Bos BPJS Ngaku Bayar Tagihan Gagal Ginjal Rp11 T, Sorot Suntik Lele
Jakarta, CNBC Indonesia - Biaya klaim kesehatan untuk penyakit gagal ginjal kronik yang ditanggung BPJS Kesehatan tembus Rp 11 triliun pada 2024. Jumlah tersebut menunjukkan adanya peningkatan signifikan dibandingkan tahun 2019 yang hanya berkisar Rp 6,5 triliun.
Kenaikan biaya klaim untuk gagal ginjal kronik mulai terlihat melonjak sejak 2023, dengan tambahan Rp 3 triliun dibandingkan tahun sebelumnya.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. Ali Ghufron Mukti, mengaitkan tren ini dengan meningkatnya kasus gagal ginjal kronik, termasuk di kalangan generasi muda dalam beberapa tahun terakhir.
"Tahun 2024 ini mencapai Rp 11 triliun, cukup besar untuk seluruh penyakit gagal ginjal kronik, ini baru yang hanya tercover BPJS saja," ujarnya dikutip dari Detik.com, Sabtu (15/3/2025).
Ia pun menghimbau kepada masyarakat utamanya generasi muda untuk memperhatikan pola minum dan makan, dan juga mengontrol riwayat penyakit yang meningkatkan risiko gagal ginjal.
Ghufron juga menyoroti laporan yang menemukan hampir 100 persen ikan lele diinjeksi obat antibiotik. Ditambah lagi sejumlah buah-buahan yang sengaja diberikan pewarna untuk mengundang daya tarik pembeli.
"Ini merusak ginjal nanti, maka harus dicek kalau umpamanya semangka, bijinya masih putih, warnanya sudah merah menarik, itu harus curiga, pilih yang bijinya warna hitam, itu contoh salah satunya," kata dia.
Selain memperhatikan pola konsumsi, Ghufron mengingatkan publik untuk bijak meminum obat. Bagi beberapa keluhan yang masih bisa ditangani dengan 'obat rumahan' atau alami dan istirahat yang cukup serta tambahan vitamin, sebaiknya tidak perlu menggunakan obat antiinflamasi, antibiotik berlebihan.
"Tidak berhenti di situ ya, paling banyak gagal ginjal itu karena diabetes dan hipertensi, itu harus dihindari, kalau dua penyakit itu kurang lebih 30 persen memicu risiko gagal ginjal," katanya.
Respons KKP
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan terus melakukan pembinaan terhadap pelaku usaha perikanan budi daya air tawar, termasuk dalam pemberian antibiotik dan vaksin.
KKP memastikan bahwa penggunaan obat ikan dalam budi daya perikanan di Indonesia telah diatur secara ketat melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 19 Tahun 2024.
Salah satu poin utama dalam regulasi tersebut adalah penetapan daftar zat aktif yang diperbolehkan dalam budi daya ikan. Saat ini, hanya enam zat aktif yang diizinkan, yaitu klortetrasiklin, tetrasiklin, oksitetrasiklin, enrofloksasin, sulfadiazine, dan eritromisin. Selain dari daftar tersebut, zat aktif lainnya dilarang untuk digunakan dalam perikanan budi daya.
"Lebih lanjut, penggunaan obat ikan, termasuk antibiotik, yang telah terdaftar di KKP harus mengikuti aturan ketat. Antibiotik hanya diperbolehkan diberikan melalui perendaman atau dicampur dalam pakan ikan," kata KKP melalui keterangan resmi yang diterima CNBC Indonesia.
Adapun metode injeksi pada ikan hanya dapat dilakukan untuk vaksin, bukan untuk pemberian antibiotik. Menurut KKP, penggunaan antibiotik yang diperbolehkan harus sesuai dengan dosis yang tepat, dalam jangka waktu yang ditentukan, serta memperhatikan masa henti (withdrawal time) sebelum panen guna memastikan keamanan produk perikanan yang dihasilkan.
KKP juga secara rutin melakukan pemantauan residu antibiotik pada komoditas ikan air tawar, termasuk ikan lele, di berbagai daerah sentra produksi seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan beberapa provinsi lainnya.
Berdasarkan hasil uji residu pada 2023 dan 2024, tidak ditemukan adanya residu oksitetrasiklin dan kloramfenikol pada sampel ikan lele yang diuji.
(luc/luc)