
Banyak Orang Tak Sadar, Banyak Kasus Femisida di Sekitar Kita
Fergi Nadira, CNBC Indonesia
01 July 2025 14:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Femisida masih jadi istilah yang asing dalam sistem hukum dan kebijakan publik di sebagian besar negara Asia Tenggara. Padahal, femisida banyak terjadi di sekitar kita.
Berdasarkan Sidang Umum Dewan HAM PBB, femisida adalah pembunuhan terhadap perempuan yang didorong oleh kebencian, dendam, penaklukan, penguasaan, penikmatan dan pandangan terhadap perempuan sebagai kepemilikan sehingga boleh berbuat sesuka hatinya.
Jakarta Feminist mencatat ada 204 kasus femisida sepanjang tahun 2024 di Indonesia. Sebagian besar pelaku adalah laki-laki yang memiliki hubungan dekat dengan korban.
"Ketika perempuan dibunuh karena dia perempuan, itu adalah femisida, tapi karena tidak dinamai, maka ia tak terlihat sebagai persoalan sistemik," kata Chandy dalam diskusi publik dan perilisan data femisida yang dilakukan hybrid dari Jakarta pada Senin (30/6/2025).
Chandy menyebut, negara-negara Asia Tenggara umumnya memiliki data kematian perempuan, namun sangat sedikit yang melakukan analisis berdasarkan motif gender. "Statistik saja tidak cukup. Tanpa analisis berbasis gender, korban hanya akan jadi angka. Kita tak akan pernah tahu pola kekerasan yang mengarah pada pembunuhan," ujarnya.
"Kalau tidak dinamai, maka tidak dianalisis. Kalau tidak dianalisis, tidak bisa dicegah," tegasnya.
Dalam paparannya, Siti memetakan berbagai bentuk femisida di Indonesia, mulai dari kekerasan pasangan intim yang berujung pada pembunuhan, hingga pembunuhan dengan unsur kekerasan seksual sebelum dan sesudah korban meninggal. Ia juga menyoroti bagaimana pornografi, konsumsi alkohol, dan relasi kuasa turut memperparah risiko kekerasan ekstrem terhadap perempuan.
Fakta lapangan menunjukkan, sebagian besar korban berusia 18-35 tahun. Banyak diantaranya dibunuh dengan cara-cara brutal, termasuk dipukul benda tumpul, ditusuk, dibakar, bahkan dimutilasi.
"Tubuh perempuan dalam masyarakat patriarkal sering kali dianggap sebagai objek kepemilikan dan kekuasaan. Ini akar dari femisida," ujar Siti.
Chandy menambahkan, untuk mengatasi femisida, negara harus terlebih dahulu mengakui bahwa ini bukan sekadar kejahatan biasa, melainkan pelanggaran hak asasi manusia. "Femisida bisa dicegah. Tapi upaya penyelamatan hanya dimulai ketika kita cukup peduli untuk menamai kekerasan, melihat polanya, dan membangun sistem pencegahan," katanya.
Chandy dan Siti pun sepakat solusi jangka panjang harus mencakup pengakuan hukum terhadap femisida, pembentukan sistem data dan observatorium femisida nasional, serta pelatihan aparat agar peka terhadap pola kekerasan berbasis gender. Tanpa itu semua, kata mereka, siklus kekerasan akan terus berulang dan korban akan terus bertambah.
(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mengejutkan! Kumpul Kebo di Wilayah Terkenal RI Ini Didukung Orang Tua
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular