Pengusaha Hotel-Gym Merapat! Putar Musik di Ruang Publik Wajib Bayar

linda hasibuan, CNBC Indonesia
02 August 2025 17:30
Ilustrasi Restoran. (Dok. Freepik)
Foto: Ilustrasi Restoran. (Dok. Freepik)

Jakarta, CNBC Indonesia - Baru-baru ini kembali heboh terkait kebijakan royalti musik yang dikenakan kepada pengusaha restoran, kafe, gym dan mall.

Pemerintah pun telah meresmikan aturan royalti hak cipta lagu dan musisi, sehingga kafe, restoran hingga tempat ritel yang akan memutar musik wajib menyetor bayaran.

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menegaskan, setiap pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik termasuk restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, dan hotel wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait.

Hal ini berlaku meskipun pelaku usaha telah berlangganan layanan seperti Spotify, YouTube Premium, Apple Music, atau layanan streaming lainnya.

Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Agung Damarsasongko menjelaskan, langganan pribadi seperti Spotify dan YouTube Premium tidak mencakup hak pemutaran musik untuk tujuan komersial di ruang publik.

Pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

"Layanan streaming bersifat personal. Ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah," ungkap Agung dikutip dari keterangan yang diunggah di situs resmi DJKI, Sabtu (2/8/2025).

LMKN bertugas menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada para pencipta dan pemilik hak terkait. Skema ini memastikan transparansi dan keadilan bagi seluruh pelaku industri musik, serta memudahkan pelaku usaha karena tidak perlu mengurus lisensi satu per satu dari setiap pencipta lagu. Hal ini memberikan keseimbangan agar pencipta atau pemilik hak terkait musik/lagu mendapatkan hak ekonominya serta pengguna merasa nyaman dalam berusaha atau menggunakan lagu.

Bagaimana Jika Pelaku Usaha Memutar Musik Instrumental Bebas Lisensi?

Menanggapi hal ini, sebagian pelaku usaha khawatir terkait penggunaan lagu, bahkan ada yang menyatakan akan memblokir pemutaran lagu-lagu Indonesia demi menghindari pembayaran royalti.

Namun, Agung mengimbau agar tidak perlu khawatir dan takut. Pemblokiran pemutaran lagu-lagu Indonesia justru dapat melemahkan ekosistem musik lokal. Di sisi lain, aksi ini juga jadi menghilangkan apresiasi terhadap musisi Indonesia.

"Itu justru akan melemahkan ekosistem musik lokal dan tidak memberikan apresiasi kepada pencipta/pemegang hak cipta. Musik adalah bagian dari identitas budaya. Ketika pelaku usaha enggan memberikan apresiasi yang layak kepada pencipta lagu Indonesia, yang dirugikan bukan hanya seniman, tetapi juga konsumen dan iklim kreatif nasional secara keseluruhan," tegasnya.

Lantas, bagaimana jika pelaku usaha memutar musik instrumental bebas lisensi atau lagu dari luar negeri? Agung menyampaikan bahwa pelaku usaha tetap perlu berhati-hati.

"Tidak semua musik instrumental bebas dari perlindungan hak cipta. Beberapa lagu yang diklaim 'no copyright' justru bisa menjerat pelaku usaha dalam pelanggaran apabila digunakan tanpa verifikasi sumber. Termasuk lagu luar negeri jika mereka dilindungi hak cipta, kewajiban royalti tetap berlaku," katanya.

Jika pelaku usaha tidak memiliki anggaran untuk membayar royalti musik, alternatif yang dapat dipilih adalah menggunakan musik bebas lisensi (royalty-free) atau musik dengan lisensi Creative Commons yang memperbolehkan penggunaan komersial, memutar musik ciptaan sendiri, menggunakan suara alam/ ambience, atau bekerja sama langsung dengan musisi independen yang bersedia memberikan izin tanpa biaya.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Spotify Ungkap Musisi Indonesia Makin Kaya Raya dari Royalti

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular