Sentimen Perang Dagang Mereda, Bursa Saham Regional Menguat

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
08 March 2018 12:59
Sentimen Perang Dagang Mereda, Bursa Saham Regional Menguat
Foto: ist
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham regional termasuk Indonesia berbalik diperdagangkan menguat pada hari ini, setelah tekanan jual yang begitu besar membawa mereka berakhir di zona merah pada perdagangan kemarin. Ketakutan investor mulaiĀ berangsur hilang setelah sejumlah sentimen negatif, seperti perang dagang mereda.

Indeks Nikkei menguat 0,3%, indeks Shanghai menguat 0,42% indeks Hang Seng menguat 1,41%, indeks Strait Times menguat 0,75%, indeks Kospi menguat 0,41%, indeks SET (Thailand) menguat 0,1%, dan indeks FTSE Bursa Malaysia KLCI menguat 0,29%. Sementara itu, IHSG naik 0,77% sampai dengan akhir sesi 1 ke level 6.417,62 poin.

Penguatan bursa regional sampai dengan siang hari ini dipicu oleh meredanya kekhawatiran atas perang dagang, pasca penasihat ekonomi Presiden AS Donald Trump yaitu Gary Cohn mengundurkan diri. Eks bankir Goldman Sachs yang merupakan sosok pendukung sistem perdagangan bebas tersebut dipaksa angka kaki dari gedung putih pasca Trump bersikukuh untuk menerapkan kebijakan pengenaan bea masuk untuk baja dan aluminium masing-masing sebesar 25% dan 10%. Mundurnya Cohn lantas memberi sinyal bahwa perang dagang dalam skala global dapat terjadi dalam waktu dekat.

Namun, situasi berubah kala pemerintahan AS melalui juru bicaranya Sarah Sanders mengindikasikan bahwa Meksiko dan Kanada dapat dikecualikan dari pengenaan bea masuk baja dan aluminium, terkait dengan alasan keamanan nasional. Tak hanya dua negara tersebut, negara-negara lainnya juga dimungkinkan untuk mendapat pengecualian oleh pemerintahan AS.

Sebagai catatan, Kanada dan Meksiko termasuk dalam 10 besar negara eksportir baja ke AS. Pada 9 bulan pertama tahun lalu, Kanada memuncaki daftar tersebut, sementara Meksiko berada di posisi 4. Lantas, dampak dari kebijakan bea masuk tersebut tidak akan menjadi sebesar yang ditakutkan, serta potensi perang dagang menjadi memudar.

Pelaku pasar kini juga nampak percaya bahwa China akan dikecualikan dari bea masuk baja dan aluminium yang rencananya akan diumumkan lebih lanjut oleh Trump pada Kamis atau Jumat waktu setempat.

Pasalanya, pada dini hari tadi Trump memposting sebuah tweet yang isinya menyatakan bahwa pemerintahan AS telah meminta kepada China untuk mengembangkan sebuah rencana guna mengurangi surplus neraca perdagangannya dengan AS. Hal ini dipandang syarat dari AS guna mengecualikan China dari kebijakan proteksionisnya.

Hal ini tentu saja menjadi penting, mengingat AS dan China merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar pertama dan kedua di dunia. Segala aksi perang dagang antar dua negara tersebut berpotensi menganggu kestabilan pemulihan ekonomi dunia.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Dari dalam negeri, Bank Indonesia diketahui cukup gencar melakukan intervensi nilai tukar. Buktinya, sepanjang bulan lalu cadangan devisa tergerus sebesar US$ 3,92 miliar menjadi US$ 128,06 miliar, dari yang sebelumnya US$ 131,98 miliar.

Pelaku pasar pun menjadi tenang, lantaran mereka percaya bahwa bank sentral tidak akan membiarkan rupiah melemah terlalu signfikan. Hal ini menjadi penting, mengingat porsi kepemilikan investor asing pada saham-saham di Indonesia mencapai lebih dari 50% (untuk saham scriptless). Depresiasi rupiah lantas akan menyebabkan mereka menderita rugi kurs, sehingga aksi jual secara besar-besaran tentu menjadi sangat mungkin dilakukan.

Sampai dengan akhir sesi I, investor asing tercatat membukukan beli bersih senilai Rp 64,18 miliar. Terlepas dari laju IHSG yang cukup kencang pada hari ini, dua sektor saham ternyata masih berkutat di zona merah: sektor pertambangan turun 1,87% dan sektor agrikultur melemah 0,34%.

Sebenarnya, sentimen positif bagi sektor pertambangan datang dari penguatan harga minyak. Sampai dengan berita ini diturunkan, harga minyak mentah jenis WTI menguat 0,2% ke level US$ 61,27/barel, sementara brent naik 0,19% ke level US$ 64,46/barel. Penguatan harga minyak salah satunya disebabkan oleh kenaikan cadangan minyak mentah AS yang tak sebanyak ekspektasi pelaku pasar.

Namun, penguatan harga ini ternyata tak cukup kuat untuk mendorong harga saham-saham emiten minyak naik. Terlebih, sentimen negatif bagi sektor pertambangan juga datang dari pembatasan harga batu bara untuk kebutuhan dalam negeri. Jika kebijakan ini jadi diterapkan, pendapatan dari emiten-emiten batu bara yang menyuplai ke PLN dipastikan akan tertekan.

Beberapa emiten yang akan dirugikan oleh kebijakan tersebut diantaranya: PT Adaro Energy Tbk/ADRO turun 3,7%, PT Bukit Asam Tbk/PTBA turun 4,78%, PT Indo Tambangraya Megah Tbk/ITMG turun 1,69%, dan PT Bumi Resources Tbk/BUMI turun 1,35%.
(hps) Next Article 'Cahaya' Dari Amerika Bikin Bursa Asia Menghijau

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular