Terungkap Alasan Patung Ratu Hatshepsut Mesir Kuno Dihancurkan

Linda Sari Hasibuan, CNBC Indonesia
15 July 2025 13:02
Restorasi pada artefak yang baru ditemukan, di dekat Kuil Lembah Ratu Hatshepsut di Deir El-Bahari di Luxor, Mesir. (REUTERS/Sayed Sheashaa)
Foto: Restorasi pada artefak yang baru ditemukan di dekat Kuil Lembah Ratu Hatshepsut di Deir El-Bahari di Luxor, Mesir. (REUTERS/Sayed Sheashaa)

Jakarta, CNBC Indonesia - Selama 100 tahun terakhir, para ahli Mesir Kuno mengira bahwa ketika firaun wanita berkuasa, yakni Hatshepsut meninggal, keponakan dan penerusnya menaruh dendam terhadapnya. Mereka dengan sengaja menghancurkan semua patungnya untuk menghapusnya dari ingatan publik.

Mengutip Live Science, kini sebuah studi baru menemukan bahwa hal itu tidak sepenuhnya benar. Meskipun banyak patung Hatshepsut sengaja dirusak, alasan di balik penghancurannya tidak ada hubungannya dengan jenis kelaminnya atau bahkan untuk menghapus keberadaannya, kata seorang ahli Mesir Kuno.

Sebaliknya, patung-patung Hatshepsut dirusak untuk menonaktifkan mereka dan menghilangkan kekuatan supernatural yang kemungkinan dimiliki, menurut sebuah studi yang diterbitkan Selasa (24/06/2025) di jurnal Antiquity.

Hatshepsut (yang memerintah sekitar tahun 1473 hingga 1458 SM) adalah seorang firaun yang dikenal karena memerintahkan pembangunan kuil indah di Deir el-Bahri, dekat Thebes kuno (sekarang Luxor), dan karena memerintahkan pelayaran yang sukses dari Mesir ke tanah yang dikenal sebagai "Punt," yang lokasi tepatnya kini masih diperdebatkan.

Hatshepsut adalah istri dan saudara tiri Firaun Thutmose II (berkuasa sekitar tahun 1492 hingga 1479 SM) dan seharusnya bertindak sebagai wali bagi anak tirinya, Thutmose III. Namun, alih-alih menjadi wali, ia malah menjadi firaun dengan haknya sendiri, sementara Thutmose III bertindak sebagai rekan wali yang memiliki kekuasaan terbatas.

Setelah Hatshepsut wafat, banyak patungnya sengaja dirusak, termasuk di situs Deir el-Bahri, tempat para arkeolog pada tahun 1920-an dan 1930-an menemukan sisa-sisa patungnya yang hancur terkubur di dalam lubang.

Diyakini bahwa patung-patung ini dihancurkan atas perintah Thutmose III setelah Hatshepsut wafat, sebagai bentuk pembalasan. Namun, studi baru menunjukkan bahwa patung-patung ini sebenarnya dinonaktifkan secara ritual dengan cara yang sama seperti patung-patung milik firaun lainnya.

Dalam penelitian tersebut, Jun Yi Wong, kandidat doktor Egiptologi di Universitas Toronto, meneliti catatan arsip patung-patung dari Deir el-Bahri yang ditemukan pada tahun 1920-an dan 1930-an.

Wong menemukan bahwa patung-patung tersebut tidak hancur di wajah dan prasastinya tidak hancur. Sebaliknya, patung-patung tersebut patah di leher, pinggang, dan kaki sesuatu yang terlihat pada patung-patung firaun Mesir lainnya dalam proses yang oleh para ahli Egiptologi modern disebut deaktivasi ritual.

"Bangsa Mesir kuno memandang patung-patung kerajaan sebagai entitas yang kuat dan bahkan mungkin hidup," ujar Wong kepada Live Science melalui email.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa ketika seorang firaun meninggal, bangsa Mesir kuno biasanya menonaktifkan patung-patung mereka dengan menghancurkannya di titik-titik lemah, yaitu di leher, pinggang, dan kaki.

"Deposit patung-patung yang telah dinonaktifkan telah ditemukan di beberapa situs di Mesir dan Sudan. Salah satu penemuan paling terkenal dalam sejarah arkeologi Mesir adalah Karnak Cachette, tempat ratusan patung firaun-dari berbagai abad ditemukan dalam satu deposit. Sebagian besar patung telah dinonaktifkan," kata Wong.

Meski demikian, bukan berarti Hatshepsut tidak menjadi sasaran penganiayaan politik setelah kematiannya. Tidak diragukan lagi bahwa Hatshepsut memang mengalami kampanye penganiayaan di banyak monumen di seluruh Mesir, gambar dan namanya telah dihapus secara sistematis. Diketahui bahwa kampanye penganiayaan ini dimulai oleh Thutmose III, tetapi tidak diketahui sebabnya.

Fakta bahwa patung-patungnya di Deir el-Bahri dinonaktifkan secara normal, sementara gambar dan prasastinya di situs lain diserang dengan kekerasan menunjukkan bahwa penganiayaan yang dialaminya mungkin bukan karena alasan pribadi.

Patung-patung firaun lain juga mengalami penonaktifan ritual. Fakta bahwa patung-patung Hatshepsut di Deir el-Bahri dinonaktifkan secara normal, sementara patung-patungnya di situs lain diserang dengan lebih brutal menunjukkan bahwa Thutmose III mungkin merasa perlu menganiaya Hatshepsut karena alasan politik, seperti kekhawatiran para pendukungnya tentang pemerintahannya.

"Para ahli Mesir Kuno berasumsi bahwa Thutmose III pasti menyimpan kebencian yang mendalam terhadap Hatshepsut, tetapi ini kemungkinan besar tidak akurat. Perlakuan terhadap patung-patung tersebut, misalnya, menunjukkan bahwa Thutmose III dimotivasi oleh faktor-faktor ritualistik dan praktis, alih-alih permusuhan pribadi," kata Wong.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ahli Terkejut Temukan Mumi Berusia 5.000 Tahun yang Wangi Semerbak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular