CNBC Insight

Soeharto Muda Jadi Korban Bully, Hidupnya Makin Berat

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
21 February 2024 09:25
Presiden Indonesia Suharto. (Foto AP)
Foto: Presiden Indonesia Suharto. (Foto AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kasus perundungan pernah menimpa Presiden Soeharto di kala muda. Hal ini diceritakan langsung olehnya dalam autobiografi berjudul Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya (1989).

Perlu diketahui, kehidupan Soeharto saat muda berbanding terbalik dengan kondisi pada masa tua: jauh dari kejayaan dan kekayaan. Bahkan, kondisi nestapa ini sudah terjadi sejak Soeharto bayi. Apabila anak seumurannya diselimuti kasih sayang orang tua, Soeharto justru harus menelan pil pahit bahwa orang tuanya, Kertosudiro dan Sukirah, memutuskan untuk bercerai.

Tak lama setelah bercerai, keduanya menikah kembali dengan pasangan baru. Praktis, Soeharto mempunyai bapak-ibu-adik tiri. Beruntung, setelah perceraian itu, Soeharto mendapat asuhan dari pamannya, Prawirowihardjo.

Soeharto jadi korban bully karena miskin

soeharto 20 mei 1998 (dok. Reuters)Foto: Reuters
Soeharto pada 20 mei 1998 (dok. Reuters)

Selama diasuh oleh paman, Soeharto mengaku mendapat asuhan baik. Sang paman menganggapnya sebagai anak sendiri. Namun, tetap saja hidupnya tak begitu mulus. Dia terjerat kemiskinan, dan sering dibully.

Pernah suatu waktu buyut Soeharto menjahit baju. Dia yang sering memakai baju lusuh tentu senang melihat buyutnya menjahit baju. Dia berpikir baju tersebut bakal jadi miliknya. Padahal, tak ada ucapan kalau baju baru itu diberi ke Soeharto.

Dengan rasa percaya diri Soeharto yang masih kecil dan polos langsung memakai baju itu dengan penuh kegembiraan. Namun, kegembiraan itu sirna karena baju itu bukan untuknya. Si buyut meminta Soeharto melepaskan baju tersebut untuk diberikan kepada cucunya yang lain.

"Saya merasa hina. Saya nelangsa, sedih sekali," kata Soeharto mengenang kejadian itu.

Perlakuan lain yang membuat hidup masa kecilnya semakin berat saat dia sering mendapat bully dari teman-temannya. Ketika bermain, dia sering dipanggil "Den bagus tahi mabul". "Tahi mabul" maksudnya tahi kering. Sedangkan, "Den" merupakan ledekan karena buyut yang mengasuhnya punya hubungan dengan keraton.

"Saya selalu menolak untuk dipanggil begitu. Tetapi, mereka terus juga menjengkelkan saya. Bagaimana ini, apakah mengejek atau mau bergurau saja dengan memanggil-manggil "Den" kepada saya?," ujar Soeharto.

Dalam autobiografinya, Soeharto mengaku sedih mendapat perlakuan demikian. Perundungan membuat beban hidupnya yang ketika itu melarat makin tambah berat. Barulah, ketika tumbuh dewasa penderitaan itu mulai hilang satu per satu.

Meski hidup tanpa kasih sayang orangtua dan penuh kesulitan, Soeharto yang dikenal sebagai sosok pendiam beruntung bisa disekolahkan oleh orang tua asuhnya. Dalam catatan R. E. Elson di Soeharto: Sebuah Biografi Politik (2005), tercatat dia pernah sekolah walaupun hanya sampai Sekolah Menengah (Shackel School).

Setelah lulus sekolah, Soeharto langsung mencari kerja di usia belasan tahun. Sayangnya ini juga tak mulus. Dia pernah bekerja di bank desa, tetapi karena bukan passion-nya dia tidak betah dan memutuskan resign.

Setelahnya, dia jadi pengangguran dan hidup luntang lantung. Di masa-masa ini, dia pernah menjadi pengurus masjid. Barulah, hidupnya mulai benar-benar enak ketika menjadi tentara KNIL atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda.

Menjadi tentara membuat hidup Soeharto seketika berubah. Setiap bulannya dia mendapat gaji 60 gulden. Dengan uang segitu, dia bisa membeli baju baru dan menghidupi diri sendiri serta keluarga. Singkatnya, dia bisa bangkit dari kemiskinan.

Kelak, berprofesi sebagai tentara juga menjadi pintu masuk bagi dirinya untuk meniti jalan kesuksesan. Soeharto, yang pernah hidup susah dan jadi korban bully, kemudian dikenal sebagai Presiden ke-2 Indonesia.


(mfa/mfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saat Soeharto Fobia China & Larang Orang Tionghoa Rayakan Imlek

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular