Kurangi Ketergantungan Pada Komoditas, Rating Indonesia Naik

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
08 February 2018 18:46
Japan Credit Rating Agency (JCR) menaikkan peringkat surat utang Indonesia dalam valuta asing dari BBB- menjadi BBB.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia – Lembaga pemeringkat asal Jepang, Japan Credit Rating Agency (JCR), memutuskan menaikkan peringkat surat utang Indonesia. Peringkat surat utang jangka panjang dalam mata uang asing dinaikkan satu tingkat jadi BBB dari sebelumnya BBB-, sementara peringkat surat utang jangka panjang rupiah dinaikkan satu tingkat menjadi BBB+ dari yang sebelumnya BBB.

Keputusan ini berasal dari kesuksesan reformasi struktural yang dilakukan Presiden Joko Widodo dalam mengurangi ketergantungan Indonesia pada komoditas.

Sejak mengambil alih tahta pemerintahan pada akhir 2014, reformasi struktural dinilai telah berdampak secara nyata pada tiga aspek, yang meningkatkan ketahanan Indonesia pada sektor eksternal.

Pertama, membaiknya iklim investasi, didorong oleh berbagai deregulasi yang dituangkan ke dalam 15 paket kebijakan ekonomi. Penanaman modal dalam negeri telah menunjukkan tren penguatan, utamanya didorong oleh sektor-sektor non-komoditas, sementara penanaman modal asing juga meningkat.

Kedua, pesatnya pembangunan infrastruktur. Hingga saat ini, sekitar 60% dari total 245 proyek strategis nasional senilai US$ 327.2 miliar telah memasuki tahap konstruksi.

Ketiga, berkurangnya utang luar negeri sektor swasta, utamanya yang berasal dari sektor non-bank. Pada tahun 2016, utang luar negeri dari sektor tersebut turun jika dibandingkan dengan posisi tahun 2015, sementara angkanya cenderung flat pada tahun 2017. Hal ini disebabkan oleh implementasi bertahap peraturan Bank Indonesia terkait penarikan utang luar negeri.

Pembiayaan infrastruktur dan penerimaan pajak menjadi perhatian

Terlepas dari dinaikkannya peringkat surat utang Indonesia, ada beberapa hal yang menjadi perhatian dari JCR. Yaitu, pembiayaan pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur dan penerimaan pajak.

Ambisiusnya target pembangunan infrastruktur yang dicanangkan oleh pemerintah telah membuat pembiayaan dari pihak swasta menjadi krusial, mengingat anggaran pemerintah jauh dari cukup memenuhi kebutuhan pembiayaan. Jika pembiayaan dari pihak swasta tersebut tidak kuat, maka utang luar negeri berpotensi meningkat.

Kemudian, dilaksanakannya program pengampunan pajak pada tahun 2016-2017 diharapkan dapat mendorong penerimaan negara, seiring meningkatnya basis data perpajakan dan tingkat kepatuhan dari pembayar pajak.

Jika penerimaan negara ternyata tetap lemah, maka rencana pemerintah untuk terus menurunkan rasio utang terhadap pajak (debt to GDP ratio) yang saat ini berada di level 28% menjadi terancam.

Saat ini, Indonesia merupakan salah satu negara dengan rasio penerimaan terhadap PDB terendah dari semua negara yang memiliki rating BBB, yakni sebesar 12%.

(roy/roy) Next Article Cadas! Dunia Darurat Corona, Peringkat RI Naik Lagi Jadi BBB+

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular