Dolar AS Diprediksi Bergerak di Rp 13.511/US$-Rp 13.574/US$

Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
06 February 2018 09:36
Nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS diproyeksi masih akan melemah.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS masih akan melemah. Dolar AS diproyeksi masih akan lebih kuat hari ini dan berada pada range tertingginya di Rp 13.574/US$.

Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, Selasa (6/2/2018) menjelaskan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada hari sebelumnya terdepresiasi 0,5% ke level Rp 13.525/US$. Sementara Dollar Index meningkat 0,6% ke 89.6.

"Hari ini diperkirakan rupiah terhadap dolar AS akan bergerak di Rp 13.511/US$-Rp 13.574/US$," kata Andry kepada CNBC Indonesia.

Ia mengatakan, sentimen global masih membawa tekanan terhadap dalam negeri. Hal ini dibuktikan dari terkoreksinya IHSG dan adanya outflow (dana asing ke luar) hingga Rp 657,2 miliar kemarin.

Penguatan dolar AS juga didukung oleh data ketenagakerjaan yang memuaskan. Pada Januari 2018, sebanyak 200.000 lapangan kerja baru tercipta di AS, lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 160.000.

Riset CNBC Indonesia

Pemulihan ekonomi di negara-negara maju semakin terlihat sehingga cepat atau lambat pasti akan direspons dengan pengetatan kebijakan moneter. Di Eropa, data Purchasing Manager Index (PMI) dari Markit periode Januari 2018 tercatat 58,8. Naik dari bulan sebelumnya yang sebesar 58,1. Angka PMI Januari 2018 merupakan yang tertinggi sejak Juni 2006.

Dunia usaha di Benua Biru sepertinya sudah sangat optimistis menyambut 2018. Market memperkirakan pertumbuhan ekonomi Eropa pada kuartal I-2018 bisa mencapai 1%, yang bila terjadi merupakan level tertinggi sejak 2010.

Dengan perkembangan ini, stimulus moneter yang begitu deras dikucurkan oleh bank sentral Uni Eropa (ECB) bisa berakhir kapan saja. Kecenderungan ini bisa menular ke negara-negara lain seperti Jepang, yang saat ini masih menerapkan suku bunga negatif.

Eropa akan menjadi kawasan negara maju kedua yang menerapkan kebijakan moneter ketat setelah Amerika Serikat (AS). Sejak akhir 2015, kebijakan moneter Negeri Paman Sam memang cenderung ketat. Bahkan tahun ini, bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) diperkirakan menaikkan suku bunga acuan sampai tiga kali.

Namun, pasar khawatir kalau kenaikan suku bunga global terjadi terlalu cepat. Kecemasan ini disalurkan dengan mengamankan diri masing-masing, memburu aset-aset yang aman. Obligasi pemerintah AS menjadi pilihan utama.
(dru) Next Article Bos BI: Rupiah Ada Kecenderungan Menguat!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular