Dolar Sedang Perkasa, Tapi Sepertinya Tak Bertahan Lama

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 February 2018 11:29
Masih banyak risiko yang menghantui greenback.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia – Dolar AS bangkit dari keterpurukan dan menguat pada perdagangan hari ini. Meski demikian, masih banyak risiko yang menghantui greenback. 

Dollar Index, yang mencerminkan pergerakan dolar AS dibandingkan enam mata uang utama dunia, pada pukul 10.30 WIB tercatat menguat 0,28% ke 89.35. Sejak akhir pekan lalu, Dollar Index sudah menguat nyaris 1%. 

Sepanjang bulan ini, Dollar Index menguat 0,25%. Namun sejak awal tahun, Dollar Index masih melemah 3%. 

Reuters
 

Terhadap mata uang Asia, dolar AS juga bergerak menguat termasuk versus rupiah. Dolar AS menguat seiring imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang kembali naik. Yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun telah menyentuh kisaran 2,9% dan sepertinya dalam tren meningkat kembali. 

Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang Asia terhadap dolar AS:
Reuters
Namun, penguatan greenback sepertinya sulit untuk bertahan lama. Ada beberapa sentimen negatif yang melingkupi dolar AS sehingga dalam beberapa waktu ke depan sepertinya mata uang ini cenderung bergerak melemah. 

Pertama adalah kebijakan pemerintah AS. Investor agak mencemaskan defisit anggaran AS yang berpotensi membengkak akibat penurunan tarif pajak. Penerimaan pajak yang turun, disertai dengan peningkatan belanja, akan berdampak kepada pelebaran defisit anggaran.
 
Pada 2019, defisit anggaran AS diperkirakan mencapai US$ 1 triliun (Rp 13.500 triliun). Defisit ini membutuhkan pembiayaan, dan akan ditempuh melalui penerbitan obligasi. Membanjirnya penerbitan obligasi akan berdampak pada banjir likuiditas dolar AS, sehingga nilai tukarnya cenderung melemah. 

treasurydirect.gov


Faktor kedua adalah “perang” suku bunga global. Ke depan, sepertinya bukan hanya AS yang akan menerapkan kenaikan suku bunga. Eropa pun sudah siap mengetatkan kebijakan moneter seiring pemulihan ekonomi yang semakin nyata. 

Hal ini menyebabkan aliran modal global tidak lagi terpusat di Negeri Paman Sam, tetapi lebih merata. Dampaknya, dolar AS memang dalam posisi defensif terhadap mata uang lainnya.

Risiko-risiko ini akan selalu membayangi pergerakan dolar AS. Sehingga dalam jangka menengah-panjang, sepertinya greenback memang sulit untuk perkasa.

Bagi Indonesia, pelemahan dolar AS menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi pelemahan dolar AS akan membantu pemerintah dan sektor swasta karena pembayaran kewajiban dalam valas bisa lebih hemat. Namun di sisi lain, pelemahan dolar AS menyebabkan impor semakin deras masuk sehingga mengancam neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account).

(aji/aji) Next Article Rupiah Loyo, Ini Curhatan Pengusaha

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular