
Tren Penguatan Berhenti, Rupiah Melemah 0,07%
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 March 2018 16:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) gagal melanjutkan momentum penguatan. Hari ini, rupiah melemah tipis di hadapan greenback.
Pada Kamis (15/3/2018) pukul 16.00 WIB, dolar AS diperdagangkan di Rp 13.745/US$. Melemah 0,07% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
Beberapa hari ini, rupiah mampu menguat terhadap dolar AS meski dalam rentang tipis. Hari ini momentum tersebut terputus.
Dolar AS memang bergerak menguat tipis pada hari ini. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama, menguat 0,06% meski selama sepekan terakhir masih terkoreksi 0,47%.
Greenback mendapat sedikit dukungan dari pernyataan Lawrence "Larry" Ludlow, penasihat ekonomi Gedung Putih pengganti Gary Cohn. Ludlow menyatakan dirinya mendukung dolar yang menguat karena positif bagi pemulihan ekonomi Negeri Paman Sam dan dia meyakini Presiden AS Donald Trump punya keinginan yang sama.
Namun penguatan dolar terbatas karena tidak didukung data yang mumpuni. Pada Februari 2018, inflasi Negeri Paman Sam tercatat 0,2% secara bulanan dan 2,2% secara tahunan. Angka ini sesuai dengan ekspektasi pasar.
Rilis inflasi menambah deretan data yang tidak mendukung penguatan dolar AS. Sebelumnya, data ketenagakerjaan AS menyebutkan kenaikan gaji per jam selama Februari hanya 0,1%. Lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 0,5%.
Data-data ini seakan mengkonfirmasi bahwa The Federal Reserve/The Fed sepertinya tidak akan terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Proyeksi kenaikan tiga kali sepanjang 2018 sepertinya masih relevan, sulit untuk naik lebih dari itu karena data-data yang belum mendukung.
Dari dalam negeri, sentimen negatif terhadap rupiah juga datang dari rilis data perdagangan internasional. Pada Februari 2018, pertumbuhan ekspor tercatat 11,76% year on year (YoY) sementara impor melonjak 25,18%. Dengan demikian, terjadi defisit US$ 116 juta.
Tren pertumbuhan impor yang tinggi sepertinya masih akan terjadi, karena pertumbuhan ekonomi yang membaik pada tahun ini. Pertumbuhan ekonomi membutuhkan pasokan impor bahan baku dan barang modal, yang belum bisa dipenuhi industri dalam negeri.
Artinya, devisa yang keluar masih akan lebih besar dibandingkan yang masuk. Hal ini dibaca pasar sebagai sentimen negatif bagi perkembangan rupiah ke depan, sehingga mata uang Tanah Air masih akan mengalami tekanan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/wed) Next Article Rupiah Merana Nyaris ke Rp15.000 Lagi, Ini Biang Keroknya
Pada Kamis (15/3/2018) pukul 16.00 WIB, dolar AS diperdagangkan di Rp 13.745/US$. Melemah 0,07% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
Beberapa hari ini, rupiah mampu menguat terhadap dolar AS meski dalam rentang tipis. Hari ini momentum tersebut terputus.
![]() |
![]() |
Namun penguatan dolar terbatas karena tidak didukung data yang mumpuni. Pada Februari 2018, inflasi Negeri Paman Sam tercatat 0,2% secara bulanan dan 2,2% secara tahunan. Angka ini sesuai dengan ekspektasi pasar.
Rilis inflasi menambah deretan data yang tidak mendukung penguatan dolar AS. Sebelumnya, data ketenagakerjaan AS menyebutkan kenaikan gaji per jam selama Februari hanya 0,1%. Lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 0,5%.
Data-data ini seakan mengkonfirmasi bahwa The Federal Reserve/The Fed sepertinya tidak akan terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Proyeksi kenaikan tiga kali sepanjang 2018 sepertinya masih relevan, sulit untuk naik lebih dari itu karena data-data yang belum mendukung.
Dari dalam negeri, sentimen negatif terhadap rupiah juga datang dari rilis data perdagangan internasional. Pada Februari 2018, pertumbuhan ekspor tercatat 11,76% year on year (YoY) sementara impor melonjak 25,18%. Dengan demikian, terjadi defisit US$ 116 juta.
Tren pertumbuhan impor yang tinggi sepertinya masih akan terjadi, karena pertumbuhan ekonomi yang membaik pada tahun ini. Pertumbuhan ekonomi membutuhkan pasokan impor bahan baku dan barang modal, yang belum bisa dipenuhi industri dalam negeri.
Artinya, devisa yang keluar masih akan lebih besar dibandingkan yang masuk. Hal ini dibaca pasar sebagai sentimen negatif bagi perkembangan rupiah ke depan, sehingga mata uang Tanah Air masih akan mengalami tekanan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/wed) Next Article Rupiah Merana Nyaris ke Rp15.000 Lagi, Ini Biang Keroknya
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular