
Proyek Waskita Sering Roboh, Benarkah Karena Overload?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 February 2018 19:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana ambisius Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membangun infrastruktur secara masif dari sabang-merauke baru saja mendapat tamparan keras. Pada dini hari tadi, bekisting pier head proyek tol Becakayu (Bekasi-Cawang-Kampung Melayu) diketahui roboh dan melukai 7 pekerja.
Saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) selaku kontraktor pun langsung ‘dihukum’ oleh pasar. Sampai dengan penutupan perdagangan hari ini, saham emiten konstruksi plat merah ini anjlok hingga 1,93% ke level Rp 3.050/saham.
Insiden dalam pembangunan infrastruktur bukan kali ini saja terjadi. Dalam kurun waktu tidak sampai 6 bulan, tercatat setidaknya ada 10 insiden yang terjadi.
Menariknya, dari total 10 insiden tersebut, ada 6 yang melibatkan WSKT. Hal ini lantas menimbulkan pertanyaan: terlalu beratkah beban perusahaan dalam mengerjakan proyek infrastruktur, sehingga kecelakaan seakan menjadi hal yang sudah lazim?
Beban terbesar ditanggung oleh WIKA
Hingga kuartal 3 kemarin, WSKT merupakan emiten karya terbesar (dari sisi aset) yang sahamnya dapat diperdagangkan secara umum oleh masyarakat luas, mengungguli dua kompetitornya yakni PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI). Per September 2017, total aset WSKT tercatat sebesar Rp 87,7 triliun, jauh melebihi WIKA dan ADHI yang masing-masing sebesar Rp 40,05 triliun dan RP 24,4 triliun.
Namun, nilai kontrak terbesar justru dimiliki oleh WIKA. Per akhir Agustus 2017 lalu, nilai kontrak perusahaan tercatat sebesar Rp 76,52 triliun. Nilai ini didapat dari carry over kontrak tahun lalu yang sebesar Rp 45,76 triliun ditambah dengan capaian kontrak baru yang sebesar Rp 30,76 triliun. Sementara itu, nilai kontrak WSKT dan ADHI masing-masing hanya sebesar Rp 73,94 triliun dan Rp 41,83 triliun.
Nilai Kontrak Perusahaan BUMN Karya (Rp triliun)
Jika kita bandingkan nilai kontrak dengan kapasistas perusahaan (digambarkan oleh aset), maka beban terberat tetap ditanggung oleh WIKA. Rasio aset terhadap nilai kontrak WIKA diketahui sebesar 0,52. Hal ini berarti setiap Rp 1,- nilai kontrak yang dimiliki oleh WIKA hanya ditanggung oleh aset senilai Rp 0,52,-. Sementara untuk WSKT dan ADHI, masing-masing nilainya adalah 1,19 dan 0,58.
Jadi, beban yang dipikul oleh WSKT justru merupakan yang paling rendah dibandingkan dua perrusahaan lainnya.
Rasio Kontrak/Aset BUMN Karya
Terlalu terburu-buru?
Melihat data tersebut, sebenarnya WSKT bisa lebih baik dalam mengeksekusi proyek-proyeknya, mengingat kapasitas yang dimiliki cenderung tinggi. Dimungkinkan, perusahaan terlalu terburu-buru dalam menyelesaikan pengerjaan proyek sampai faktor keselamatan menjadi di nomor duakan.
Berharap eksekusi lebih baik
Pemerintah mengambil langkah tegas dalam menangani insiden robohnya bekisting pier head tol Becakayu dengan menghentikan sementara (moratorium) pengerjaan seluruh proyek infrastruktur layang, termasuk tol Becakayu dan dua megaproyek yakni light rail transit (LRT) (Jakarta & Palembang) dan mass rapid transit (MRT). Pemerintah kemudian akan melakukan evaluasi sebelum memperbolehkan konstruksi untuk dilanjutkan kembali.
Sebagai catatan, kontraktor dari LRT Palembang adalah WSKT. Pada 4 Agustus 2017 silam, tiang penyangga dari proyek tersebut jatuh dan menewaskan dua pekerjanya.
Pada hari ini juga, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa proses evaluasi tidak akan memakan waktu lama, khususnya untuk LRT dan MRT. "Bulanan? Tidak. Ya, dalam hitungan minggu, LRT dan MRT bisa jalan lagi (proses pengerjaannya)," jelas Basuki.
Jika hal ini benar terjadi, tentu kita berharap eksekusi proyek-proyek infrastruktur dapat lebih mulus dan berhenti memakan korban.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dru) Next Article Utang WSKT Tertinggi di antara Emiten BUMN Infrastruktur
Saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) selaku kontraktor pun langsung ‘dihukum’ oleh pasar. Sampai dengan penutupan perdagangan hari ini, saham emiten konstruksi plat merah ini anjlok hingga 1,93% ke level Rp 3.050/saham.
Insiden dalam pembangunan infrastruktur bukan kali ini saja terjadi. Dalam kurun waktu tidak sampai 6 bulan, tercatat setidaknya ada 10 insiden yang terjadi.
Beban terbesar ditanggung oleh WIKA
Hingga kuartal 3 kemarin, WSKT merupakan emiten karya terbesar (dari sisi aset) yang sahamnya dapat diperdagangkan secara umum oleh masyarakat luas, mengungguli dua kompetitornya yakni PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI). Per September 2017, total aset WSKT tercatat sebesar Rp 87,7 triliun, jauh melebihi WIKA dan ADHI yang masing-masing sebesar Rp 40,05 triliun dan RP 24,4 triliun.
Namun, nilai kontrak terbesar justru dimiliki oleh WIKA. Per akhir Agustus 2017 lalu, nilai kontrak perusahaan tercatat sebesar Rp 76,52 triliun. Nilai ini didapat dari carry over kontrak tahun lalu yang sebesar Rp 45,76 triliun ditambah dengan capaian kontrak baru yang sebesar Rp 30,76 triliun. Sementara itu, nilai kontrak WSKT dan ADHI masing-masing hanya sebesar Rp 73,94 triliun dan Rp 41,83 triliun.
Nilai Kontrak Perusahaan BUMN Karya (Rp triliun)
![]() |
Jika kita bandingkan nilai kontrak dengan kapasistas perusahaan (digambarkan oleh aset), maka beban terberat tetap ditanggung oleh WIKA. Rasio aset terhadap nilai kontrak WIKA diketahui sebesar 0,52. Hal ini berarti setiap Rp 1,- nilai kontrak yang dimiliki oleh WIKA hanya ditanggung oleh aset senilai Rp 0,52,-. Sementara untuk WSKT dan ADHI, masing-masing nilainya adalah 1,19 dan 0,58.
Jadi, beban yang dipikul oleh WSKT justru merupakan yang paling rendah dibandingkan dua perrusahaan lainnya.
Rasio Kontrak/Aset BUMN Karya
![]() |
Terlalu terburu-buru?
Melihat data tersebut, sebenarnya WSKT bisa lebih baik dalam mengeksekusi proyek-proyeknya, mengingat kapasitas yang dimiliki cenderung tinggi. Dimungkinkan, perusahaan terlalu terburu-buru dalam menyelesaikan pengerjaan proyek sampai faktor keselamatan menjadi di nomor duakan.
Berharap eksekusi lebih baik
Pemerintah mengambil langkah tegas dalam menangani insiden robohnya bekisting pier head tol Becakayu dengan menghentikan sementara (moratorium) pengerjaan seluruh proyek infrastruktur layang, termasuk tol Becakayu dan dua megaproyek yakni light rail transit (LRT) (Jakarta & Palembang) dan mass rapid transit (MRT). Pemerintah kemudian akan melakukan evaluasi sebelum memperbolehkan konstruksi untuk dilanjutkan kembali.
Sebagai catatan, kontraktor dari LRT Palembang adalah WSKT. Pada 4 Agustus 2017 silam, tiang penyangga dari proyek tersebut jatuh dan menewaskan dua pekerjanya.
Pada hari ini juga, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa proses evaluasi tidak akan memakan waktu lama, khususnya untuk LRT dan MRT. "Bulanan? Tidak. Ya, dalam hitungan minggu, LRT dan MRT bisa jalan lagi (proses pengerjaannya)," jelas Basuki.
Jika hal ini benar terjadi, tentu kita berharap eksekusi proyek-proyek infrastruktur dapat lebih mulus dan berhenti memakan korban.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dru) Next Article Utang WSKT Tertinggi di antara Emiten BUMN Infrastruktur
Most Popular