
Rupiah Berpeluang Menguat, Meski Ada Risiko
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 February 2018 09:42

Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih bergerak di kisaran Rp 13.600/dolar AS. Ada kemungkinan rupiah menguat, meski dalam jangka menengah ada risiko yang menghantui mata uang Tanah Air.
Pada Kamis (22/2/2018), nilai tukar rupiah di pasar spot pukul 09.03 WIB berada di Rp 13.675/dolar AS. Melemah sangat tipis dibandingkan posisi pukul 08.00 yaitu Rp 13.650/dolar AS.
Mengutip Reuters, rupiah berpotensi menguat pada perdagangan hari ini di kisaran Rp 13.650/dolar AS. Meski begitu, masih ada risiko yang menghantui rupiah.
Pertama adalah potensi perpindahan modal (capital outflow). Akibat rilis minutes meeting (risalah) rapat The Federal Reserve/The Fed, imbal hasil (yield) obligasi naik ke level tertinggi dalam empat tahun terakhir.
“Para anggota sepakat bahwa penguatan kinerja ekonomi dalam jangka pendek membuat kenaikan Federal Funds Rate secara bertahap sudah kayak. Hampir seluruh peserta rapat memperkirakan inflasi akan mengarah ke kisaran 2% dalam jangka menengah seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang di atas ekspektasi dan pasar tenaga kerja yang kuat,” sebut The Fed dalam risalahnya.
Rilis risalah ini langsung membuat yield obligasi pemerintah AS melonjak. Yield untuk obligasi tenor 10 tahun naik ke 2,94% dari 2,89% pada Rabu malam yang memicu gelombang perpindahan dana dari pasar saham. Kenaikan suku bunga acuan menjadi semakin nyata sehingga investor memilih untuk mengamankan dananya.
Dengan kenaikan ini, jarak (spread) antara obligasi global Indonesia dengan AS semakin menyempit. Yield obligasi global Indonesia tenor 10 tahun saat ini ada di 4,24%. Obligasi AS menjadi instrumen yang semakin menguntungkan sehingga menyebabkan perpindahan dana, dan hal ini bisa terjadi di Indonesia.
Kedua adalah risiko dari sektor perdagangan. Seiring dengan ekonomi Indonesia yang tumbuh membaik, maka kebutuhan impor meningkat terutama untuk bahan baku dan barang modal. Ini karena industri dalam negeri belum mampu memenuhi peningkatan permintaan. M
eski masih sangat awal, tren ini sudah terlihat dalam dua bulan terakhir di mana neraca perdagangan Indonesia membukukan defisit. Pertumbuhan impor yang jauh melampaui ekspor menyebabkan neraca perdagangan minus.
Ketika impor meningkat, maka akan banyak aliran valas keluar. Likuiditas valas di dalam negeri akan mengering sehingga bisa menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah.
(aji/aji) Next Article Rupiah Loyo, Ini Curhatan Pengusaha
Pada Kamis (22/2/2018), nilai tukar rupiah di pasar spot pukul 09.03 WIB berada di Rp 13.675/dolar AS. Melemah sangat tipis dibandingkan posisi pukul 08.00 yaitu Rp 13.650/dolar AS.
![]() |
Mengutip Reuters, rupiah berpotensi menguat pada perdagangan hari ini di kisaran Rp 13.650/dolar AS. Meski begitu, masih ada risiko yang menghantui rupiah.
“Para anggota sepakat bahwa penguatan kinerja ekonomi dalam jangka pendek membuat kenaikan Federal Funds Rate secara bertahap sudah kayak. Hampir seluruh peserta rapat memperkirakan inflasi akan mengarah ke kisaran 2% dalam jangka menengah seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang di atas ekspektasi dan pasar tenaga kerja yang kuat,” sebut The Fed dalam risalahnya.
Rilis risalah ini langsung membuat yield obligasi pemerintah AS melonjak. Yield untuk obligasi tenor 10 tahun naik ke 2,94% dari 2,89% pada Rabu malam yang memicu gelombang perpindahan dana dari pasar saham. Kenaikan suku bunga acuan menjadi semakin nyata sehingga investor memilih untuk mengamankan dananya.
Dengan kenaikan ini, jarak (spread) antara obligasi global Indonesia dengan AS semakin menyempit. Yield obligasi global Indonesia tenor 10 tahun saat ini ada di 4,24%. Obligasi AS menjadi instrumen yang semakin menguntungkan sehingga menyebabkan perpindahan dana, dan hal ini bisa terjadi di Indonesia.
![]() |
![]() |
eski masih sangat awal, tren ini sudah terlihat dalam dua bulan terakhir di mana neraca perdagangan Indonesia membukukan defisit. Pertumbuhan impor yang jauh melampaui ekspor menyebabkan neraca perdagangan minus.
![]() |
Ketika impor meningkat, maka akan banyak aliran valas keluar. Likuiditas valas di dalam negeri akan mengering sehingga bisa menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah.
(aji/aji) Next Article Rupiah Loyo, Ini Curhatan Pengusaha
Most Popular