
Fed Fund Rate Tak Berubah, Bursa Utama Asia Menguat
Houtmand P Saragih & Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 February 2018 08:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham utama Asia, pagi ini mayoritas dibuka menguat. Kekhawatiran pelaku pasar terhadap kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve), atau Fed Fund Rate sirna, setelah ditetapkan tidak ada perubahan suku bunga.
Setengah jam sebelum bursa domestik dibuka, Bursa saham Jepang pada perdagangan pagi ini menguat, dimana indeks Nikkei naik 1,04%%. Indeks Shanghai turun 0,21%, indeks Kospi menguat 0,22% dan indeks Strait Time naik 0,22%.
Sementara Wall Street menutup Januari dengan penguatan. Dow Jones naik 0,28% ke 26.149,39, S&P 500 menguat 0,05% ke 2.823,81, dan Nasdaq bertambah 0,12% menjadi 7.411,48.
Keputusan The Fed yang mempertahankan suku bunga acuan menghapus kekhawatiran pasar. Awalnya, investor cemas The Fed akan agresif dalam menaikkan suku bunga acuan, tetapi ternyata sejauh ini hasilnya masih sesuai dengan ekspektasi pasar.
Investor juga menyambut positif perkiraan The Fed bahwa inflasi Negeri Paman Sam akan terakselerasi dalam waktu 12 bulan ke depan. The Fed memperkirakan inflasi akan bergerak stabil kea rah 2% dalam jangka menengah.
Untuk suku bunga acuan, The Fed menegaskan bahwa kenaikan akan bersifat gradual dan dikomunikasikan dengan baik. Tahun ini diperkirakan ada tiga kali kenaikan suku bunga acuan.
Selain hasil rapat The Fed, Wall Street juga didorong oleh perkiraan angka penciptaan lapangan kerja yang dirilis ADP. Pada Januari 2018, ADP memperkirakan ada 234.000 lapangan kerja baru. Melampaui estimasi pasar yang sebesar 186.000.
Untuk perdagangan hari ini, ada sejumlah hal yang bisa mendorong penguatan IHSG lebih lanjut. Pertama adalah masih bertahannya suku bunga acuan AS, sentimen yang terbukti ampuh membuat Wall Street menghijau. Investor, terutama asing, bisa kembali melakukan aktivitas dengan tenang.
Kedua adalah rilis data inflasi Indonesia periode Januari 2018 yang akan dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini. Konsesus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi Januari 2018 sebesar 0,71% bulanan (month to month/MtM) dan 3,36% tahunan (year on year/YoY). Untuk inflasi inti, secara tahunan diperkirakan 2,8% YoY.
Ketiga, perkembangan harga minyak dunia. Setelah terkoreksi selama dua hari berturut-turut, harga minyak mulai rebound meski belum kembali ke level awal.
Kenaikan harga minyak agak anomali, karena terjadi di tengah kenaikan produksi. Pada Januari 2018, produksi emas hitam di negara Asosiasi Pengekspor Minyak (OPEC) diperkirakan naik 100.000 barel per hari dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 32.4 juta barel per hari.
Produksi minyak di AS juga naik 384.000 barel per hari menjadi 10,04 barel per hari. Ini merupakan kali pertama produksi minyak AS menembus kisaran 10 juta barel per hari sejak 1970.
Keempat adalah perkembangan nilai tukar dolar AS, yang juga bisa menjadi bahan bakar kenaikan IHSG. Dolar AS bergerak cenderung melemah terhadap mata uang dunia. Dollar AS tercatat mengalami koreksi tipis 0,03% menjadi 89,14.
Pelemahan dolar AS dipicu oleh keputusan The Fed yang mempertahankan suku bunga acuan. Pelaku pasar awalnya harap-harap cemas suku bunga acuan akan dinaikkan secara agresif, sehingga cenderung mengamankan asetnya terutama di obligasi pemerintah AS. Ini sempat memicu penguatan dolar AS pada awal pekan.
(hps/hps) Next Article Ekonomi Jepang Redup, Mayoritas Bursa Asia Ditutup 'Berdarah'
Setengah jam sebelum bursa domestik dibuka, Bursa saham Jepang pada perdagangan pagi ini menguat, dimana indeks Nikkei naik 1,04%%. Indeks Shanghai turun 0,21%, indeks Kospi menguat 0,22% dan indeks Strait Time naik 0,22%.
Sementara Wall Street menutup Januari dengan penguatan. Dow Jones naik 0,28% ke 26.149,39, S&P 500 menguat 0,05% ke 2.823,81, dan Nasdaq bertambah 0,12% menjadi 7.411,48.
Keputusan The Fed yang mempertahankan suku bunga acuan menghapus kekhawatiran pasar. Awalnya, investor cemas The Fed akan agresif dalam menaikkan suku bunga acuan, tetapi ternyata sejauh ini hasilnya masih sesuai dengan ekspektasi pasar.
Investor juga menyambut positif perkiraan The Fed bahwa inflasi Negeri Paman Sam akan terakselerasi dalam waktu 12 bulan ke depan. The Fed memperkirakan inflasi akan bergerak stabil kea rah 2% dalam jangka menengah.
Untuk suku bunga acuan, The Fed menegaskan bahwa kenaikan akan bersifat gradual dan dikomunikasikan dengan baik. Tahun ini diperkirakan ada tiga kali kenaikan suku bunga acuan.
Selain hasil rapat The Fed, Wall Street juga didorong oleh perkiraan angka penciptaan lapangan kerja yang dirilis ADP. Pada Januari 2018, ADP memperkirakan ada 234.000 lapangan kerja baru. Melampaui estimasi pasar yang sebesar 186.000.
Untuk perdagangan hari ini, ada sejumlah hal yang bisa mendorong penguatan IHSG lebih lanjut. Pertama adalah masih bertahannya suku bunga acuan AS, sentimen yang terbukti ampuh membuat Wall Street menghijau. Investor, terutama asing, bisa kembali melakukan aktivitas dengan tenang.
Kedua adalah rilis data inflasi Indonesia periode Januari 2018 yang akan dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini. Konsesus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi Januari 2018 sebesar 0,71% bulanan (month to month/MtM) dan 3,36% tahunan (year on year/YoY). Untuk inflasi inti, secara tahunan diperkirakan 2,8% YoY.
Ketiga, perkembangan harga minyak dunia. Setelah terkoreksi selama dua hari berturut-turut, harga minyak mulai rebound meski belum kembali ke level awal.
Kenaikan harga minyak agak anomali, karena terjadi di tengah kenaikan produksi. Pada Januari 2018, produksi emas hitam di negara Asosiasi Pengekspor Minyak (OPEC) diperkirakan naik 100.000 barel per hari dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 32.4 juta barel per hari.
Produksi minyak di AS juga naik 384.000 barel per hari menjadi 10,04 barel per hari. Ini merupakan kali pertama produksi minyak AS menembus kisaran 10 juta barel per hari sejak 1970.
Keempat adalah perkembangan nilai tukar dolar AS, yang juga bisa menjadi bahan bakar kenaikan IHSG. Dolar AS bergerak cenderung melemah terhadap mata uang dunia. Dollar AS tercatat mengalami koreksi tipis 0,03% menjadi 89,14.
Pelemahan dolar AS dipicu oleh keputusan The Fed yang mempertahankan suku bunga acuan. Pelaku pasar awalnya harap-harap cemas suku bunga acuan akan dinaikkan secara agresif, sehingga cenderung mengamankan asetnya terutama di obligasi pemerintah AS. Ini sempat memicu penguatan dolar AS pada awal pekan.
(hps/hps) Next Article Ekonomi Jepang Redup, Mayoritas Bursa Asia Ditutup 'Berdarah'
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular