Ditekan Perang Dagang dan Suku Bunga, Rupiah Loyo

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
23 March 2018 08:54
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dibuka melemah pada hari ini. Perang dagang dan suku bunga jadi pemberat.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah pada hari ini seiring dengan penerapan aturan bea impor oleh Negeri Paman Sam terhadap produk-produk dari China. Selisih suku bunga Indonesia dengan negara-negara lain yang menyempit juga menjadi faktor risiko terhadap rupiah. 

Pada Jumat (23/3/2018), US$ 1 pada pembukaan pasar dihargai Rp 13.760. Melemah tipis 0,07% dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya. 

Seiring perjalalan, rupiah terus bergerak melemah. Pada pukul 08:40 WIB, dolar AS dibanderol di Rp 13,774. 

Reuters
Rupiah terkena imbas aturan baru di AS terkait bea masuk terhadap impor dari China. Presiden AS Donald Trump baru saja meneken aturan pengenaan bea masuk terhadap produk China untuk melindungi hak atas kekayaan intelektual. 

Namun, Trump membuat aturan ini lebih lunak. Bea masuk baru benar-benar dikenakan setelah periode konsultasi selama 60 hari yang bisa memberi waktu bagi pihak AS maupun China untuk melakukan negosiasi. China juga diberi waktu untuk merespons kebijakan ini sehingga mengurangi kemungkinan aksi balas dendam dari Beijing. 

Sebelumnya, China menyatakan tidak akan tinggal diam jika AS menerapkan kebijakan tersebut. China akan membalas dengan mempersulit produk AS masuk ke negaranya. Produk pertanian, pesawat terbang, sampai alat berat menjadi target potensial. 

Ketika China benar-benar mempersulit produk AS untuk masuk, terutama produk agrikultur, Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer menegaskan Washington akan menyiapkan langkah balasan. Ternyata tensi masih dan justru semakin meninggi. 

Ketika dua kekuatan besar ini berseteru, maka dampaknya akan menyebar ke seluruh dunia. Permintaan produk China di AS akan turun karena pembatasan, sehingga mempengaruhi industri di Negeri Tirai Bambu. Negara-negara pemasok bahan baku maupun barang modal bagi industri di China juga akan terpukul. 

Sementara kala China membalas dengan mempersulit produk AS masuk ke negaranya, itu juga membuat industri di AS terbanting. Bagaimana pun juga China adalah negara tujuan utama ekspor AS setelah Kanada dan Meksiko. Saat industri AS terluka, maka permintaan bahan baku dan barang modal dari berbagai negara juga berkurang.  

Oleh karena itu, perang dagang AS vs China akan merusak rantai pasok dan industri dalam skala yang masif. Korban dari perang dagang ini adalah perekonomian global.  

Indonesia bisa jadi terkena dampaknya. China dan AS merupakan negara mita dagang utama Indonesia. Bila industri di sana melambat, maka dampaknya adalah ekspor Indonesia ikut seret.   

Hambatan ekspor berarti pasokan devisa akan berkurang. Risiko ini menjadi pemberat bagi rupiah, karena pergerakannya tinggal mengharapkan aliran modal asing dari pasar keuangan yang bisa keluar-masuk kapan saja (hot money). 

Di sisi lain, faktor menyempitnya suku bunga menjadi risiko bagi rupiah. Bank Indonesia memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di 4,25%. Sementara Bank Sentral AS The Federal Reserve/The Fed dan Bank Sentral China (PBoC) menaikkan suku bunga. 

Keputusan BI menahan suku bunga acuan sementara The Fed dan PBoC menaikkan membuat selisih bunga (spread) menjadi semakin sempit. Hal tersebut memicu aliran modal keluar dan menjadi salah satu faktor yang membebani rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular