
4 Jenis Pola Asuh dan Dampaknya pada Karakter Anak

Jakarta, CNBC Indonesia - Mendidik anak agar siap menjadi orang dewasa yang mandiri bukanlah tugas mudah. Orang tua dituntut untuk memberi batasan, membiarkan anak merasakan konsekuensi dari perbuatannya, hingga menghadapi kemarahan mereka. Namun menurut para ahli, semua itu merupakan bagian penting dari proses tumbuh kembang anak.
"Anak boleh saja marah atau tidak suka pada orang tuanya karena aturan yang diterapkan. Itu wajar. Justru orang tua adalah sosok yang paling aman untuk mereka benci sesaat, karena orang tua tetap akan mencintai anak-anaknya," jelas Hannah L. Mulholland, pekerja sosial anak di Mayo Clinic.
Artikel ini akan membahas empat gaya pengasuhan (parenting style), dampaknya pada anak, dan mengapa authoritative parenting dianggap sebagai pola yang paling ideal.
Mengapa Gaya Parenting Penting?
Parenting bukan sekadar mengasuh anak, melainkan mendampingi mereka belajar dari kesalahan, bertanggung jawab, dan memecahkan masalah. Anak yang tidak pernah diberi kesempatan gagal bisa tumbuh dewasa tanpa keterampilan dasar, seperti mengelola emosi, keuangan, bahkan hubungan sosial.
Empat Gaya Parenting yang Umum
1. Authoritative Parenting (Demokratis dan Tegas)
Gaya ini dianggap paling seimbang. Orang tua tetap menjadi pengambil keputusan utama, tetapi tetap hangat, mendengarkan opini anak, dan menjelaskan alasan di balik aturan.
Ciri-ciri:
Ada batasan jelas, namun fleksibel.
Anak diberi kesempatan berpendapat.
Orang tua membangun hubungan dekat dan penuh kasih.
Dampak pada anak: Tumbuh percaya diri, bertanggung jawab, mampu mengatur emosi, ramah, dan berorientasi pada prestasi.
Contoh di rumah: Anak boleh memilih menu makan malam atau ikut memasak bersama, namun tetap ada aturan soal gizi dan jadwal makan.
2. Permissive Parenting (Terlalu Memanjakan)
Orang tua yang permisif cenderung menjadi "sahabat" anak. Mereka hangat, penuh perhatian, tetapi jarang memberi batasan tegas.
Ciri-ciri:
Aturan longgar, disiplin jarang diterapkan.
Anak bebas menentukan pilihan, bahkan dalam hal penting.
Orang tua sering kali menyelamatkan anak dari konsekuensi buruk.
Dampak pada anak: Memiliki rasa percaya diri tinggi dan keterampilan sosial, tetapi sering impulsif, manja, dan sulit mengendalikan diri.
Contoh di rumah: Anak bebas memilih makanan, bahkan jika harus dibuatkan menu khusus. Akibatnya, anak bisa menjadi pemilih makanan (picky eater) dan pola makan tidak sehat.
3. Authoritarian Parenting (Kaku dan Otoriter)
Pada pola ini, orang tua membuat aturan ketat dengan standar tinggi, sering disertai hukuman.
Ciri-ciri:
Aturan kaku tanpa penjelasan.
Anak dituntut patuh tanpa banyak diskusi.
Hukuman lebih dominan daripada apresiasi.
Dampak pada anak: Disiplin, tetapi bisa tumbuh dengan rasa takut, kurang percaya diri, dan minim pengalaman mengambil keputusan. Beberapa anak bisa menjadi pemberontak agresif.
Contoh di rumah: Anak diwajibkan menghabiskan semua makanan tanpa penjelasan alasan kesehatan atau budaya.
4. Neglectful Parenting (Kurang Perhatian)
Orang tua tetap memenuhi kebutuhan dasar anak, tetapi minim perhatian emosional maupun batasan.
Ciri-ciri:
Minim pengawasan dan keterlibatan.
Jarang memberi aturan atau harapan.
Bisa terjadi karena kondisi orang tua, seperti sibuk bekerja atau masalah mental.
Dampak pada anak: Tumbuh lebih mandiri karena terbiasa mengurus diri sendiri, tetapi cenderung kesulitan mengendalikan emosi, memiliki harga diri rendah, dan sulit membangun hubungan sosial.
Contoh di rumah: Orang tua jarang menyiapkan makanan atau stok bahan pokok, sehingga anak merasa cemas soal kapan bisa makan.
Mana Gaya Parenting yang Paling Dianjurkan?
Ahli sepakat bahwa authoritative parenting adalah pola yang paling seimbang. Kombinasi komunikasi terbuka, batasan jelas, dan kasih sayang membuat anak tumbuh stabil secara emosional serta siap menghadapi tantangan hidup.
Tips menerapkan authoritative parenting:
Tetapkan aturan yang jelas dan konsisten.
Beri anak pilihan sesuai usianya.
Dengarkan perasaan dan pendapat anak.
Sering tunjukkan kasih sayang.
Gunakan pujian dan penghargaan sebagai motivasi, bukan hanya hukuman.
Bagaimana Cara Menetapkan Batasan pada Anak?
Psikolog Russell A. Barkley menggambarkan pengasuhan seperti pagar untuk domba di padang rumput. Orang tua memberi ruang bebas, tetapi tetap dengan batas yang jelas. Anak bisa menjelajah, bereksperimen, dan belajar, namun tidak keluar dari koridor yang aman.
Sebaiknya aturan disepakati sejak awal, misalnya soal waktu layar (screen time) atau jam tidur. Jika aturan dibuat mendadak, orang tua cenderung tidak konsisten, sehingga anak bingung.
Hubungan dengan Anak Saat Dewasa
Gaya parenting juga memengaruhi hubungan jangka panjang. Anak dari orang tua yang terlalu kaku mungkin menjaga jarak, sementara anak dari orang tua permisif bisa terus bergantung pada orang tua. Sebaliknya, anak yang tumbuh dengan pola authoritative biasanya tetap dekat, mandiri, dan tetap meminta nasihat tanpa bergantung penuh.
(dag/dag)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ahli Parenting Ungkap Pola Asuh yang Bikin Anak Sukses
