
Internasional
Kabar China Setop Pembelian Obligasi AS Lemahkan Wall Street
Prima Wirayani, CNBC Indonesia
11 January 2018 06:26

New York, CNBC Indonesia- Tiga indeks acuan Wall Street melemah pada penutupan perdagangan hari Rabu (10/1/2018) akibat sentimen negatif dari kabar pengurangan pembelian obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) oleh China dan kemungkinan AS keluar dari perjanjian dagang penting.
Dow Jones Industrial Average turun tipis 16,67 poin atau 0,07% ke 25.369,13 sementara S&P 500 kehilangan 3,06 poin atau 0,11% menjadi 2.748,23. Nasdaq Composite melemah 10,01 poin atau 0,14% ke level 7.153,57.
S&P 500 dan Nasdaq mengakhiri rally enam harinya setelah Bloomberg melaporkan bahwa China dapat mengurangi atau bahkan menghentikan pembelian obligasi pemerintah AS. China adalah pemegang terbesar surat berharga negara AS, dilansir dari Reuters.
Kabar tersebut membuat imbal hasil obligasi AS (United States Treasury) melompat ke level tertingginya dalam 10 bulan terakhir.
Indeks S&P 500 melemah tipis di sesi awal perdagangan karena investor masih mencerna kabar dari China. Namun, pelemahan itu berlanjut pada siang hari setelah Reuters melaporkan Kanada semakin yakin Presiden AS Donald Trump akan segera mengumumkan keluarnya AS dari Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA).
“Di minggu yang minim pengumuman data ekonomi dan keuangan seperti ini, berita-berita politik dapat berefek lebih besar [terhadap indeks] dibandingkan hari-hari biasa,” kata Jon Mackay, investment strategist di Schroders Investment Management di New York.
Walaupun Mackay berpendapat bahwa aksi jual di pasar berlebihan, ia mencatat bahwa perubahan yang terjadi di NAFTA dapat berakibat buruk pada kinerja keuangan perusahaan-perusahaan tercatat.
“Bila kabar itu terbukti benar, kita akan melihat nilai tukar dolar [AS] yang lebih tinggi dan efek buruk terhadap kinerja keuangan perusahaan,” ujarnya.
Investor secara umum berhati-hati terhadap berita mengenai China sebab mereka sebenarnya khawatir koreksi terhadap pergerakan pasar cenderung terlambat terjadi.
“Ini adalah gambaran kekhawatiran dan kesadaran investor bahwa pasar telah menguat selama empat bulan berturut-turut tanpa adanya satu kali pun penurunan yang berarti,” kata Robert Pavlik, chief investment strategist pada SlateStone Wealth di New York.
“Dengan berjalannya waktu, imbal hasil obligasi AS akan mulai menurun karena kesadaran [investor] bahwa kabar tersebut tidak berdasar. Tidak mungkin China akan berhenti membeli obligasi AS,” tambahnya.
(prm) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Dow Jones Industrial Average turun tipis 16,67 poin atau 0,07% ke 25.369,13 sementara S&P 500 kehilangan 3,06 poin atau 0,11% menjadi 2.748,23. Nasdaq Composite melemah 10,01 poin atau 0,14% ke level 7.153,57.
S&P 500 dan Nasdaq mengakhiri rally enam harinya setelah Bloomberg melaporkan bahwa China dapat mengurangi atau bahkan menghentikan pembelian obligasi pemerintah AS. China adalah pemegang terbesar surat berharga negara AS, dilansir dari Reuters.
Indeks S&P 500 melemah tipis di sesi awal perdagangan karena investor masih mencerna kabar dari China. Namun, pelemahan itu berlanjut pada siang hari setelah Reuters melaporkan Kanada semakin yakin Presiden AS Donald Trump akan segera mengumumkan keluarnya AS dari Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA).
“Di minggu yang minim pengumuman data ekonomi dan keuangan seperti ini, berita-berita politik dapat berefek lebih besar [terhadap indeks] dibandingkan hari-hari biasa,” kata Jon Mackay, investment strategist di Schroders Investment Management di New York.
Walaupun Mackay berpendapat bahwa aksi jual di pasar berlebihan, ia mencatat bahwa perubahan yang terjadi di NAFTA dapat berakibat buruk pada kinerja keuangan perusahaan-perusahaan tercatat.
“Bila kabar itu terbukti benar, kita akan melihat nilai tukar dolar [AS] yang lebih tinggi dan efek buruk terhadap kinerja keuangan perusahaan,” ujarnya.
Investor secara umum berhati-hati terhadap berita mengenai China sebab mereka sebenarnya khawatir koreksi terhadap pergerakan pasar cenderung terlambat terjadi.
“Ini adalah gambaran kekhawatiran dan kesadaran investor bahwa pasar telah menguat selama empat bulan berturut-turut tanpa adanya satu kali pun penurunan yang berarti,” kata Robert Pavlik, chief investment strategist pada SlateStone Wealth di New York.
“Dengan berjalannya waktu, imbal hasil obligasi AS akan mulai menurun karena kesadaran [investor] bahwa kabar tersebut tidak berdasar. Tidak mungkin China akan berhenti membeli obligasi AS,” tambahnya.
(prm) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular