
Analisis Broker
Saham Sektor Konstruksi Layak Disimak 2018
Monica Wareza, CNBC Indonesia
29 January 2018 08:36

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bahana Sekuritas, salah satu perusahaan sekuritas anak usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI), emiten dari sektor konstruksi berpotensi membukukan kinerja positif pada 2018. Penyelesaian sejumlah proyek infrastruktur akan meningkatkan modal kerja emiten dari sektor konstruksi sehingga bisa membiayai proyek lainnya.
Analis Bahana Sekuritas Ricky Ho mengatakan komitmen pemerintah untuk terus melanjutkan pembangunan infrastruktur guna meningatkan konektivitas akan menguntung BUMN karya, terutama di masa menjelang pemilihan presiden tahun depan. Pemerintah telah menggelontorkan dana cukup besar untuk langkah ini mencapai Rp 410,7 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.
"Perusahaan konstruksi milik negara akan mendapat keuntungan dari upaya pemerintah yang semakin menggenjot pembangunan infrastruktur menjelang pemilihan presiden tahun depan. Sehingga perusahaan konstruksi mampu mencatatkan rekor tertinggi atas perolehan kontrak dan kinerja keuangan pada akhir tahun lalu," kata Ricky dalam siaran persnya, Minggu (28/1).
Menurut Ricky, empat BUMN karya terbesar menjadi perusahaan yang diuntungkan paling besar. Dia menyebutkan PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI).
Tahun ini Waskita akan diuntungkan oleh pembayaran pembayaran proyek Light Rail Transit (LRT) Sumatera Selatan sebesar Rp 10 triliun dan Rp 6,1 triliun dari proyek Jaringan Transmisi Sumatera yang telah selesai dikerjakan. Dari dana ini perusahaan akan memiliki modal kerja baru untuk menggaet proyek baru.
Selain itu, perusahaan juga berencana untuk melakukan divestasi dua anak usahanya Waskita Toll Road (WTR). Adapun untuk langkah ini terdapat dua skema yang bisa dijalankan, pertama menjual seluruh atau satu persatu jalan tol yang dikerjakan secara langsung kepada investor, atau menyatukan jalan tol milik WTR dengan milik Jasa Marga baru kemudian melakukan penawaran perdana saham atau initial public offering (IPO). Kedua, WTR bisa saja langsungn melakukan IPO atau rights issue.
"Kemungkinan terbesar jalan yang akan diambil adalah pilihan pertama dan kedua, dengan perkiraan perolehan dana sekitar Rp 4 triliun-Rp 4,9 triliun,"papar Ricky.
Ricky menilai langkah divestasi ini kemungkinan besar akan dilakukan oleh perusahaan pada semester pertama tahun ini mengingat perusahaan memiliki ruas tol yang akan selesai tahun ini.
Untuk WIKA, Ricky menilai perusahaan banyak terlibat dalam proyek pembangunan jalur kereta api, yang akan menjadikannya sebagai BUMN konstruksi untuk mengerjakan berbagai proyek kereta kedepannya. Berdasarkan data proyek nasional, Ricky memperkirakan perusahaan akan mengantongi US$ 36,3 miliar (Rp 490,05 triliun) proyek jalur kereta untuk seluruh Indonesia. Wijaya Karya juga sudah memiliki tata kelola perusahaan yang kuat dengan neraca keuangan yang sehat.
Sementara PTPP memiliki posisi yang kuat untuk mengerjakan proyek pelabuhan dan pembangkit listrik dengan neraca keuangan yang sehat sehingga diperkirakan margin akan membaik kedepannya. "Diperkirakan perusahaan bakal mengantongi kontrak sekitar $ 27 miliar (Rp 364,50 triliun) untuk proyek pelabuhan dan pembangkit listrik, meski ada risiko lambatnya eksekusi proyek karena ada permasalahan PLN," jelas dia.
PT Adhi Karya Tbk (ADHI) masih memiliki masalah pendanaan LRT, meski masalah tersebut telah mendapatkan kata sepakat dari PT Kereta Api Indonesia (KAI). Setelah pembayaran tahap pertama dilakukan pada pertengahan Januari 2018, PT KAI kedepannya akan melakukan pembayaran setiap kuartal, sesuai dengan perkembangan proyek.
(hps/hps) Next Article Aset Capai Rp101 T, Intip Perayaan Digital 51 Tahun Bank Mega
Analis Bahana Sekuritas Ricky Ho mengatakan komitmen pemerintah untuk terus melanjutkan pembangunan infrastruktur guna meningatkan konektivitas akan menguntung BUMN karya, terutama di masa menjelang pemilihan presiden tahun depan. Pemerintah telah menggelontorkan dana cukup besar untuk langkah ini mencapai Rp 410,7 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.
"Perusahaan konstruksi milik negara akan mendapat keuntungan dari upaya pemerintah yang semakin menggenjot pembangunan infrastruktur menjelang pemilihan presiden tahun depan. Sehingga perusahaan konstruksi mampu mencatatkan rekor tertinggi atas perolehan kontrak dan kinerja keuangan pada akhir tahun lalu," kata Ricky dalam siaran persnya, Minggu (28/1).
Menurut Ricky, empat BUMN karya terbesar menjadi perusahaan yang diuntungkan paling besar. Dia menyebutkan PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI).
Selain itu, perusahaan juga berencana untuk melakukan divestasi dua anak usahanya Waskita Toll Road (WTR). Adapun untuk langkah ini terdapat dua skema yang bisa dijalankan, pertama menjual seluruh atau satu persatu jalan tol yang dikerjakan secara langsung kepada investor, atau menyatukan jalan tol milik WTR dengan milik Jasa Marga baru kemudian melakukan penawaran perdana saham atau initial public offering (IPO). Kedua, WTR bisa saja langsungn melakukan IPO atau rights issue.
"Kemungkinan terbesar jalan yang akan diambil adalah pilihan pertama dan kedua, dengan perkiraan perolehan dana sekitar Rp 4 triliun-Rp 4,9 triliun,"papar Ricky.
Ricky menilai langkah divestasi ini kemungkinan besar akan dilakukan oleh perusahaan pada semester pertama tahun ini mengingat perusahaan memiliki ruas tol yang akan selesai tahun ini.
Untuk WIKA, Ricky menilai perusahaan banyak terlibat dalam proyek pembangunan jalur kereta api, yang akan menjadikannya sebagai BUMN konstruksi untuk mengerjakan berbagai proyek kereta kedepannya. Berdasarkan data proyek nasional, Ricky memperkirakan perusahaan akan mengantongi US$ 36,3 miliar (Rp 490,05 triliun) proyek jalur kereta untuk seluruh Indonesia. Wijaya Karya juga sudah memiliki tata kelola perusahaan yang kuat dengan neraca keuangan yang sehat.
Sementara PTPP memiliki posisi yang kuat untuk mengerjakan proyek pelabuhan dan pembangkit listrik dengan neraca keuangan yang sehat sehingga diperkirakan margin akan membaik kedepannya. "Diperkirakan perusahaan bakal mengantongi kontrak sekitar $ 27 miliar (Rp 364,50 triliun) untuk proyek pelabuhan dan pembangkit listrik, meski ada risiko lambatnya eksekusi proyek karena ada permasalahan PLN," jelas dia.
PT Adhi Karya Tbk (ADHI) masih memiliki masalah pendanaan LRT, meski masalah tersebut telah mendapatkan kata sepakat dari PT Kereta Api Indonesia (KAI). Setelah pembayaran tahap pertama dilakukan pada pertengahan Januari 2018, PT KAI kedepannya akan melakukan pembayaran setiap kuartal, sesuai dengan perkembangan proyek.
ADHI juga akan membangun daerah komersial di sekitar stasiun perhentian LRT atau disebut juga Transit-Oriented Development (TOD) di 19 lokasi, sehingga akan berdampak positif bagi kinerja perseroan.
(hps/hps) Next Article Aset Capai Rp101 T, Intip Perayaan Digital 51 Tahun Bank Mega
Most Popular