Bursa Asia Anjlok, Investor Khawatir Perang Dagang Berkecamuk

Tito Bosnia, CNBC Indonesia
23 March 2018 17:18
Pernyataan Trump tersebut langsung direspons pemerintah China.
Foto: REUTERS/Toru Hanai
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Asia ditutup anjlok dampak kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang memberlakukan tarif impor yang tinggi pada produk China. Pernyataan Trump tersebut langsung direspons pemerintah China.

Dilansir dari AFP, tiga indeks utama Wall Street anjlok pasca pernyataan tersebut, dengan semua tiga indeks utama terkoreksi dalam antara 2,4% hingga 2,9% dan menyebar ke bursa saham Asia.

Bursa saham Asia langsung anjlok seperti indeks Tokyo, Nikkei 225 yang turun sangat dalam yaitu 4,5% ke level 20.617,86 poin. Disusul dengan anjloknya bursa Hong Kong, indeks Hang Seng yang terkoreksi 2,5% ke level 30.309,29 poin serta indeks Shanghai, SSE Composite yang melemah dalam 3,4% ke level 3.152,76 poin.

Indeks Seoul, Kospi ditutup anjlok 3,18% ke level 2.416,76 serta bursa Singapura, indeks STI yang jatuh 2,07% ke level 3.419,10 poin.

Pada awal perdagangan Eropa, indeks London FTSE 100 juga turun 0,6%, Bursa Jerman, indeks Frankfurt DAX merosot 0,9% dan indeks Paris CAC 40 anjlok 1%.
Sentimen negatif global tersebut terjadi, pasca Donald Trump mengumumkan untuk memungut bea masuk impor sebesar US$ 60 miliar bagi produk China. hal tersebt dilakukan sebagai langkah untuk melindungi hak atas kekayaan intelektual Amerika yang telah dicuri China.

Pernyataan tersebut memicu spekulasi bahwa momentum pemulihan ekonomi dunia menjadi terancam. Pengumuman dari AS tersebut menyusul pemberlakuan tarif pajak bagi produk baja dan aluminium yang masuk ke AS membuat pasar semakin negatif karena kebijakan proteksionisme Trump tersebut.

Selanjutnya China menanggapi dengan pernyataan bahwa pihaknya tidak takut dengan adanya perang dagang global, serta mengajukan 128 daftar produk AS yang akan dikenakan bea impor sebesar 25% pada produk daging babi AS dan buah kering dan segar akan dikenakan tarif 15%.

Serangan balasan dari China tersebut langsung mendorong produsen babi China yang terdaftar di bursa Hong Kong melalui WH Group dan induk usahanya AS Smithfield terkoreksi tajam hingga 4,7%.

Namun, ada sedikit reaksi positif terhadap AS pasca pernyataan yang akan membebaskan bea masuk impor logam dan aluminium bagi negara-negara Uni Eropa, Argentina, Australia, Brazil, Kanada dan Korea Selatan.

Terkoreksi dalam nya bursa saham Jepang didukung oleh pelemahan mata uang Dollar AS terhadap Yen yang jatuh dibawah 105 yen menjadi 104,80 yen sejak November 2016.

Global Market Strategist JP Morgan Asset Management Hannah Anderson, memperingatkan efek perang dagang global ini akan terasa lebih kuat di AS dengan peningkatan harga-harga kebutuhan sehari-hari dan juga produksinya.

"Ekspor sangat penting bagi ekonomi China, tetapi cenderung berkurang selama beberapa tahun terkahir dan juga ekspor China ke AS terlihat mulai mengecil jumlahnya", ujar Hannah.

Gejolak Gedung Putih
Hannah Anderson menambahkan, pasar ekuitas akan menanggung beban dari reaksi market. Sebagian besar dampaknya terjadi di AS, Korea Selatan dan Taiwan karena perusahaan-perusahaan yang berada di wilayah tersebut merupakan bagian dari rantai produksi ekspor global China.

"Perusahaan-perusahaan yang terdaftar di china, memperoleh hasil penjualan dari perusahaan-perusahaan di negara tersebut atau 80% dari pasar domestik", tambah Hannah.

Para analis mengatakan, investor sangat khawatir dengan fakta yang menyebutkan bahwa China adalah pembeli obligasi terbesar, sehingga AS harus menstimulus kebijakannya dengan baik.

Ditambah dengan kekhawatiran berita yang menyebutkan digantinya penasihat keamanan nasional Trump, HR McMaster dengan seorang mantan dubes PBB John Bolton yang sangat konservatif.

Berita tersebut semakin menguatkan bahwa Gedung Putih mulai diisi oleh orang-orang yang konservatif setelah penggantian Rex Tillerson dengan Gary Cohn yang juga masuk dalam kelompok garis keras.

Langkah-langkah Trump tersebut muncul sebelum dirinya melakukan pertemuan dengan pemimpin Korea Utara Kim JongĀ  Un dan disaat dirinya mulai mencoba kembali kesepakatan terhadap program nuklir Iran.

Rencana tersebut juga memicu kenaikan harga minyak dunia karena negara-negara Timur Tengah yang mulai kebakaran jenggot, sehingga memicu kekhawatiran tindakan dari penghasil minyak mentah terbesar di dunia tersebut.

Pengamat dari Washington menunjukkan faktor-faktor lain di luar gejolak pasar tersebut, yaitu kekhawatiran investor akan rencana Bank Sentral AS (The Fed) yang akan menaikkan suku bunga acuannya setidaknya 3 kali tahun ini disusul dengan rencana penambahan satu kali di tahun 2019 dan 2020.

Faktor eksternal tersebut ditambah dengan kekhawatiran investor akan adanya regulasi yang ditetapkan bagi sektor teknologi pasca kebocoran data pengguna Facebook. Selain itu, keluarnya John Dowd sebagai pengacara terbaik Trump dalam penyelidikan kasus Rusia, juga telah menambah ketidakpastian sinyal-sinyal kebijakan Gedung Putih tersebut.
(hps) Next Article 'Cahaya' Dari Amerika Bikin Bursa Asia Menghijau

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular