Bicara Kasus Bullying, Kak Seto Singgung Penjara Anak

Rindi Salsabilla, CNBC Indonesia
Kamis, 22/02/2024 11:30 WIB
Foto: Kak Seto (Tangkapan Layar Instagram @kaksetosahabatanak)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kasus bullying atau perundungan adalah salah satu tindakan yang masih sering terjadi di Indonesia, terutama di lingkungan anak-anak dan remaja. Namun, penanganan yang kurang tegas membuat tindakan tercela ini semakin masif sehingga jumlah korban semakin bertambah banyak seiring berjalannya waktu.

Kasus terbaru yang menjadi sorotan utama warganet adalah perundungan di Binus School Serpong, Tangerang Selatan. Kasus ini menjadi besar dan viral karena diduga melibatkan anak artis yang menjadi salah satu pelakunya.

Kasus perundungan di Binus School Serpong bukanlah yang kali pertama di Indonesia. Padahal, hampir seluruh masyarakat Indonesia, termasuk di lingkungan sekolah, mengetahui bahwa perundungan adalah tindakan tercela.


Lantas, apa penyebab aksi perundungan di lingkungan remaja dan anak-anak masih banyak ditemukan di Indonesia?

Psikolog anak, Seto Mulyadi, mengungkapkan bahwa salah satu penyebab masih banyaknya kasus perundungan di lingkungan sekolah dan anak-anak adalah sikap orang tua yang cenderung "mewajarkan" aksi tersebut dan tidak adanya pemberian sanksi yang tegas. Padahal, tindakan tersebut adalah hal yang seharusnya dicegah dan tidak boleh terjadi.

"Kadang-kadang bullying itu sudah diketahui (orang tua dan pihak sekolah), tetapi cenderung dibiarkan dan diwajarkan, seperti "Namanya juga anak remaja, biasa. Namanya juga anak-anak, namanya juga anak laki," begitu," kata Seto kepada CNBC Indonesia, Rabu (21/2/2024).

Psikolog anak yang akrab disapa Kak Seto itu mengaku menyayangkan sikap orang tua dan pihak sekolah yang kurang acuh terhadap pemberian sanksi tegas kepada pelaku aksi perundungan. Padahal, hal ini sudah diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

"Betul, [penyebab kasus perundungan masih banyak terjadi adalah] saksi yang kurang tegas dan pembiaran," tegas Kak Seto.

"Kita juga harus mengacu pada UU bahwa semua itu bisa dipidana. Pemidanaannya dengan cara sesuai dengan UU Sistem Peradilan Pidana Anak, misalnya dimasukkan ke Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)," lanjutnya.

Pelaku bullying anak bisa dipenjara

UU Nomor 11 Tahun 2012 Pasal 1 menyebutkan bahwa Sistem Peradilan Pidana Anak adalah seluruh proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum (anak yang berkonflik dengan hukum, korban tindak pidana, dan saksi tindak pidana) mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.

Dalam Pasal 81 Ayat (1), anak dapat dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan anak dapat membahayakan masyarakat. Menurut pasal yang sama Ayat (2), pidana penjara yang dapat dijatuhkan paling lama satu perdua (½) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

"Jika tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun," tulis Pasal 81 Ayat (6).

"Memang sudah ada aturannya. Jadi, bukan sekadar menuntut saja, tapi justru ini kewenangan dari aparat penegak hukum. Semua ada sanksinya sehingga tidak ada pembiaran dan kemungkinan untuk selalu terulang," tegas Kak Seto.

Jika mengacu pada UU Nomor 11 Tahun 2012 Pasal 85, anak yang ditempatkan di LPKA untuk menjalani pidana penjara berhak mendapatkan pembinaan, pembimbingan, pengawasan, pendampingan, pendidikan dan pelatihan, serta hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut Pasal 85 Ayat (3), LPKA wajib menyelenggarakan pendidikan, pelatihan keterampilan, pembinaan, dan pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Faktor Penyebab Kasus Perundungan di Sekolah

Selain minimnya pemberian sanksi kepada pelaku perundungan, Kak Seto mengatakan bahwa salah satu penyebab kasus perundungan di lingkungan anak-anak atau remaja adalah faktor psikologi yang berdinamika, energi yang banyak, dan agresivitas tinggi.

Selain itu, anak yang cenderung menjadi "korban" dari pendidikan informal di dalam keluarga, seperti tidak pernah mendapatkan apresiasi, sering menjadi korban kekerasan dari orang tua, minim komunikasi antara anak dan orang tua, hingga tidak pernah dihargai juga menjadi faktor munculnya pelaku perundungan di lingkungan sekolah.

"Kalau anak sering dimarahi bisa berdampak melampiaskan dendam kepada teman-temannya dengan cara mem-bully, seperti kepada yang paling muda, paling lemah, hingga paling tidak berdaya," jelas Kak Seto.

Maka dari itu, Kak Seto mengimbau orang tua untuk selalu menghadapi anak dengan senyum, menjalin komunikasi yang baik dengan anak, memastikan perhatian dan kasih sayang anak terpenuhi, dan berusaha memahami keinginan, perasan, potensi, serta kecerdasan emosional anak.

"Hal yang paling penting harus ada waktu orang tua untuk anak. Jangan jadikan alasan sibuk jadi tidak ada waktu buat anak. Kalau tidak ad waktu buat anak, kenapa punya anak?" pungkas Kak Seto.

Seiring dengan pernyataan Kak Seto, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Provinsi Banten, Adi Abdillah Marta, mengungkapkan bahwa faktor utama kasus perundungan di lingkungan sekolah adalah anak-anak yang tidak mendapatkan pengawasan penuh dari orang tua dan sekolah.

Maka dari itu, Adi menegaskan bahwa orang tua, guru, dan seluruh stakeholder terkait harus saling bersinergi untuk memberikan pendampingan penuh kepada anak. Ia juga menegaskan, perhatian dan kasih sayang untuk anak harus selalu dipenuhi demi mencegah timbulnya aksi perundungan.

"Orang tua di perkotaan biasanya menyerahkan pola asuh anak sepenuhnya kepada sekolah yang terkadang tidak melakukan pembelajaran secara full day. Jadi, ada beberapa "ruang" kosong dari anak-anak yang tidak terpantau oleh orang tua dan sekolah," jelas Adi kepada CNBC Indonesia, Selasa (20/2/2024).

"Pola asuh yang kurang menciptakan banyak "ruang-ruang" kosong di dalam psikologis anak yang tidak terisi. Kurangnya kasih sayang dan perhatian membuat pergaulannya tidak terawasi sehingga menjadi faktor yang mendasari perundungan," lanjutnya.


(hsy/hsy)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Kisah Marshel Widianto, Dulu Susah Kini Hidup Ala Rich People