
Kisah Mahasiswa D.O yang Jadi Miliuner Berkat Jualan Mi Udon

Jakarta, CNBC Indonesia - Pendiri dan CEO Toridoll Holdings, Takaya Awata, masuk ke dalam jajaran miliarder berkat jualan mi khas Jepang. Toridoll Holdings adalah perusahaan yang terkenal dengan restoran mi populer, Marugame Seimen atau Marugame Udon.
Melansir dari Forbes, saham Toridoll yang mengoperasikan hampir 1.900 restoran di seluruh dunia melonjak lebih dari sepertiga selama tahun terakhir. Salah satu faktor pendorong lonjakan tersebut adalah pandemi yang sudah mereda sehingga pelanggan mulai kembali ke restoran untuk makan di tempat.
Berdasarkan harga penutupan sebesar 3.930 yen atau sekitar Rp409.704 (asumsi kurs Rp104/yen) pada Jumat (25/8/2023) lalu, sebanyak 48 persen saham Awata di Toridoll sekarang bernilai US$1,1 miliar atau sekitar Rp16,75 triliun (asumsi kurs Rp15.233/US$).
Didirikan oleh Awata pada 1990, Toridoll telah tumbuh menjadi salah satu operator terkemuka Jepang dalam bisnis restoran mi, yakni dengan merek Marugame Seimen atau Marugame Udon. Selain Marugame Udon, Toridoll juga memiliki restoran yang menyajikan mie telur pedas, pancake, ramen, dan tempura yang digoreng segar.
Sejak 2010, Awata telah fokus untuk melakukan ekspansi Toridoll ke seluruh dunia. Selain di Jepang, Toridoll memiliki lebih dari 1.000 restoran di Amerika Serikat, Inggris, Kamboja, Hong Kong, Indonesia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam.
Didepak dari kampus sebelum sukses berbisnis
Perjalanan Awata sebelum mencapai kesuksesan ini tidaklah mudah. Bahkan, Awata adalah sosok yang pernah di-dropout oleh universitas.
Menurut laporan Forbes, Awata mulai terjun ke dunia bisnis restoran setelah di-dropout dari Kobe City University of Foreign Studies.
Pada 1985 atau saat berusia 25 tahun, Awata membuka restoran ayam panggang khas Jepang pertamanya. Namun, bisnisnya gagal karena tidak memperoleh pelanggan sama sekali.
"Kami hampir tidak memiliki pelanggan sama sekali," ungkap Awata dalam wawancara dengan penyiar Jepang NHK, dikutip Senin (4/9/2023).
Namun, usaha Awata tidak berhenti sampai situ. Kunjungan ke kampung halaman almarhum ayahnya di prefektur Kagawa, Jepang, memberikan ide baru bagi bisnisnya. Antrean panjang di luar restoran mie udon membuat Awata terinspirasi untuk mendirikan restoran mi sendiri.
Dalam menjalankan bisnis mi udon, Awata percaya bahwa menyajikan makanan yang langsung dimasak di restoran, bukan menggunakan mi dari pabrik, mampu memberikan pengalaman sensori baru bagi pelanggan.
Dari situlah, Awata menerapkan konsep restoran yang menyiapkan mi secara langsung di depan para pelanggan, di dapur terbuka, dan disajikan dalam kuah berbasis saus kedelai dengan berbagai pilihan topping.
![]() Restoran Magurame Udon. (Instagram @marugameudon) |
Ketika jaringan bisnisnya berkembang, Toridoll akhirnya melantai di Bursa Efek Tokyo pada 2006. Pada awalnya, Awata mendaftarkan Toridoll di bursa Mothers untuk startup. Dua tahun kemudian, Toridoll pindah ke bagian pertama TSE.
Ide untuk ekspansi ke luar negeri ditemukan Awata ketika sedang berlibur di Hawaii. Pada 2011, Toridoll akhirnya membuka restoran pertama di Hawaii, diikuti di China, Indonesia, dan negara-negara sekitarnya.
Pada 2021, restoran Marugame Seimen pertama hadir di London. Alih-alih pendekatan satu rasa yang cocok untuk semua selera, Awata mengikuti preferensi lokal. Sebagai contoh, di China, restoran menawarkan kuah berbasis tomat, sementara itu di Indonesia ditawarkan topping cabai merah.
Selama pandemi, Awata menyediakan mie udon gratis kepada anak-anak kurang beruntung melalui truk makanan yang berkeliling Jepang. Selain itu, ia juga menyediakan makanan di rumah sakit untuk para pekerja kesehatan.
"Keinginan tersembunyi terhadap makanan seringkali muncul dari tempat-tempat yang tak terduga," tulis Awata dalam situs web Toridoll.
"Kami menemukan hal-hal tersembunyi itu dan menawarkannya sebagai nilai baru untuk kebahagiaan pelanggan kami. Ini adalah dorongan terbesar untuk pertumbuhan dan misi kami," lanjutnya.
Menurut laporan yang sama, sebagian besar ekspansi global Toridoll dicapai melalui akuisisi. Pada 2015, Awata mengakuisisi jaringan makanan cepat Asia, Wok to Walk, yang sudah memiliki popularitas di Eropa.
Pada 2018, Toridoll membayar $242 juta atau sekitar Rp3,68 triliun untuk operator jaringan mie populer di Hong Kong, Tam Jai International, TamJai, dan SamGor. Tiga tahun kemudian, Awata melantaikan Tam Jai dalam penawaran umum senilai US$180 juta atau sekitar Rp2,74 triliun.
Pada Juni, Toridoll membeli operator restoran pizza dan makanan Yunani di Inggris, Fulham Shore, sekitar US$118 juta atau sekitar Rp1,79 triliun.
Ambisi Awata untuk ekspansi masih jauh dari puas. Saat ini, Toridoll telah mengalokasikan lebih dari US$650 juta atau sekitar Rp9,90 triliun untuk merger dan akuisisi di Eropa, Asia, dan China.
"Hal ini bertujuan untuk menggandakan jumlah restoran menjadi lebih dari 5.500 dan menggandakan pendapatan menjadi US$2 miliar (atau sekitar Rp30,47 triliun) dalam lima tahun mendatang," tulis laporan Forbes.
Pada Kuartal II yang berakhir Juni, Toridoll melaporkan pendapatan rekor sebesar US$360 juta atau sekitar Rp5,48 triliun. Angka tersebut naik 20 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Selain menarik lebih banyak pelanggan ke restorannya, perusahaan ini juga menambahkan bagian pengambilan pesanan yang berkontribusi pada peningkatan pendapatan. Meskipun tumbuh dengan cepat, laba bersih Toridoll turun 20 persen dalam kuartal terakhir menjadi US$50 juta atau Rp762,1 miliar. Hal ini dipicu oleh inflasi yang memengaruhi biaya bahan baku.
(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mau Berumur Panjang hingga 100 Tahun? Stop Lakukan 6 Hal Ini