
Harga Beras Tinggi, Bagaimana Kinerja Saham Sektor Konsumsi?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
29 January 2018 13:04

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga beras naik signifikan pada awal tahun ini, dipicu oleh kurangnya pasokan. Mengutip data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS Nasional), harga beras di pasar tradisional telah naik 3,4% secara year-to-date (YTD) sampai dengan hari Jumat lalu menjadi Rp 12.100/Kg, dari yang awalnya Rp 11.700/Kg.
Satu hal yang menarik di tengah tingginya harga beras, indeks saham sektor barang konsumsi justru tercatat menguat 2,9% pada periode yang sama.
Padahal, kenaikan harga beras yang signifikan harusnya menjadi sentimen negatif bagi saham-saham di sektor barang konsumsi, mengingat daya beli masyarakat akan tertekan dan ada potensi konsumsi menurun.
Sentimen positif lebih dominan
Terlepas dari adanya sentimen negatif yang datang dari kenaikan harga beras, nampak sentimen positif bagi sektor barang konsumsi masih lebih dominan.
Memang, tahun ini pelaku pasar menaruh harapan besar terhadap sektor barang konsumsi dipicu oleh beberapa faktor, seperti belum diberlakukannya subsidi tertutup atas elpiji 3 Kilogram (kg), turunnya tingkat kemiskinan dan pengangguran sepanjang 2017, serta pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong konsumsi masyarakat (Pilkada, Asian Games, piala dunia sepak bola, dan pertemuan tahunan IMF-World Bank di Bali).
Selain itu, nampak pelaku pasar masih percaya bahwa kenaikan harga beras hanya akan berlangsung sementara, mengingat dalam 2 tahun terakhir harga bahan makanan selalu berhasil dikendalikan.
Bahkan pada 2017, inflasi bahan makanan merupakan yang terendah dalam beberapa tahun terakhir.
Besarnya bobot pengaruhi pelaku pasar
Selain faktor-faktor di atas, ada satu faktor lain yang dapat menjelaskan kenaikan saham-saham sektor barang konsumsi, yakni besarnya bobot dari sektor tersebut dalam kapitalisasi pasar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Per akhir 2017, saham-saham sektor barang konsumsi berkontribusi sebesar 23% dari kapitalisasi pasar IHSG, hanya kalah dari kontribusi saham-saham sektor jasa keuangan yang mencapai 29,75%.
Akibatnya, ketika IHSG diharapkan akan bullish seperti pada tahun ini, saham-saham sektor barang konsumsi akan diburu oleh pelaku pasar supaya tidak ‘ketinggalan kereta’ ketika IHSG benar-benar melaju kencang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ray/ray) Next Article Begini Hubungan TPS Food dengan Investor Global, Termasuk KKR
Satu hal yang menarik di tengah tingginya harga beras, indeks saham sektor barang konsumsi justru tercatat menguat 2,9% pada periode yang sama.
Padahal, kenaikan harga beras yang signifikan harusnya menjadi sentimen negatif bagi saham-saham di sektor barang konsumsi, mengingat daya beli masyarakat akan tertekan dan ada potensi konsumsi menurun.
![]() |
Sentimen positif lebih dominan
Terlepas dari adanya sentimen negatif yang datang dari kenaikan harga beras, nampak sentimen positif bagi sektor barang konsumsi masih lebih dominan.
Memang, tahun ini pelaku pasar menaruh harapan besar terhadap sektor barang konsumsi dipicu oleh beberapa faktor, seperti belum diberlakukannya subsidi tertutup atas elpiji 3 Kilogram (kg), turunnya tingkat kemiskinan dan pengangguran sepanjang 2017, serta pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong konsumsi masyarakat (Pilkada, Asian Games, piala dunia sepak bola, dan pertemuan tahunan IMF-World Bank di Bali).
Bahkan pada 2017, inflasi bahan makanan merupakan yang terendah dalam beberapa tahun terakhir.
![]() |
Besarnya bobot pengaruhi pelaku pasar
Selain faktor-faktor di atas, ada satu faktor lain yang dapat menjelaskan kenaikan saham-saham sektor barang konsumsi, yakni besarnya bobot dari sektor tersebut dalam kapitalisasi pasar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Per akhir 2017, saham-saham sektor barang konsumsi berkontribusi sebesar 23% dari kapitalisasi pasar IHSG, hanya kalah dari kontribusi saham-saham sektor jasa keuangan yang mencapai 29,75%.
Akibatnya, ketika IHSG diharapkan akan bullish seperti pada tahun ini, saham-saham sektor barang konsumsi akan diburu oleh pelaku pasar supaya tidak ‘ketinggalan kereta’ ketika IHSG benar-benar melaju kencang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ray/ray) Next Article Begini Hubungan TPS Food dengan Investor Global, Termasuk KKR
Most Popular