Lomba-Lomba Warga Singapura Operasi Plastik, Banyak Gagal Sampai Buta

Mentari Puspadini , CNBC Indonesia
Sabtu, 16/08/2025 20:00 WIB
Foto: AP/Eugene Hoshiko

Jakarta, CNBC Indonesia - Tren operasi plastik di Singapura kian marak, terutama di kalangan anak muda yang ingin mempercantik penampilan. Namun, fenomena ini diiringi meningkatnya kasus kegagalan operasi hingga menimbulkan cacat permanen.

Dikutip dari Channel News Asia, Sabtu (16/8/2025), salah satu korbannya adalah Georgina Poh, 31 tahun, yang lima tahun lalu melakukan operasi untuk memperbaiki senyumnya. Prosedur itu dilakukan di klinik estetika ternama, namun pemulihannya berlangsung jauh lebih sulit dari dugaan.

Poh mengaku tidak bisa membuka mulut selama berminggu-minggu dengan wajah membengkak dan penuh memar. Hingga kini bekas luka masih membekas, tetapi ia tidak bisa menggugat karena sudah menandatangani surat pernyataan sebelum tindakan dilakukan.


Kasus seperti Poh bukanlah hal yang jarang terjadi, menurut pengacara dan dokter setempat. Seiring semakin banyak anak muda yang melakukan operasi plastik, jumlah kasus kegagalan juga ikut meningkat beberapa tahun terakhir.

Namun, sebagian besar kasus tidak pernah sampai ke pengadilan karena sulit membuktikan kelalaian dokter. Sebagian besar diselesaikan secara pribadi antara pasien dan klinik terkait.

Hati-Hati Memilih 

Managing Director Advox Law, R Shankar, menjelaskan dibutuhkan tenaga ahli, bahkan dari luar negeri, untuk meninjau catatan medis guna menentukan kelalaian dokter. Menurutnya, kesadaran publik akan hak hukum semakin tinggi sehingga lebih banyak orang mencari nasihat hukum.

Ia menegaskan tidak semua perawatan berjalan mulus dan ada yang berakhir dengan konsekuensi berat, termasuk kebutaan. Karena itu, ia mengingatkan pentingnya memilih dokter yang benar-benar terdaftar dan berizin resmi.

Pemerintah Singapura juga menambah aturan ketat dengan menerbitkan panduan serta mewajibkan lisensi tambahan untuk prosedur invasif. Langkah ini diambil untuk mencegah maraknya praktik ilegal yang membahayakan masyarakat.

Pengacara Jacqueline Chua menambahkan, kelalaian medis bisa terjadi dalam banyak bentuk, mulai dari diagnosis, pemberian nasihat, hingga pengambilan persetujuan pasien. Dalam konteks klinik estetika, pelanggaran bisa terjadi jika prosedur diserahkan pada pihak yang tidak terlatih atau di luar aturan medis yang berlaku.

Kasus Praktik Ilegal

Data Kementerian Kesehatan Singapura mencatat, sepanjang 2022-2024 ada sekitar 90 kasus pelanggaran oleh pihak tidak berwenang yang melakukan praktik medis atau kedokteran gigi. Angka itu melonjak 50% dibanding dua tahun sebelumnya.

Praktik ilegal itu kerap dilakukan di lokasi non-medis seperti rumah, toko, hingga kamar hotel. Beberapa ahli bedah plastik bahkan melaporkan satu dari 10 kasus kegagalan berasal dari tindakan di luar negeri atau oleh tenaga yang tidak memiliki izin resmi.

Meski demikian, tekanan juga dirasakan para praktisi berpengalaman untuk terus mengikuti tren prosedur baru yang marak di media sosial. Hal ini memaksa sebagian dokter cepat mengadopsi teknologi baru meskipun risikonya belum sepenuhnya dipahami.

Dermatologis Evelyn Tay, pendiri Lumine Dermatology & Laser Clinic, mengatakan banyak perawatan baru bermunculan di pasar yang sangat kompetitif. Ia menyarankan klinik lebih berhati-hati, menunggu umpan balik pasar, dan mengumpulkan pengalaman sebelum meluncurkan perawatan baru di kliniknya.


(dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Kisah Marshel Widianto, Dulu Susah Kini Hidup Ala Rich People