Psikolog Ungkap Hal Nomor Satu yang Bikin Pasangan Bertengkar
Jakarta, CNBC Indonesia - Banyak orang mengira pasangan paling sering bertengkar karena uang, hubungan intim, atau pola asuh anak. Namun menurut seorang psikolog yang mempelajari dinamika pasangan selama bertahun-tahun, Dr.Mark Travers, penyebab utamanya ternyata jauh lebih sederhana yaitu nada suara.
Bukan soal piring kotor di wastafel atau tagihan kartu kredit yang belum dibayar, melainkan cara seseorang berbicara tentang hal-hal itu. Nada suara yang salah bisa mengubah percakapan ringan menjadi pertengkaran besar.
Penelitian juga menemukan, hanya sebagian kecil makna pesan berasal dari kata-kata. Selebihnya disampaikan lewat bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan terutama nada suara.
Sebuah kalimat sederhana seperti "Kamu udah buang sampah belum?" bisa terdengar sebagai pertanyaan biasa atau tuduhan, tergantung intonasinya. Begitu pula ucapan seperti "Terserah kamu deh..." bisa terdengar menyindir, walau maksudnya tidak demikian.
"Dalam pertengkaran, nada membawa beban emosional," jelas Travers dikutip dari CNBC Make IT, Rabu (7/11/2025).
Nada tajam terdengar seperti menyalahkan, nada datar terasa seperti acuh, dan sarkasme bisa diterima sebagai bentuk penghinaan. Seringkali kita lupa kata-kata yang diucapkan saat bertengkar, tapi kita selalu ingat bagaimana pasangan berbicara dan bagaimana perasaan yang ditimbulkan.
Semua orang bisa terpeleset. Saat lelah, stres, atau tergesa-gesa, nada bicara sering tak sesuai niat.
Solusinya, kata Travers, sadari pada saat itu juga. Jika menyadari suaramu terdengar lebih tajam dari yang dimaksud, hentikan sejenak dan perbaiki.
Beberapa contoh cara memperbaiki:
"Maaf, nadaku barusan terdengar agak tajam. Aku coba ulangi ya."
"Aku sadar kalimat itu kedengaran kasar. Maksudku sebenarnya..."
"Tunggu sebentar, aku gak suka nada ucapanku tadi. Aku ulang lagi."
Langkah kecil ini menunjukkan kesadaran diri dan mencegah emosi berkembang menjadi konflik lebih besar. Dengan latihan, mengakui dan memperbaiki nada bicara jadi kebiasaan yang memperkuat hubungan.
Saat pasangan bicara dengan nada tinggi, reaksi spontan biasanya membalas dengan nada serupa. Tapi ini justru memperburuk suasana dan mengalihkan fokus dari masalah utama.
Coba hentikan siklusnya dengan respons tenang, misalnya:
"Aku gak suka cara kamu ngomong barusan. Bisa diulang dengan cara lain?"
"Aku mau dengar pendapatmu, tapi nada kamu bikin aku sulit fokus."
"Aku tahu kamu kesal, tapi bisa jelaskan dengan lebih tenang?"
Tanpa tuduhan, tanpa defensif hanya dorongan lembut untuk berkomunikasi lebih baik. Tapi, kadang, kedua pihak sudah sama-sama defensif dan saling menyindir. Dalam situasi ini, salah satu harus cukup berani menekan tombol reset.
Mark Travers menyebut ini sebagai reset phrase, bisa berupa kalimat seperti:
"Ayo mulai dari awal." Sebuah lelucon kecil atau gerakan nonverbal seperti menggenggam tangan pasangan.'
"Kadang istri saya akan tertawa dan berkata, 'Dengar deh, kita kayak remaja lagi berdebat.' Kadang saya yang bercanda dan bilang, 'Istirahat dulu yuk.'" kata Travers. Menurutnya, reset tidak menghapus perbedaan pendapat, tapi menurunkan ketegangan sehingga percakapan bisa kembali produktif.
(hsy/hsy)