Anggota DPR Warning Sertifikat Higienis Dapur MBG: Jangan Cuma Kertas!

Fergi Nadira, CNBC Indonesia
01 October 2025 17:08
Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) Halim Perdanakusuma bernama 'Dapur Sehat Anak Bangsa' menyiapkan menu makan bergizi gratis (MBG) berisi menu ayam teriyaki, sayur buncis, nasi dan pisang, Jakarta Senin, (6/1/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Suasana di Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) Halim Perdanakusuma, beberapa waktu lalu. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memperketat standar dapur program Makan Bergizi Gratis (MBG) setelah muncul sejumlah kasus keracunan di berbagai daerah.

Tak hanya diwajibkan mengantongi Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS), setiap dapur MBG akan memiliki sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan dipersiapkan menuju sertifikasi keamanan pangan berbasis Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) melalui lembaga independen berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menyebut, kebijakan ini lahir dari pengalaman di lapangan. Menurutnya, percepatan pembentukan dapur MBG yang melampaui target justru dibarengi dengan meningkatnya kasus gangguan pencernaan karena pelanggaran standar operasional.

Ia mendata, ada dapur yang memasak sejak pagi, tetapi baru mendistribusikan makanan lebih dari 6 jam kemudian, bahkan hingga 12 jam. Ada pula yang menggunakan bahan baku dengan kualitas menurun karena salah prosedur pengadaan.

"SLHS tetap dasar kelayakan higiene dan sanitasi. Untuk kehalalan, semua dapur MBG akan diwajibkan sertifikat halal dengan kepala dapur sebagai penyedia halal. Selain itu, kami menyiapkan sertifikasi HACCP melalui lembaga independen yang bersertifikat dan dikoordinasikan dengan BPOM," kata Dadan dalam rapat dengan Komisi IX DPR, Rabu (1/10/2025).

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (BGS) menegaskan, SLHS tidak bisa ditawar, tetapi prosedurnya sudah disederhanakan agar tidak menghambat ribuan dapur MBG yang ada. Kini, kata ia, penerbitan sertifikat dilakukan oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota dengan aturan yang lebih ringkas.

"Kami sudah sosialisasi ke seluruh pemda dan Dinas Kesehatan agar SLHS bisa terbit lebih cepat tanpa mengurangi standar yang berlaku," ujarnya.

DPR menilai penguatan standar saja tidak cukup jika tidak diikuti mekanisme pengawasan yang ketat dan lintas lembaga. Anggota Komisi IX DPR Edi Wuryanto menekankan pentingnya kontrol silang agar BGN tidak menjadi penilai sekaligus pelaksana.

"Yang diinginkan adalah kontrol silang. SLHS harus tetap oleh Kemenkes dan Dinas Kesehatan, sementara keamanan pangan lewat HACCP harus melibatkan BPOM. Jangan sampai badan pelaksana menilai dirinya sendiri," kata Edi.

Nada lebih keras datang dari Anggota DPR Komisi IX Irma Suryani Chaniago yang mengingatkan bahaya jika sertifikasi hanya berhenti sebagai dokumen formalitas tanpa pengawasan nyata. Menurutnya, kewenangan sertifikasi sebaiknya tidak lagi dipegang BGN, melainkan diserahkan ke Kementerian Kesehatan dan BPOM.

"Sertifikasi higienis jangan cuma kertas. Saya sarankan sertifikasi diserahkan ke BPOM dan Kementerian Kesehatan, bukan BGN lagi. Kementerian Kesehatan lewat Dinas Kesehatan akan memverifikasi, BPOM di daerah ikut mengawasi, jadi tidak hanya kertas sertifikasi, harus ada kontrol silang," tegas Irma.

Irma juga mengingatkan potensi penyalahgunaan jika sertifikasi dikelola internal tanpa mekanisme pengawasan silang.

"Kalau hanya BGN yang mengeluarkan, ya seperti jeruk makan jeruk. Katanya bagus, padahal bisa saja tidak. Itu bahaya. Harus ada BPOM dan Dinas Kesehatan di lapangan agar betul-betul terjaga," kata ia.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Nampan MBG Diduga Mengandung Minyak Babi, Pemerintah Siap Uji Lab

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular