Wall Street Terhempas Lagi, Dow Jones Anjlok 4,15%

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 February 2018 04:35
Wall Street lagi-lagi harus mengalami koreksi dalam.
Foto: Reuters
New York, CNBC Indonesia – Wall Street lagi-lagi harus mengalami koreksi dalam. Penguatan yang terjadi pada awal tahun menjadi sia-sia, karena saat ini secara year to date (YTD) Wall Street sudah negatif. 

Mengutip Reuters, Jumat (9/2/2018), Dow Jones terkoreksi signifikan 4,15% ke 23.860,46. Padahal awal tahun ini Dow Jones sudah mencapai level 26.000. Sementara S&P 500 turun tajam 3,75% menjadi 2.581,08 dan Nasdaq berkurang 3,9% ke 6.777,16. 

Secara YTD, Dow Jones sudah minus 3,47%. Kemudian S&P juga negatif 3,47% dan Nasdaq pun melemah 1,41%. 

Penyebab kejatuhan Wall Street lagi-lagi disebabkan pasar di sebelah, yaitu obligasi negara Amerika Serikat (AS). Surat utang pemerintah Negeri Paman Sam tengah menjadi instrumen primadona di kalangan investor. 

Imbal hasil (yield) obligasi AS pada Kamis waktu setempat mencapai 2,88%. Bank sentral AS, The Federal Reserve/The Fed, sedang melakukan bersih-bersih atau normalisasi neraca sehingga tidak akan terlalu banyak menyerap obligasi. Investor mencoba menangkap peluang ini dengan memborong obligasi di setiap kesempatan. 

Selain itu, investor juga mulai gugup menghadapi kemungkinan tren kenaikan suku bunga global yang sepertinya sudah di depan mata. Tidak hanya The Fed yang akan menaikkan suku bunga, sinyal pengetatan moneter juga terjadi di kawasan lain. 

Kejutan besar datang dari pernyataan bank sentral Inggris (BoE). Kemungkinan bank sentral Negeri Ratu Elizabeth akan menaikkan suku bunga lebih awal dan lebih besar dari perkiraan.  

“Dengan perekonomian yang pulih secara umum, kebijakan moneter memang sudah seharusnya diperketat kemungkinan lebih awal dan lebih besar dari perkiraan sebelumnya,” sebut pernyataan BoE. 

Di tengah gelombang kenaikan suku bunga, investor kemudian menyelamatkan diri masing-masing dengan menempatkan asetnya di instrumen paling aman. Pilihan utamanya adalah obligasi negara AS. 

“Siklusnya memang begitu. Suku bunga tinggi menyebabkan pasar saham tertekan, dan tekanan di pasar saham pada saatnya nanti akan menyebabkan suku bunga juga tertekan. Namun patut diwaspadai bagaimana suku bunga tinggi akan berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi,” papar Ian Lyngen, Analis BMO Capital Markets.
(aji/aji) Next Article Paradoks! Pasar Saham AS Pulih, Pengangguran Rekor 20 Juta

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular