
Pembukaan Pasar Saham Asia Terkoreksi di Awal Maret
Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
01 March 2018 08:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham utama Asia pada perdagangan hari pertama Maret dibuka melemah, mengikuti pasar saham Amerikar Serikat (AS), Wall Street yang tekoreksi dalam pada penutupan dini hari tadi. Ini membuat kinerja pasar saham utama Asia terkoreksi selama Februari, dimana bursa Hong Kong terkoreksi paling dalam.
Pasar saham Jepang pagi ini dibuka turun, dimana indeks Nikkei 225 turun 1,13% pada hari pertama perdagangan Maret. Saham-saham produsen mobil, teknologi dan keuangan menjadi pendorong pelemahan bursa saham Jepang.
Saham raksasa teknologi SoftBank turun 1,39%, saham Toyota turun 1,24% dan saham Fast Retailing terkoreksi 0,78%. Demikian pula saham sektor manufakturing seperti Fanuc yang turun 1,24% dan saham Kyocera turn 0,68%.
Bursa saham Korea Selatan, pada perdagangan hari ini tidak ada aktivitas perdagangan karena libur nasional. Demikian pula dengan bursa saham Thailand.
Pada perdaganagn kemarin, indeks Nikkei 225 terkoreksi 0,61%, Hang Seng minus 1,36%, SSEC turun 0,99%, Kospi melemah 1,17%, Straits Time berkurang 0,63%, dsn KLCI terpangkas 0,82%.
Bursa Asia berguguran karena pidato Powell di depan Kongres Amerika Serikat (AS) yang sebelumnya telah membuat Wall Street anjlok. Powell mengatakan The Fed akan terus menjaga perekonomian Negeri Paman Sam agar tidak menguat terlalu cepat alias overheating.
Pasar membaca ini sebagai isyarat bahwa The Fed akan sedikit agresif dalam melakukan pengetatan moneter. Kenaikan suku bunga acuan sampai empat kali sepanjang tahun ini kemudian menjadi kemungkinan yang bisa saja terjadi.
Ini membuat minat investor untuk mengambil risiko sedikit berkurang dan menyelamatkan diri masing-masing ke instrumen yang aman, seperti obligasi negara AS atau bahkan dolar AS. Pasar saham pun terkoreksi, sementara dolar AS terapresiasi.
Pada dini hari tadi, kejatuhan Wall Street masih berlanjut dengan koreksi di tiga indeks saham. Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 1,5%, S&P 500 turun 1,11%, dan Nasdaq berkurang 0,78%.
Selama Februari, DJIA melemah 4,3%. Lalu S&P 500 dalam periode yang sama turun 3,9% dan Nasdaq terkoreksi 1,87%. Bagi DJIA dan S&P 500, ini merupakan koreksi bulanan terdalam sejak Januari 2016. Sementara untuk Nasdaq, koreksi bulanan kali ini menjadi yang terparah sejak Oktober 2016.
Dampak pidato Powell sehari sebelumnya masih terasa di Wall Street. Investor masih khawatir terhadap kemungkinan kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif dari perkiraan.
Seperti pola yang terjadi sebelumnya, koreksi di bursa saham berbanding terbalik dengan perkembangan dolar AS. Greenback bergerak menguat seiring angin kenaikan suku bunga yang berhembus semakin kencang. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia, menguat 0,33%. Selama Februari, Dollar Index naik 1,7%.
Akibat penguatan dolar AS, harga minyak pun terkoreksi cukup dalam. Bahkan harga minyak jenis light sweet turun lebih dari 2%.
Selain apresiasi greenback, harga minyak juga terdampak sentimen produksi minyak AS yang naik ke 10,06 juta barel/hari pada November 2017, meski kemudian turun menjadi 9,95 juta barel/hari pada bulan berikutnya. Produksi minyak AS pada November tersebut merupakan rekor tertinggi mematahkan catatan sebelumnya yaitu 10,04 juta barel/hari yang terjadi pada November 1970.
Stok minyak AS juga cukup tinggi sehingga menahan kenaikan harga si emas hitam. Pada pekan ketiga Februari, cadangan minyak AS tercatat 3 juta barel, lebih tinggi dibandingkan estimasi pasar yaitu 2,1 juta barel.
(hps) Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
Pasar saham Jepang pagi ini dibuka turun, dimana indeks Nikkei 225 turun 1,13% pada hari pertama perdagangan Maret. Saham-saham produsen mobil, teknologi dan keuangan menjadi pendorong pelemahan bursa saham Jepang.
Saham raksasa teknologi SoftBank turun 1,39%, saham Toyota turun 1,24% dan saham Fast Retailing terkoreksi 0,78%. Demikian pula saham sektor manufakturing seperti Fanuc yang turun 1,24% dan saham Kyocera turn 0,68%.
Pada perdaganagn kemarin, indeks Nikkei 225 terkoreksi 0,61%, Hang Seng minus 1,36%, SSEC turun 0,99%, Kospi melemah 1,17%, Straits Time berkurang 0,63%, dsn KLCI terpangkas 0,82%.
Bursa Asia berguguran karena pidato Powell di depan Kongres Amerika Serikat (AS) yang sebelumnya telah membuat Wall Street anjlok. Powell mengatakan The Fed akan terus menjaga perekonomian Negeri Paman Sam agar tidak menguat terlalu cepat alias overheating.
Pasar membaca ini sebagai isyarat bahwa The Fed akan sedikit agresif dalam melakukan pengetatan moneter. Kenaikan suku bunga acuan sampai empat kali sepanjang tahun ini kemudian menjadi kemungkinan yang bisa saja terjadi.
Ini membuat minat investor untuk mengambil risiko sedikit berkurang dan menyelamatkan diri masing-masing ke instrumen yang aman, seperti obligasi negara AS atau bahkan dolar AS. Pasar saham pun terkoreksi, sementara dolar AS terapresiasi.
Pada dini hari tadi, kejatuhan Wall Street masih berlanjut dengan koreksi di tiga indeks saham. Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 1,5%, S&P 500 turun 1,11%, dan Nasdaq berkurang 0,78%.
Selama Februari, DJIA melemah 4,3%. Lalu S&P 500 dalam periode yang sama turun 3,9% dan Nasdaq terkoreksi 1,87%. Bagi DJIA dan S&P 500, ini merupakan koreksi bulanan terdalam sejak Januari 2016. Sementara untuk Nasdaq, koreksi bulanan kali ini menjadi yang terparah sejak Oktober 2016.
Dampak pidato Powell sehari sebelumnya masih terasa di Wall Street. Investor masih khawatir terhadap kemungkinan kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif dari perkiraan.
Seperti pola yang terjadi sebelumnya, koreksi di bursa saham berbanding terbalik dengan perkembangan dolar AS. Greenback bergerak menguat seiring angin kenaikan suku bunga yang berhembus semakin kencang. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia, menguat 0,33%. Selama Februari, Dollar Index naik 1,7%.
Akibat penguatan dolar AS, harga minyak pun terkoreksi cukup dalam. Bahkan harga minyak jenis light sweet turun lebih dari 2%.
Selain apresiasi greenback, harga minyak juga terdampak sentimen produksi minyak AS yang naik ke 10,06 juta barel/hari pada November 2017, meski kemudian turun menjadi 9,95 juta barel/hari pada bulan berikutnya. Produksi minyak AS pada November tersebut merupakan rekor tertinggi mematahkan catatan sebelumnya yaitu 10,04 juta barel/hari yang terjadi pada November 1970.
Stok minyak AS juga cukup tinggi sehingga menahan kenaikan harga si emas hitam. Pada pekan ketiga Februari, cadangan minyak AS tercatat 3 juta barel, lebih tinggi dibandingkan estimasi pasar yaitu 2,1 juta barel.
(hps) Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
Most Popular