Tertekan Luar-Dalam, Rupiah Bergerak Melemah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 February 2018 12:40
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) cenderung bergerak melemah pada perdagangan hari ini.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) cenderung bergerak melemah pada perdagangan hari ini. Sementara terhadap mata uang kawasan, laju greenback menguat dengan rentang yang sempit. 

Mengutip Reuters, pada Selasa (27/2/2018) pukul 12.00 WIB nilai tukar rupiah di pasar spot tercatat Rp 13.660/dolar AS. Melemah 0,08% dibandingkan posisi penutupan hari sebelumnya. 

Reuters
Sementara di Asia, dolar AS justru melemah. Hingga pukul 12.30 WIB, dolar Hong Kong menguat 0,02%, won Korsel naik 0,22%, ringgit Malaysia surplus 0,23%, sementara dolar Singapura dan baht Thailand masing-masing menguat 0,1%.
 
Nilai tukar rupiah memang tengah dihinggapi sentimen negatif baik dari dalam maupun luar negeri. Ada potensi tekanan inflasi ke depan, yang menyebabkan nilai mata uang ini menurun. 

Pemerintah belum lama ini menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi sebesar rata-rata Rp 300/liter untuk wilayah Jawa-Bali dan variatif untuk wilayah di luar itu. Kebijakan ini bisa menambah beban inflasi, karena bobot BBM dalam penghitungan inflasi cukup besar yaitu 1,7%. 

Dari sisi harga pangan, ada pula potensi gangguan produksi dan distribusi akibat cuaca yang cenderung basah (la nina). Harga sejumlah bahan makanan mengalami kenaikan yang signifikan. 

Misalnya cabai rawit merah. Pada akhir Januari, harga komoditas ini masih Rp 42.600/kg, dan pada 27 Februari naik 21,8% menjadi Rp 51.900/kg. Lalu bawang merah besar, yang selama periode yang sama naik 5,18%. 

PIHPS
 

PIHPS
Sementara dari faktor eksternal, pelaku pasar menantikan pidato perdana Gubernur The Federal Reserve/The Fed Jerome Powell pada Selasa waktu setempat. Sebelumnya sentimen ini membuat dolar AS dalam posisi defensif, tetapi semakin mendekati waktunya ternyata investor mulai mengurangi "bermain'main" di instrumen berisiko seperti yang berbasis rupiah. 

Jika sampai ada petunjuk sekecil apapun mengenai kenaikan suku bunga acuan yang lebih dari tiga kali sepanjang tahun ini, maka kemungkinan pasar saham akan kembali menekan tombol panik dan beralih ke instrumen yang lebih aman yaitu obligasi. Kini perhatian pasar memang tengah tertuju kepada The Fed.

Siapapun pejabat The Fed yang mengeluarkan pernyataan akan menjadi penentu arah pergerakan pasar. Investor benar-benar mencermati dan merealisasikan hasil dari apa yang diutarakan oleh para pejabat The Fed.
 

Kemungkinan besar pidato Powell nanti akan menjadi suntikan energi bagi dolar AS. Selepas itu, investor akan kembali menantikan keputusan suku bunga acuan yang akan dirilis pada pekan ketiga Maret. Oleh karena itu, kemungkinan volatilitas dolar AS akan terus berlangsung sampai waktu tersebut sebelum akhirnya menemukan pijakan yang lebih kuat.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular