Intip Perbedaan Wealth Mindset & Poor Mindset dalam Investasi

Fergi Nadira, CNBC Indonesia
25 August 2025 14:55
Risiko Instrumen Investasi
Foto: Ilustrasi investasi. (Edward Ricardo/CNBC Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pepatah lama di Wall Street bilang, saat pasar bullish, semua orang merasa jenius. Media sosial pun sering menampilkan sederet "crypto bros," pemburu saham receh, hingga orang-orang yang memamerkan mobil mewah hasil cuan singkat dari dogecoin.

Namun ketika pasar merosot, mereka yang memperlakukan investasi seperti mesin uang instan sering kali harus menanggung kerugian. Hal ini diingatkan Brad Klontz, perencana keuangan bersertifikat sekaligus psikolog keuangan dari Creighton University.

"Saya melihat banyak video di media sosial yang terang-terangan menyarankan orang untuk menjual asetnya," kata Klontz dikutip dari CNBC Make It, Senin (25/8/2025).

"Itu cerminan dari euforia membeli berlebihan, yang berubah jadi panik saat menjual. Padahal menyarankan orang meninggalkan uangnya di luar pasar adalah nasihat terburuk saat ini," ujarnya menambahkan.

Menurut Klontz, bagi investor jangka panjang, kondisi pasar yang fluktuatif justru kesempatan untuk menambah portofolio, bukan menepi. Inilah, kata ia, yang membedakan orang dengan poor mindset (pola pikir miskin) dan wealth mindset (pola pikir kaya).

Wealth Mindset vs Poor Mindset
Setiap orang tentu berharap investasinya berkembang. Namun, kata Klontz, cara dan target waktunya sangat menentukan hasil.

"Poor mindset biasanya begini: 'Saya punya US$10 ribu, bagaimana cara menjadikannya US$100 ribu atau bahkan US$1 juta dalam waktu singkat?' Pola pikir seperti ini justru bikin orang hancur," jelasnya.

Sebaliknya, wealth mindset lebih pada filosofi jangka panjang. "Di mana saya bisa menaruh US$200 per bulan agar dalam 30 tahun bisa menjadi US$1 juta?" kata Klontz.

3 Kesalahan Investor yang Ingin Cepat Kaya

Menurut Klontz, ada tiga kesalahan utama investor dengan poor mindset yang biasanya berujung merugikan:

1. Tidak Diversifikasi
Investor jangka panjang biasanya membagi investasinya ke berbagai aset. Portofolio yang terdiversifikasi membuat kerugian di satu aset tidak langsung menjatuhkan kinerja keseluruhan. Sebaliknya, mereka yang ingin cepat kaya cenderung menaruh harapan hanya pada satu atau dua instrumen, yang risikonya jauh lebih besar.

2. Coba Mengatur Waktu Pasar
Investor jangka panjang biasanya berinvestasi secara konsisten tanpa mencoba menebak pergerakan pasar. Sebab, bahkan investor profesional pun hampir mustahil melakukannya dengan tepat. "Jangan pernah percaya instingmu soal uang," kata Klontz. "Naluri alami kita justru sering menuntun ke arah yang salah," imbuhnya.

3. Masuk ke Aset Spekulatif
Aset seperti saham dan obligasi bergerak berdasarkan fundamental, sementara aset spekulatif seperti kripto hanya bergantung pada harga yang bersedia dibayar orang lain. Karena itu, volatilitasnya jauh lebih tinggi. "Uang untuk aset spekulatif itu ibarat uang hiburan di Vegas. Jangan pakai uang sewa rumahmu untuk itu," tegas Klontz.

Menurutnya, inti dari wealth mindset adalah konsistensi, kesabaran, dan disiplin. Klontz berharap kejatuhan pasar kripto baru-baru ini memberi pelajaran berharga bagi investor.

"Kalau kamu tidak sadar uangmu di kripto itu ibarat uang judi, sekarang kamu tahu," kata ia.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investasi Tas Birkin Lebih Cuan dari Saham? Simak Analisanya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular