Pakar Gizi Ungkap Perbedaan Minyak Babi dan Minyak Sawit

Fergi Nadira, CNBC Indonesia
09 September 2025 16:32
Minyak goreng kelapa sawit. (Dok. Pixabay)
Foto: Minyak goreng kelapa sawit. (Dok. Pixabay)

Jakarta, CNBC Indonesia - Isu penggunaan minyak babi kembali ramai setelah kremesan Ayam Goreng Widuran Solo disebut mengandung bahan tersebut. Menanggapi hal ini, Dosen Gizi Universitas Aisyiyah (Unisa) Jogja, Agil Dhiemitra Aulia Dewi, menjelaskan perbedaan minyak babi dengan minyak sawit yang umum dipakai masyarakat.

Agil menjelaskan, minyak babi berasal dari lemak hewani sehingga lebih kental dibanding minyak nabati seperti sawit. Warnanya juga berbeda, tidak kekuningan sebagaimana minyak sawit.

"Minyak babi itu sebenarnya lemak babi yang dicairkan. Kandungan lemak jenuhnya lebih tinggi dibanding minyak nabati," ujarnya mengutipdetik, Selasa (9/9/2025).

Secara rasa, penggunaan minyak babi membuat masakan terasa lebih gurih dan renyah. Hal ini juga yang membuat resep masakan Tionghoa atau Barat kerap menggunakan minyak babi maupun lemak hewani lain seperti tallow (lemak sapi).

"Kalori dan lemak jenuhnya lebih tinggi. Itu sebabnya cita rasa lebih gurih, lebih crispy, dan aromanya lebih kaya," kata Agil yang juga menjabat Ketua Halal Center Unisa Jogja.

Menurutnya, penggunaan minyak hewani dalam masakan bukan hal baru. Beberapa restoran cepat saji di Barat bahkan lebih memilih menggoreng kentang dengan tallow karena hasilnya lebih renyah dibanding minyak nabati.

Meski berbeda sumber, baik minyak babi maupun minyak nabati sama-sama memiliki risiko kesehatan jika dikonsumsi berlebihan. Kandungan lemak jenuh yang tinggi dapat meningkatkan risiko kolesterol hingga penyakit jantung koroner.

Di sisi lain, minyak sawit juga bisa menimbulkan masalah jika dipanaskan pada suhu tinggi. Proses tersebut dapat merusak kandungan lemak tak jenuh seperti omega dan menghasilkan zat oksidatif yang berpotensi karsinogenik atau pemicu kanker.

Agil menekankan, isu utama dalam kasus ini bukan hanya soal gizi, melainkan aspek halal. Sesuai regulasi, produk makanan dan minuman yang diperdagangkan pelaku usaha wajib bersertifikat halal.

"Label tidak halal penting untuk memberi informasi jelas kepada konsumen. Jika melanggar, pelaku usaha bisa dikenakan sanksi," tegasnya.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ayam Widuran Solo Ditutup usai Polemik Tak Cantumkan Non-Halal

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular