
Menguji 'Kesetiaan' Investor Asing
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 February 2018 16:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Saat ini, kepemilikan asing di instrumen Surat Berharga Negara (SBN) sudah mencapai kisaran 40%. Pemerintah menilai besaran tersebut tidak menjadi masalah, asalkan investor asing itu "setia".
Bagaimana mengukur kesetiaan investor asing? Indikator yang paling bisa terlihat adalah proporsi portolio yang dimiliki investor asing.
Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan menyebutkan investor asing memang kebanyakan memegang portofolio dengan tenor panjang. Kemungkinan mereka meninggalkan Indonesia relatif kecil dibandingkan yang memegang tenor pendek.
Bahkan menurut data tersebut, instrumen terbanyak yang dipegang oleh investor asing adalah dengan tenor lebih dari 10 tahun. Artinya, mereka memang berniat untuk lama memegang SBN.
Namun, Indonesia bukan negara yang menganut rezim devisa terkontrol. Indonesia adalah negara dengan kebijakan devisa bebas, sehingga pada dasarnya dana yang masuk bisa keluar kapan saja.
Oleh karena itu, meski memegang instrumen dengan tenor panjang, tidak ada jaminan investor asing tetap menahan kepemilikannya sampai jatuh tempo (hold to maturity). Mereka tetap bisa keluar kapan saja.
Apalagi yang masuk hitungan investor jangka panjang, yaitu pemerintah dan bank sentral negara lain, tergolong minoritas. Dari total kepemilikan asing di SBN periode 21 Februari 2018 sebesar Rp 856,26 triliun, bank sentral dan pemerintah negara lain hanya memegang Rp 144,79 triliun atau 6,83%.
Oleh karena itu, "kesetiaan" para investor asing ini masih harus diuji. Apakah mereka akan setia dalam sehat dan sakit bersama Indonesia, atau memang hanya mencari keuntungan, hanya waktu yang bisa menjawab.
Namun secara fundamental, sebenarnya hampir tidak ada alasan untuk meninggalkan pasar Indonesia. Indonesia telah mendapatkan pengakuan dari berbagai lembaga pemeringkat (rating).
Terakhir, Japan Credit Rating Agency (JCRA) menaikkan peringkat surat utang jangka panjang dalam mata uang asing Indonesia menjadi BBB dari sebelumnya BBB-. Sementara peringkat surat utang jangka panjang rupiah juga dinaikkan satu tingkat.
Keputusan ini berasal dari kesuksesan reformasi struktural yang dilakukan Presiden Joko Widodo dalam mengurangi ketergantungan Indonesia pada komoditas.
Tetapi yang namanya pasar seringkali bertindak secara irasional. Ketika ada satu sentimen negatif, faktor fundamental bisa saja diabaikan untuk mencari selamat masing-masing.
(aji/aji) Next Article Pengamat: Era Suka Bunga Rendah, Daya Tarik SBN Masih Kuat
Bagaimana mengukur kesetiaan investor asing? Indikator yang paling bisa terlihat adalah proporsi portolio yang dimiliki investor asing.
Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan menyebutkan investor asing memang kebanyakan memegang portofolio dengan tenor panjang. Kemungkinan mereka meninggalkan Indonesia relatif kecil dibandingkan yang memegang tenor pendek.
![]() |
Namun, Indonesia bukan negara yang menganut rezim devisa terkontrol. Indonesia adalah negara dengan kebijakan devisa bebas, sehingga pada dasarnya dana yang masuk bisa keluar kapan saja.
Oleh karena itu, meski memegang instrumen dengan tenor panjang, tidak ada jaminan investor asing tetap menahan kepemilikannya sampai jatuh tempo (hold to maturity). Mereka tetap bisa keluar kapan saja.
Apalagi yang masuk hitungan investor jangka panjang, yaitu pemerintah dan bank sentral negara lain, tergolong minoritas. Dari total kepemilikan asing di SBN periode 21 Februari 2018 sebesar Rp 856,26 triliun, bank sentral dan pemerintah negara lain hanya memegang Rp 144,79 triliun atau 6,83%.
Oleh karena itu, "kesetiaan" para investor asing ini masih harus diuji. Apakah mereka akan setia dalam sehat dan sakit bersama Indonesia, atau memang hanya mencari keuntungan, hanya waktu yang bisa menjawab.
Namun secara fundamental, sebenarnya hampir tidak ada alasan untuk meninggalkan pasar Indonesia. Indonesia telah mendapatkan pengakuan dari berbagai lembaga pemeringkat (rating).
Terakhir, Japan Credit Rating Agency (JCRA) menaikkan peringkat surat utang jangka panjang dalam mata uang asing Indonesia menjadi BBB dari sebelumnya BBB-. Sementara peringkat surat utang jangka panjang rupiah juga dinaikkan satu tingkat.
Keputusan ini berasal dari kesuksesan reformasi struktural yang dilakukan Presiden Joko Widodo dalam mengurangi ketergantungan Indonesia pada komoditas.
Tetapi yang namanya pasar seringkali bertindak secara irasional. Ketika ada satu sentimen negatif, faktor fundamental bisa saja diabaikan untuk mencari selamat masing-masing.
(aji/aji) Next Article Pengamat: Era Suka Bunga Rendah, Daya Tarik SBN Masih Kuat
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular