Jomblo RI Makin Malas Pakai Dating Apps, Ini Penyebabnya
Jakarta, CNBC Indonesia - Seiring dengan mulai menurunnya angka perkawinan di Indonesia, yakni hingga 54 persen dalam satu dekade, hasil studi turut menemukan bahwa jumlah pengguna aplikasi kencan (dating apps) mulai merosot pada 2024. Bahkan, jumlah masyarakat yang masih rutin menggunakan dating apps berada di bawah angka 15 persen.
Perusahaan matchmaking profesional, Lunch Actually, melaporkan bahwa angka popularitas perjodohan secara digital mulai menurun selama beberapa tahun terakhir. Akibatnya, tidak sedikit orang yang berstatus lajang atau jomblo (single) sulit untuk menemukan pasangan.
Berdasarkan laporan Lunch Actually Annual Singles Dating Survey 2024, popularitas budaya swipe telah menurun alias mulai tidak diminati oleh masyarakat secara bertahap. Bahkan, survei dari aplikasi pelopor dating apps ini menyebut hanya 12 persen single yang menggunakan aplikasi kencan setiap hari.
Lalu, sebanyak 42 persen single mengaku tidak menggunakan dating apps sama sekali. Tidak hanya itu, pada 2023 lalu sebanyak 48 dari 72 persen single yang aktif menggunakan dating apps bahkan mengaku tidak berhasil bertemu siapapun meskipun telah berupaya sepanjang tahun.
Laporan yang sama menyebutkan bahwa 72 persen single di Indonesia mulai menyadari bahwa komunikasi dan hubungan emosional merupakan aspek yang sangat penting dan perlu diprioritaskan agar suatu hubungan dapat bertahan dalam jangka panjang.
Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, ada sejumlah referensi spesifik bagi para single untuk menemukan pasangan ideal, seperti bentuk tubuh pasangan bagi laki-laki (43 persen) dan jumlah pendapatan bagi perempuan (62 persen).
Selain itu, untuk saat ini sebanyak 74 persen jomblo lebih memilih komunikasi dan hubungan emosional dibandingkan dengan ketertarikan fisik (24 persen).
Menurut CEO dan Co-Founder Lunch Actually Group, Violet Lim ada beberapa faktor yang mendorong masyarakat Indonesia "lelah" untuk menggunakan dating apps, seperti kesulitan untuk memilih akibat banyaknya pilihan, malas untuk berkencan, hingga masalah privasi.
Violet mengungkapkan bahwa pada saat ini, banyak orang yang mulai tidak lagi menghargai esensi kencan dan tidak merasakan urgensi untuk bertemu seseorang. Terlalu banyak dan sering berbincang dengan banyak orang dalam satu waktu membuat banyak orang kehilangan minat serta menilai remeh kecocokan dengan seseorang.
"Aplikasi kencan membuat para jomblo merasakan 'paradoks dalam memilih', yaitu ketika kita memiliki terlalu banyak pilihan, kita cenderung mengalami kelumpuhan analisis dan akhirnya tidak memilih siapapun apa pun," kata Violet, dikutip dari keterangan resmi, Kamis (11/7/2024).
Menurut laporan Lunch Actually, sebanyak 73 persen pengguna dating apps pernah mengalami penipuan. Hal ini membuat mereka sulit memiliki rasa kepercayaan (trust issue) dengan orang baru, terlebih untuk tujuan romantis.
Selain itu, privasi data juga disebut menjadi salah satu faktor para jomblo kembali beralih ke metode konvensional. Semakin meningkatnya kesadaran terkait privasi data dan risiko keamanan yang terdapat pada aplikasi kencan membuat sebagian besar orang memilih untuk bertemu dengan calon pasangan di lingkungan yang lebih 'tradisional'.
Sebagai informasi, survei Lunch Actually Annual Singles Dating Survey 2024 dilakukan terhadap 2030 single di Singapura, Malaysia, Hong Kong, Indonesia, Thailand, dan Taiwan berusia 25 hingga 25 tahun dengan rasio gender responden Indonesia 69 persen laki-laki dan 41 persen perempuan.
(rns/rns)