
Rupiah Diyakini Bisa Bangkit
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 February 2018 16:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih bergerak di kisaran Rp 13.600/dolar AS pada perdagangan hari ini. Namun pelemahan rupiah ini diperkirakan hanya sementara dan belum menggambarkan keseimbangan baru.
Pada Kamis (22/2/2018), nilai tukar rupiah di pasar spot pukul 16.00 berada di posisi Rp 13.680/dolar AS. Melemah 0,07% dibandingkan saat pembukaan pasar.
Dolar AS memang tengah perkasa terhadap mata uang dunia, termasuk Asia. Dollar Index, yang menggambarkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama, menguat 0,08%. Selama Februari, Dollar Index telah menguat 1,06% sementara dalam sepekan terakhir penguatannya mencapai 1,67%.
Berikut perkembangan sejumlah mata uang Asia terhadap dolar AS:
Adrian Panggabean, Kepala Ekonom CIMB Niaga, menilai pelemahan kali ini sepertinya bukan berarti rupiah menuju nilai fundamental baru. Dia menyebutkan rupiah pernah mengalami gejolak yang lebih parah dan bisa bangkit.
"Rentang pelemahan rupiah saat ini yang sebesar -0,24% bisa dianggap relatif kecil. Gelombang fluktuasi rupiah pernah jauh lebih lebar dari saat ini," sebut Adrian dalam risetnya.
Pada 2001, lanjut Adrian, pasar keuangan dunia runtuh akibat dotcom bubble. Fluktuasi rupiah kala itu mencapai 33%, tetapi kemudian kembali ke rentangnya semula.
Kemudian pada 2008, di mana ada krisis keuangan di AS yang menjelma menjadi krisis keuangan global, rupiah melemah hampir 45%. Namun itu tidak terlampau lama, karena rupiah kembali ke posisi awalnya di kisaran Rp 9.000/dolar AS.
Lalu pada 2015 ada periode ketidakpastian karena AS galau apakah akan menaikkan suku bunga acuan atau tidak. Masa-masa itu disebut taper tantrum, yang membuat pasar keuagan naik-turun. "
Rupiah pada 2015 merosot sekitar -15%. Namun kembali ke rezimnya di Rp 13.100-13.600/dolar AS," sebut Adrian.
Adrian meyakini bahwa kondisi di pasar keuangan saat ini tidak ada apa-apanya dibandingkan gejolak di masa lalu. Oleh karena itu, dia memperkirakan rupiah belum membentuk ekuilibrium baru.
"Ke depannya, dengan melihat kepada faktor-faktor yang mempengaruhi rupiah, saya melihat prospek rupiah untuk tetap berada di rezim kurs yang sama yaitu di rentang Rp 13.100 - Rp 13.600/dolar AS," tegasnya.
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Kamis (22/2/2018), nilai tukar rupiah di pasar spot pukul 16.00 berada di posisi Rp 13.680/dolar AS. Melemah 0,07% dibandingkan saat pembukaan pasar.
![]() |
![]() |
"Rentang pelemahan rupiah saat ini yang sebesar -0,24% bisa dianggap relatif kecil. Gelombang fluktuasi rupiah pernah jauh lebih lebar dari saat ini," sebut Adrian dalam risetnya.
Pada 2001, lanjut Adrian, pasar keuangan dunia runtuh akibat dotcom bubble. Fluktuasi rupiah kala itu mencapai 33%, tetapi kemudian kembali ke rentangnya semula.
Kemudian pada 2008, di mana ada krisis keuangan di AS yang menjelma menjadi krisis keuangan global, rupiah melemah hampir 45%. Namun itu tidak terlampau lama, karena rupiah kembali ke posisi awalnya di kisaran Rp 9.000/dolar AS.
Lalu pada 2015 ada periode ketidakpastian karena AS galau apakah akan menaikkan suku bunga acuan atau tidak. Masa-masa itu disebut taper tantrum, yang membuat pasar keuagan naik-turun. "
Rupiah pada 2015 merosot sekitar -15%. Namun kembali ke rezimnya di Rp 13.100-13.600/dolar AS," sebut Adrian.
Adrian meyakini bahwa kondisi di pasar keuangan saat ini tidak ada apa-apanya dibandingkan gejolak di masa lalu. Oleh karena itu, dia memperkirakan rupiah belum membentuk ekuilibrium baru.
"Ke depannya, dengan melihat kepada faktor-faktor yang mempengaruhi rupiah, saya melihat prospek rupiah untuk tetap berada di rezim kurs yang sama yaitu di rentang Rp 13.100 - Rp 13.600/dolar AS," tegasnya.
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Most Popular