 12 orang lainnya dengan dakwaan pemberontakan atas keterlibatan mereka dalam upaya percobaan memerdekakan Katalunya yang akhirnya gagal pada tahun lalu.

Terakhir, investor ikut dibuat bingung oleh kabar kunjungan Pimpinan Korea Utara Kim Jong-Un Ke China, tepatnya Beijing. Walaupun kebenaran dari berita tersebut belum dapat dipastikan hingga saat ini.

Investor mulai bertanya-tanya tentang maksud dan tujuan kunjungan tersebut. Pasalnya, Kim Jong-Un sebelumnya belum pernah mengunjungi pimpinan negara lainnya semenjak menjabat pada 2011 silam.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(hps) Next Article Pasca Libur Lebaran, IHSG Anjlok

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular