
Ditekan Pasar Keuangan dan Sektor Riil, Rupiah Sulit Menguat
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 March 2018 13:43

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih bergerak melemah hari ini, setelah sempat menguat pada awal perdagangan. Rupiah tertekan luar-dalam sehingga sedikit sulit untuk terapresiasi.
Pada Rabu (7/3/2018) pukul 12.00 WIB, nilai tukar rupiah di pasar spot tercatat Rp 13.762/US$. Melemah dibandingkan saat pembukaan pasar maupun penutupan hari sebelumnya.
Sebenarnya rupiah punya peluang menguat, karena dolar AS tengah dalam posisi defensif. Dollar Index, yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia, melemah sejak malam tadi. Kini Dollar Index terkoreksi 0,14% menjadi 89,5.
Rupiah mengalami tekanan baik dari pasar keuangan maupun sektor riil. Di pasar keuangan, rupiah tidak mendapat sokongan devisa yang memadai. Investor asing masih mencatatkan jual besih di pasar saham, dan kini pasar Surat Berharga Negara (SBN) juga sudah mengalami hal serupa.
Di pasar saham, per 6 Maret 2018, investor asing membukukan jual bersih Rp 12,16 triliun sejak awal 2018. Sementara di pasar SBN, kepemilikan asing sudah turun Rp 0,09 triliun dibandingkan awal tahun.
Ketidakpastian ekonomi global membuat investor bersikap hati-hati dan menghindari aset yang dianggap berisiko. Pengetatan kebijakan moneter di AS, tren kenaikan suku bunga global yang sudah di depan mata, potensi perang suku dagang, kebijakan proteksionis yang semakin mendapat tempat, ketegangan geopolitik di sejumlah kawasan, merupakan deretan risiko yang bisa mengguncang pasar keuangan.
Dalam situasi seperti ini, investor sepertinya memilih bermain aman. Aset-aset yang berisiko dilepas dan beralih ke safe haven seperti obligasi negara AS, dolar AS, atau dalam kasus tertentu emas.
Sementara dari sektor riil, tekanan terhadap rupiah datang dari sisi perdagangan. Meski baru sangat awal, Indonesia sepertinya mengalami situasi yang mirip dengan 2013-2014.
Kala itu ekonomi tumbuh karena dukungan harga komoditas. Pertumbuhan ekonomi membutuhkan pasokan bahan baku dan barang modal agar dunia usaha bisa menaikkan produksinya untuk memenuhi permintaan yang meningkat.
Sayangnya, industri dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan bahan baku dan barang modal, sehingga mau tidak mau harus diimpor. Tingginya impor membuat neraca perdagangan rentan mengalami defisit, dan kemudian menular ke transaksi berjalan (current account).
Pada kuartal IV-2013, defisit transaksi berjalan mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah yaitu US$ 10,1 miliar atau 4,4% dari produk domestik bruto (PDB). Defisit di transaksi berjalan menandakan devisa yang keluar dari Indonesia lebih banyak ketimbang yang masuk.
Minimnya sokongan devisa membuat rupiah melemah cukup dalam. Pada awal 2013, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih di kisaran Rp 9.800/US$. Rupiah terus melemah dan pada akhir tahun nyaris mencapai Rp 12.200/US$.
Gejala itu mulai terlihat sekarang, meski masih sangat awal. Neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit dalam dua bulan terakhir akibat pertumbuhan impor (terutama bahan baku dan barang modal) yang melampaui ekspor. Ini disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi tahun ini yang diperkirakan membaik.
Dengan perkembangan ini, defisit transaksi berjalan Indonesia 2018 diperkirakan melebar dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 1,7% PDB. Bank Dunia memperkirakan defisit itu akan menjadi 1,8% dari PDB, Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan memperkirakan lebih besar lagi yaitu 1,9% dari PDB.
Dengan pasokan valas yang minim baik dari sektor keuangan maupun sektor riil, maka akan sulit bagi rupiah untuk terapresiasi. Sektor keuangan mungkin banyak yang di luar kendali pembuat kebijakan, karena dipengaruhi situasi perekonomian global. Namun untuk sektor riil, utamanya perdagangan, pembuat kebijakan mungkin perlu membuat keberpihakan kepada pengembangan industri dalam negeri.
Ketika industri dalam negeri berkembang, terutama yang bersifat orientasi ekspor dan substitusi impor, maka aliran valas yang keluar untuk importasi bisa ditekan. Industri orientasi ekspor juga bisa mendatangkan devisa, dan devisa yang datang dari ekspor bersifat lebih bertahan lama dibandingkan portofolio sektor keuangan yang bisa datang dan pergi kapan pun mereka mau.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/wed) Next Article Rupiah Loyo, Ini Curhatan Pengusaha
Pada Rabu (7/3/2018) pukul 12.00 WIB, nilai tukar rupiah di pasar spot tercatat Rp 13.762/US$. Melemah dibandingkan saat pembukaan pasar maupun penutupan hari sebelumnya.
![]() |
![]() |
Di pasar saham, per 6 Maret 2018, investor asing membukukan jual bersih Rp 12,16 triliun sejak awal 2018. Sementara di pasar SBN, kepemilikan asing sudah turun Rp 0,09 triliun dibandingkan awal tahun.
Ketidakpastian ekonomi global membuat investor bersikap hati-hati dan menghindari aset yang dianggap berisiko. Pengetatan kebijakan moneter di AS, tren kenaikan suku bunga global yang sudah di depan mata, potensi perang suku dagang, kebijakan proteksionis yang semakin mendapat tempat, ketegangan geopolitik di sejumlah kawasan, merupakan deretan risiko yang bisa mengguncang pasar keuangan.
Dalam situasi seperti ini, investor sepertinya memilih bermain aman. Aset-aset yang berisiko dilepas dan beralih ke safe haven seperti obligasi negara AS, dolar AS, atau dalam kasus tertentu emas.
Sementara dari sektor riil, tekanan terhadap rupiah datang dari sisi perdagangan. Meski baru sangat awal, Indonesia sepertinya mengalami situasi yang mirip dengan 2013-2014.
Kala itu ekonomi tumbuh karena dukungan harga komoditas. Pertumbuhan ekonomi membutuhkan pasokan bahan baku dan barang modal agar dunia usaha bisa menaikkan produksinya untuk memenuhi permintaan yang meningkat.
Sayangnya, industri dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan bahan baku dan barang modal, sehingga mau tidak mau harus diimpor. Tingginya impor membuat neraca perdagangan rentan mengalami defisit, dan kemudian menular ke transaksi berjalan (current account).
Pada kuartal IV-2013, defisit transaksi berjalan mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah yaitu US$ 10,1 miliar atau 4,4% dari produk domestik bruto (PDB). Defisit di transaksi berjalan menandakan devisa yang keluar dari Indonesia lebih banyak ketimbang yang masuk.
Minimnya sokongan devisa membuat rupiah melemah cukup dalam. Pada awal 2013, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih di kisaran Rp 9.800/US$. Rupiah terus melemah dan pada akhir tahun nyaris mencapai Rp 12.200/US$.
![]() |
![]() |
Dengan pasokan valas yang minim baik dari sektor keuangan maupun sektor riil, maka akan sulit bagi rupiah untuk terapresiasi. Sektor keuangan mungkin banyak yang di luar kendali pembuat kebijakan, karena dipengaruhi situasi perekonomian global. Namun untuk sektor riil, utamanya perdagangan, pembuat kebijakan mungkin perlu membuat keberpihakan kepada pengembangan industri dalam negeri.
Ketika industri dalam negeri berkembang, terutama yang bersifat orientasi ekspor dan substitusi impor, maka aliran valas yang keluar untuk importasi bisa ditekan. Industri orientasi ekspor juga bisa mendatangkan devisa, dan devisa yang datang dari ekspor bersifat lebih bertahan lama dibandingkan portofolio sektor keuangan yang bisa datang dan pergi kapan pun mereka mau.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/wed) Next Article Rupiah Loyo, Ini Curhatan Pengusaha
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular