
Rupiah Dibuka Menguat, Dolar AS Turun ke Rp 13.541/US$
Herdaru Purnomo & Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 February 2018 10:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat terbatas di awal pekan ini. Dolar AS, Senin (19/2/2018) menguat 29 poin dibanding akhir pekan sebelumnya pada perdagangan antar bank dalam negeri.
Mengutip data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dipublikasikan Bank Indonesia, Senin (19/2/2018) dolar AS tercatat menguat ke Rp 13.541/US$. Pada akhir pekan sebelumnya, Kamis (15/2/2018) dolar AS tercatat melemah ke Rp 13.570/US$.
Reuters pada pukul 10.00 WIB, Senin (19/2/2018) mencatat dolar AS di pasar spot berada di Rp 13.540/US$ dan sempat jatuh ke level terendahnya di Rp 13.530/US$. Adapun level tertingginya dolar AS berada di Rp 13.553/US$.
Pergerakan Jisdor selama pekan lalu :
Dolar AS masih cenderung melemah terhadap mata uang kawasan. Dollar Index, yang menggambarkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama, pagi ini kembali melemah 0,14%.
Sepanjang Februari 2018, Dollar Index melemah 0,17%. Sementara selama 2018, Dollar Index sudah melemah 3,42% dan dalam setahun terakhir koreksinya mencapai 11,86%.
Mengutip Reuters, rupiah berpotensi menguat bergerak di kisaran Rp 13.550-13.560/dolar AS pada perdagangan hari ini. Namun bila rupiah lebih kuat di bawah Rp 13.550, maka perlu diwaspadai kemungkinan aksi jual.
Pasar modal AS tengah libur hari ini dalam rangka President Day. Ini membuka peluang dolar AS untuk melemah lebih lanjut, karena aliran dana akan menuju ke luar AS termasuk ke Asia.
Dolar AS tengah kehilangan pijakan karena investor tengah menantikan keputusan bank sentral Negeri Paman Sam. Bulan depan, The Federal Reserve diperkirakan mulai menaikkan suku bunga acuan. Tahun ini Fed Fund Rate diproyeksikan naikm tiga kali, tetapi ada peluang lebih dari itu.
Kebijakan pemerintah AS juga berperan dalam pelemahan greenback. Investor agak mencemaskan defisit anggaran AS yang berpotensi membengkak akibat penurunan tarif pajak. Penerimaan pajak yang turun, disertai dengan peningkatan belanja, akan berdampak kepada pelebaran defisit anggaran.
Pada 2019, defisit anggaran AS diperkirakan mencapai US$ 1 triliun (Rp 13.500 triliun). Defisit ini membutuhkan pembiayaan, dan akan ditempuh melalui penerbitan obligasi. Membanjirnya penerbitan obligasi akan berdampak pada banjir likuiditas dolar AS, sehingga nilai tukarnya cenderung melemah.
Potensi ini yang dibaca pasar sehingga dolar AS dinilai sebagai investasi yang kurang menguntungkan. Hal yang bisa membantu dolar AS memang kenaikan suku bunga, yang bisa membendung inflasi mata uang ini.
Pergerakan Dolar AS terhadap mata uang di kawasan :
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dru/aji)
(dru) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Mengutip data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dipublikasikan Bank Indonesia, Senin (19/2/2018) dolar AS tercatat menguat ke Rp 13.541/US$. Pada akhir pekan sebelumnya, Kamis (15/2/2018) dolar AS tercatat melemah ke Rp 13.570/US$.
Reuters pada pukul 10.00 WIB, Senin (19/2/2018) mencatat dolar AS di pasar spot berada di Rp 13.540/US$ dan sempat jatuh ke level terendahnya di Rp 13.530/US$. Adapun level tertingginya dolar AS berada di Rp 13.553/US$.
- 15 Februari 2018 Rp 13,570.00
- 14 Februari 2018 Rp 13,657.00
- 13 Februari 2018 Rp 13,644.00
- 12 Februari 2018 Rp 13,609.00
Dolar AS masih cenderung melemah terhadap mata uang kawasan. Dollar Index, yang menggambarkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama, pagi ini kembali melemah 0,14%.
Sepanjang Februari 2018, Dollar Index melemah 0,17%. Sementara selama 2018, Dollar Index sudah melemah 3,42% dan dalam setahun terakhir koreksinya mencapai 11,86%.
Mengutip Reuters, rupiah berpotensi menguat bergerak di kisaran Rp 13.550-13.560/dolar AS pada perdagangan hari ini. Namun bila rupiah lebih kuat di bawah Rp 13.550, maka perlu diwaspadai kemungkinan aksi jual.
Pasar modal AS tengah libur hari ini dalam rangka President Day. Ini membuka peluang dolar AS untuk melemah lebih lanjut, karena aliran dana akan menuju ke luar AS termasuk ke Asia.
Dolar AS tengah kehilangan pijakan karena investor tengah menantikan keputusan bank sentral Negeri Paman Sam. Bulan depan, The Federal Reserve diperkirakan mulai menaikkan suku bunga acuan. Tahun ini Fed Fund Rate diproyeksikan naikm tiga kali, tetapi ada peluang lebih dari itu.
Kebijakan pemerintah AS juga berperan dalam pelemahan greenback. Investor agak mencemaskan defisit anggaran AS yang berpotensi membengkak akibat penurunan tarif pajak. Penerimaan pajak yang turun, disertai dengan peningkatan belanja, akan berdampak kepada pelebaran defisit anggaran.
Pada 2019, defisit anggaran AS diperkirakan mencapai US$ 1 triliun (Rp 13.500 triliun). Defisit ini membutuhkan pembiayaan, dan akan ditempuh melalui penerbitan obligasi. Membanjirnya penerbitan obligasi akan berdampak pada banjir likuiditas dolar AS, sehingga nilai tukarnya cenderung melemah.
Potensi ini yang dibaca pasar sehingga dolar AS dinilai sebagai investasi yang kurang menguntungkan. Hal yang bisa membantu dolar AS memang kenaikan suku bunga, yang bisa membendung inflasi mata uang ini.
Pergerakan Dolar AS terhadap mata uang di kawasan :
![]() |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dru/aji)
(dru) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular